Keseimbangan Konsumsi Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi
diperbaharui adalah minyak bumi, batu bara, uranium, dan bijih mineral. Contoh sumber energi yang dapat diperbaharui adalah tenaga angin, tenaga air, panas
bumi, tenaga surya, samudera, dan biomas. Sumber energi berdasarkan nilai komersial dibedakan atas komersial, non komersial, dan energi baru Mursanti,
2007. Contoh sumber energi komersial adalah minyak bumi, gas alam, batu bara, tenaga air, panas bumi, dan uranium. Sumber energi non komersial adalah
kayu bakar dan limbah pertanian. Contoh sumber energi baru adalah tenaga surya, tenaga angin, tenaga samudera, dan biomas. Sumber energi berdasarkan
pemakaian dibedakan atas primer dan sekunder Mursanti, 2007. Contoh sumber energi primer adalah minyak bumi, gas alam, batu bara, tenaga air, dan
panas bumi. Contoh sumber energi sekunder adalah listrik, gas alam cair, BBM, gas alam, dan briket batu bara.
BBN berdasarkan sejarah perkembangannya digunakan untuk
mempersaingi BBM fosil Specht, 2011. Dewasa ini BBN antara lain digunakan di Amerika Serikat. Jenis BBN dibedakan atas etanol dan flex fuels, biosolar dari
minyak sayur, biosolar dari ganggang, dan BBN yang berasal dari biomassa Specht, 2011. Specht 2011 mengganggap kayu merupakan salah satu dari
BBN yang berbentuk padat, sehingga BBN dinyatakan oleh Specht 2011 telah digunakan sejak manusia menemukan api. BBN dalam bentuk cairan ditemukan
setelah BBN padat. BBN cairan antara lain adalah minyak lampu yang dibuat dari tumbuhan dan binatang olive oil. Minyak singa laut digunakan sebagai minyak
tanah yang ditemukan oleh Abraham Gesner sejak tahun 1846 Specht, 2011. Rudolf Diesel dari Jerman menggunakan mesin diesel dengan bahan bakar dari
minyak kacang tanah pada abad 18 Specht, 2011. Pada tahun 1903 hingga 1926 Henry Ford mendisain mobil model T yang menggunakan bahan bakar
yang diturunkan dari BBN Specht, 2011. Selama Perang Dunia II Jerman menggunakan bensin dari alkohol yang berasal dari kentang bernama Monopolin
Specht, 2011. Inggris merupakan negara yang kedua menggunakan campuran alkohol dari biji-bijian dengan BBM bernama Discol Specht, 2011.
Penggunaan etanol yang berharga Rp 5500 per liter oleh Pertamina di Indonesia untuk campuran BBM memang dapat mengurangi subsidi BBM Yasin
dan Febyanti, 2008. Pengembangan biosolar minyak kelapa sawit di Indonesia dengan cara mencampurkan 10 persen minyak kelapa sawit ke solar B10 dapat
menurunkan subsidi solar sebesar Rp 2.56 triliun Susila dan Munadi, 2008. Jika pencampuran dilakukan pada minyak tanah akan menurunkan subsidi minyak
tanah sebesar Rp 1.66 triliun Susila dan Munadi, 2008. Disamping itu penggunaan BBN dapat meningkatkan efisiensi perusahaan. PTPN XII
mengoperasionalkan 38 mobil dan 6 genset selama tahun 2005 hingga tahun 2006 dengan menggunakan biosolar mampu menghemat solar sebesar 2.76 juta
liter atau senilai Rp 16.61 miliar Syamsiyah, 2007. Biosolar dapat menggunakan campuran dari minyak kelapa sawit ataupun
minyak jarak pagar Jatropha Curcas Priyanto, 2007. Penggunaan bahan bakar campuran minyak kelapa sawit tidak mengurangi kinerja mesin Toro dan
Jamal, 2006. Bioetanol dapat menggunakan bahan baku dari ubi kayu dan tetes tebu molasses dengan nama bioetanol Priyanto, 2007. Pemurnian minyak
jarak dapat digunakan untuk campuran minyak tanah biokerosen, minyak berat dan solar pada mesin diesel putaran rendah dan medium Priyanto, 2007.
Bahan baku BBN yang direkomendasikan pemerintah pada tahap awal terdiri dari tanaman tebu, sorgum manis, jarak pagar dan kelapa sawit
Departemen ESDM, 2008b. Realisasi lahan pengembangan BBN untuk penanaman ubi kayu hingga Juni 2008 seluas 52.2 ribu hektar, tebu seluas
420.1 ribu hektar, kebun bibit sorgum manis seluas 20 hektar, jarak pagar seluas 151.2 ribu hektar, dan kelapa sawit seluas 400 ribu hektar Departemen ESDM,
2008b.
