Model Keseimbangan Umum Dinamis dan Statis

dan ubikayu. Bio-oil dibedakan atas biokerosen sebagai pengganti minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga 50 dan bio-oil sebagai pengganti solar untuk sektor transportasi 10 dan pembangkit listrik 10-50, pengganti minyak solar untuk transportasi laut dan kereta api 10, dan pengganti minyak bakar untuk sektor industri 50. Bahan baku bio-oil terbuat dan kelapa sawit dan jarak pagar. Biosolar digunakan untuk pengganti solar dan bahan bakunya terbuat dan kelapa sawit dan jarak pagar, yang digunakan untuk sektor transportasi 10 dan sektor pembangkit listrik 50. Tabel 10. Kebijakan Nasional Penerapan Bahan Bakar Nabati Periode Tahun 2006 2007-2008 2009-2010 2011-2015 Tahap Uji Coba: B5 Biosolar O5 Bio-oil transportasi O10 Biokerosen O50 Bio-oil PLN Wajib Pertamina dan PLN: B10 di kota-kota besar 05 Transportasi 10 O10 Biokerosen 5 O50 PLTD PLN 20 Wajib Pertamina dan PLN: B10 di kota-kota besar O5 Transportasi 20 O10 Biokerosen nasional 10 O50 PLTD PLN 50 Wajib Pertamina dan PLN: B10 di kota-kota besar O5 Transportasi 20 O10 Biokerosen nasional 10 O50 PLTD PLN 20 Tahap Uji Coba: E5 Bioetanol Malang Surabaya Wajib Pertamina: E5 di kota-kota Besar tahun 2007 E15 di kota-kota Besar tahun 2008 Wajib Pertamina: E15 nasional non FFV ATPM sampai E100FFV Wajib Pertamina: E15 nasional non FFV ATPM sampai E100FFV Sumber: Nasution, 2006 Pangsa penggunaan solar adalah sebesar 40 persen dan penggunaan BBM untuk sektor transportasi Kementerian ESDM, 2006b. Penggunaan solar untuk sektor industri dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLTD sebesar 74 persen dan jumlah penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut Kementerian ESDM, 2006b. Pemerintah memberlakukan mandat konsumsi BBN Tabel 10. Pada tahun 2008, Pertamina dan PLN diwajibkan menjual B10 dan E15, O5 untuk sektor transportasi 10, O10 biokerosen 5 di kota-kota besar dan O50 untuk PLTD PLN 20. Penggunaan BBN ditingkatkan, yang pada Tabel 10 sampai tahun 2015. Menurut Hambali 2006, kandungan BBN dalam solar dapat dibedakan menggunakan pengelompokan B100, B20, B10, dan B5. Solar B100 berarti 100 persen biosolar. B100 mempunyai ciri biodegradable, terbarukan, emisi rendah, harum atau bebas bau, serta dapat disimpan dan digunakan tanpa modifikasi peralatan. Solar B100 banyak digunakan di National Park, Marine Park, dan perkebunan. Solar B20 berarti solar di-blend dan 20 persen biosolar Fatty Acid Methil Ester FAME dan 80 persen petrosolar. Emisi solar B20 berkurang sebesar 14 persen partikel 10 mikron, karbon monoksida berkurang 9 persen, dan hydrocarbon berkurang 7 persen. Solar B20 bermanfaat mengurangi emisi tanpa modifikasi mesin. Solar B20 banyak digunakan di Amerika Serikat untuk bus sekolah, kendaraan transit, dan kendaraan militer. Solar B5 sampai B10 berarti solar di-blending dan 5 persen sampai 10 persen biosolar dan 90 persen sampai 95 persen petrosolar. Solar B5 sampai B10 biasa digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan pelumasan bahan bakar pada mesin. Beberapa negara telah menggunakan B5 sampai B10. Menurut Winarno 2006, terdapat beberapa komposisi BBN etanol yang digunakan di banyak negara di dunia untuk mobil bensin. Pengguna E10 gasohol terdapat di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Thailand, China, Kolombia, dan Peru. Pengguna flexible fuel vehicle sebesar E85 terdapat di Amerika Serikat, Kanada, dan Swedia. Pengguna E5 terdapat di Swedia dan India. Pengguna E7 terdapat di Paraguay. Brazil menggunakan E20 dan E25. Menurut Reksowardojo 2006, volume konsumsi gasohol di Brazil sebesar 14 miliar liter per tahun sejak tahun 1975, di Amerika Serikat sebesar lebih dan 6 miliar liter per tahun sejak tahun 1978, di Kolombia sebesar 1 miliar liter per tahun pada tahun 2006 sejak tahun 2001, di Australia sebesar 60 juta liter per tahun sejak tahun 1992, di Swedia sebesar 50 juta liter per tahun sejak tahun 2000, di India sebesar 1.3 miliar