Tabel 6. Realisasi Penanaman Jarak Pagar di Indonesia Desember Tahun 2007 Provinsi
Realisasi Penanaman Ha Sumatera Utara
172 Sumatera Barat
121 Jambi
175 Bengkulu
16 Lampung dan Sumatera Selatan
53 564 Banten
8 877 Jawa Barat
23 526 Jawa Tengah
9 674 Daerah Istimewa Yogyakarta
378 Jawa Timur
3 691 Kalimantan Selatan
152 Sulawesi Utara
130 Gorontalo
1 532 Sulawesi Selatan
1 134 Sulawesi Tenggara
8 490 Bali
350 Nusa Tenggara Barat
1 824 Nusa Tenggara Timur
32 900 Papua
1 105 Indonesia
140 429 Sumber: Soesilo, 2008
Realisasi penanaman tanaman jarak pagar untuk pengembangan BBN sampai dengan Desember 2007 seluas 140 ribu hektar Tabel 6. Tanaman jarak
pagar tersebut terdapat di Sumatera Utara seluas 172 hektar, Sumatera Barat seluas 121 hektar, Jambi seluas 175 hektar, Bengkulu seluas 16 hektar,
Lampung dan Sumatera Selatan seluas 53564 hektar, Banten seluas 8877 hektar, Jawa Barat seluas 23526 hektar, Jawa Tengah seluas 9674 hektar,
Daerah Istimewa Yogyakarta seluas 378 hektar, Jawa Timur seluas 3691 hektar, Kalimantan Selatan seluas 152 hektar, Sulawesi Utara seluas 130 hektar,
Gorontalo seluas 1532 hektar, Sulawesi Selatan seluas 1134 hektar, Sulawesi Tenggara seluas 8490 hektar, Bali seluas 350 hektar, Nusa Tenggara Barat
seluas 1824 hektar, Nusa Tenggara Timur seluas 32900 hektar, dan Papua seluas 1105 hektar Soesilo, 2008.
Investasi proyek BBN sampai dengan tahun 2010 menurut Al Hilal Hamdi Timnas BBN sebesar Rp 250 triliun, yang terdiri dari untuk budidaya sebesar Rp
100 triliun, industri sebesar Rp 100 triliun, dan infrastruktur sebesar Rp 50 triliun MBI, 2006. Sumberdana tersebut diperoleh dari sindikasi perbankan sebesar
Rp 100 triliun, lembaga keuangan non bank sebesar Rp 100 triliun, dan APBN sebesar Rp 50 triliun MBI, 2006. Pengembangan BBN diperkirakan oleh Timnas
BBN membutuhkan lahan minimal seluas 6 juta hektar, yang terdiri dari 3 juta hektar lahan kelapa sawit, 1.5 juta hektar lahan jarak pagar, 500 ribu hektar
lahan tebu, dan 1.5 juta hektar lahan ubi kayu Antara News, 2006. Tabel 7. Produksi Biosolar dan Bioetanol di Indonesia Tahun 2008
Produsen Produksi BBN Ton per tahun
Produsen Biosolar Asian Agri Tbk
70.0 BPPT
0.3 Darmex Biofuel
30.0 EAI
0.5 PT Energi Alternatif Indonesia
0.3 Eterindo Wahanatama Tbk
120.0 Ganesa Energy Group
3.0 Indo Biofuels Energy
60.0 Multikimia Intipelangi
5.0 Musim Mas Group
10.0 Permata Hijau Group
75.0 RAP
1.0 Sumi Ashi
50.0 Wilmar Group
300.0 Produsen Bioetanol
Anugrah Kurnia Abadi dan BPPT 2 500 000.0
Molindo Raya 12 000 000.0
Sumber: Tjakrawan, 2008; Dillon and Dillon, 2008. Itu berarti diperlukan investasi sebesar Rp 100 triliun, yaitu untuk
pengembangan kelapa sawit sebesar Rp 30 juta per hektar, investasi tebu sebesar Rp15 juta per hektar, investasi jarak pagar sebesar Rp 3 juta per hektar,
dan investasi ubi kayu sebesar Rp 3.5 juta per hektar Antara News, 2006. Dana sebesar Rp 5 triliun digunakan oleh pemerintah untuk mengembangkan industri
gula dan bioetanol pada tahun 2007-2008. Pengembangan industri BBN tersebut antara lain dengan cara membangun pabrik tebu di Nusa Tenggara Timur yang
dikelola oleh PTPN XI, PTPN X, dan perusahaan swasta dengan dana sebesar
Rp 1.7 triliun Yasin dan Febyanti, 2008. Timnas BBN memperkirakan bahwa pengembangan bahan bakar sawit akan menciptakan lapangan kerja baru
sebanyak lebih dari tiga juta orang sampai 2010 Toro dan Jamal, 2006; Nainggolan, 2007, menghemat devisa negara sampai 10 miliar dolar AS, serta
memanfaatkan 5 juta hektar lahan kritis Nainggolan, 2007. Realisasi produksi biosolar hingga Juni 2008 mencapai 2.03 juta kilo liter
per tahun 40 ribu barel per hari dan menyerap satu juta tenaga kerja di sektor perkebunan Departemen ESDM, 2008b. Sumber lain pada Tabel 7
menyebutkan bahwa sampai November 2008, produsen biosolar di Indonesia memproduksi kurang dari 1000 ton dari kapasitas 1.6 juta ton atau 1.81 juta liter
per tahun Dillon et al, 2008. Biosolar tersebut pada tahun 2008 diproduksi oleh Asian Agri Tbk sebesar 70 ton per tahun, BPPT sebesar 0.3 ton per tahun,
Darmex Biofuel sebesar 30 ton per tahun, EAI sebesar 0.5 ton per tahun, PT Energi Alternatif Indonesia sebesar 0.3 ton per tahun, Eterindo Wahanatama Tbk
sebesar 120 ton per tahun, Ganesa Energy Group sebesar 3 ton per tahun, Indo Biofuels Energy sebesar 60 ton per tahun, Multikimia Intipelangi sebesar 5 ton
per tahun, Musim Mas Group sebesar 10 ton per tahun, Permata Hijau Group sebesar 75 ton per tahun, RAP sebesar 1 ton per tahun, Sumi Ashi sebesar 50
ton per tahun, dan Wilmar Group sebesar 300 ton per tahun. Sampai dengan Juni 2008, sebanyak dua perusahaan yang telah memproduksi bioetanol, yaitu
Anugrah Kurnia Abadi dan BPPT sebesar 2.5 juta liter per tahun dari bahan baku ubi kayu dan Molindo Raya sebesar 12 juta liter per tahun dari bahan baku tetes
tebu. Paradigma kebijakan energi di Indonesia mengalami perubahan Tabel
8. Jika pada tahun 1966 di Indonesia melakukan ekspansi minyak, maka pada tahun 2006 periode ekspansi minyak berganti menjadi ekspansi energi alternatif.
Pada periode ekspansi minyak ditunjukkan oleh peran minyak sebesar 70 persen
sampai 80 persen dari penerimaan APBN, namun peran tersebut menurun menjadi sebesar 25 persen sampai 30 persen dari penerimaan APBN.
Tabel 8. Perubahan Paradigma Kebijakan Energi di Indonesia
Subyek Periode Energi
1966 2006
Momentum awal Ekspansi minyak
Ekspansi energi alternatif Pengaruh APBN
70 - 80 Peak 25 - 30 Aktual
Produksi energi primer 460 ribu BOPD
1,05 juta BOPD Konsumsi energi TOE per kapita
Rendah 0.07 Relatif meningkat 0.47
Pertumbuhan konsumsi energi Rendah
Tinggi Data cadangan energi
Tertutup Terbuka
Paradigma subsidi Subsidi harga
Subsidi langsung Pengelolaan
Lex Specialist Lex Generalist
Prioritas Supply side management
Demand side management
Sharing terhadap pembangunan Nasional Pro growth, pro job, pro
poor Pro poor, pro job, pro
growth
Sumber: Kementerian ESDM, 2006b
Peran minyak menurun dalam APBN terjadi, meskipun produksi enengi primer meningkat dari 460 ribu BOPD menjadi 1050 juta BOPD. Konsumsi
enengi meningkat dari 0.07 TOE per kapita skala rendah menjadi 0.467 TOE per kapita. Hal menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi berubah dari rendah
menjadi tinggi. Jika data cadangan energi semula bersifat tertutup, kemudian berubah menjadi terbuka. Paradigma subsidi berubah dari subsidi harga menjadi
subsidi Iangsung Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Pola pengelolaan berubah dari lex specialist menjadi lex generalist. Prioritas kebijakan energi
berubah dari supply side management menjadi demand side management. Peran energi dalam pembangunan nasional berubah dari urutan pro-growth, pro-
job, dan pro-poor menjadi pro-poor, pro-job, dan pro-growth. FAO 2008 menyajikan urutan BBN dari pakan sampai penggunaan
akhir. Dari sumberdaya lahan, air, tenaga kerja, benih, nutrisi, dan energi, maka dapat dilakukan produksi untuk menghasilkan pakan atau pangan, yaitu gula