liter per tahun sejak 2003, di Thailand sebesar 60 juta liter per tahun sejak tahun 2002, di Jepang sebesar 7.8 miliar liter per tahun, dan di China sebesar 1.48 miliar liter per tahun. Menurut FAO 2008 jumlah produksi BBN dunia sebesar 62.21 miliar liter, yang terdiri dari produksi bioetanol dunia sebesar 52 miliar liter dan produksi biosolar dunia sebesar 10.2 miliar liter pada tahun 2007. Produksi bioetanol terbesar dunia adalah Amerika Serikat yang sebanyak 26.5 miliar liter tahun 2007 dan diikuti oleh Brazil sebesar 19 miliar liter, Uni Eropa sebesar 2.25 miliar liter, China sebesar 1.84 miliar liter, Kanada sebesar 1 miliar liter, dan India sebesar 0.4 miliar liter FAO, 2008. Produksi biosolar terbesar adalah Uni Eropa sebanyak 6.1 miliar liter tahun 2007, Amerika Serikat sebesar 1.69 miliar liter, Indonesia sebesar 0.4 miliar liter, Malaysia sebesar 0.33 miliar liter, Brazil sebesar 0.23 miliar liter, China sebesar 0.11 miliar liter, Kanada sebesar 0.1 miliar liter, dan India sebesar 0.045 miliar liter FAO, 2008. Menurut Sugema 2006, jika 1 persen konsumsi solar tahun 2006 dipenuhi oleh biosolar, maka dibutuhkan 300 juta liter biosolar atau setara 300 ribu ton CPO, 90 ribu hektar kebun sawit, 30 ribu tenaga kerja baru di perkebunan dan 2 juta orang di bagian produksi. Jika 1 tenaga kerja menanggung 3 orang anggota keluarga, maka konsumsi 1 persen biosolar akan menanggung 120 orang di tingkat perkebunan. Konsumsi 1 persen biosolar dapat menghindarkan impor minyak solar sebesar 300 juta liter dan dapat menghemat devisa negara sebesar 75 juta dollar Amerika Serikat, dengan asumsi harga minyak solar di pasar curah sebesar 25 sen dollar Amerika Serikat per liter. Untuk mengembangkan BBN, pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi. Regulasi tersebut berbasis kepada lahan, infrastruktur, pabrikasi, pasar, dan pendanaan Tabel 11. Tabel 11. Regulasi untuk Membangun Bahan Bakar Nabati di Indonesia Basis Regulasi Lahan Kepmen no 37KPTSHK.3502002 tentang Pedoman perijinan usaha perkebunan. SKB Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala BPN no 364KPTS-lI90 no 19KPTSHK050790 no 23-VlII -1990 tentang ketentuan pelepasan kawasan hutan dan pemberian hak guna usaha untuk pengembangan usaha pertanian. Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN no 2 tahun 1999 tentang izin lokasi. Keputusan Menteri Pertanian no 167KPTSKB.1 1039 tentang pembinaan dan penertiban perkebunan besar wasta khususnya kelas IV dan V. Keputusan Menteri Kehutanan no 146KPTS-Il2003 tentang pedoman evaluasi penggunaan kawasan hutaneks kawasan hutan untuk pengembangan usaha budidaya perkebunan. PP no 44 tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan. lnfrastruktur Peraturan Presiden RI no 67 tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. PP no 17 tahun 1986 tentang kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri. PP no 26 tahun 1980 tentang jalan. Pabrikasi SNI Biosolar no 04-7182-2006, Surat Keputusan Dirjen Migas no 3674K24DJM2006 tentang standar dan mutu spesifikasi BBM jenis bensin yang dipasarkan di dalam negeri, dengan diperbolehkannya bioetanol maksimum 10 persen volume. Surat Keputusan Dirjen Migas no 3675K24DJM2006 tentang standar dan mutu spesifikasi BBM jenis minyak solar yang dipasarkan di dalam negeri, dengan diperbolehkannya biosolar maksimum 10 persen volume. Peraturan Menteri ESDM no 007 tahun 2005 tentang persyaratan dan pedoman pelaksanaan izin usaha dalam kegiatan usaha hilir migas. Pasar Keputusan Menteri ESDM no 1 088K20MEM2003 tanggal 17 September 2003 tentang pedoman pelaksanaan pembinaan pengawasan pengaturan dan pengendalian kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi dan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pendanaan Pematangan Lembaga Indonesia Green Energy Fund. PKBL dari BUMN untuk budidaya pembibitan dan demplot. Fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang BBN melalui RPP 148. Sumber: Kementerian ESDM, 2006b