Aplikasi Model Keseimbangan Umum
sampai 80 persen dari penerimaan APBN, namun peran tersebut menurun menjadi sebesar 25 persen sampai 30 persen dari penerimaan APBN.
Tabel 8. Perubahan Paradigma Kebijakan Energi di Indonesia
Subyek Periode Energi
1966 2006
Momentum awal Ekspansi minyak
Ekspansi energi alternatif Pengaruh APBN
70 - 80 Peak 25 - 30 Aktual
Produksi energi primer 460 ribu BOPD
1,05 juta BOPD Konsumsi energi TOE per kapita
Rendah 0.07 Relatif meningkat 0.47
Pertumbuhan konsumsi energi Rendah
Tinggi Data cadangan energi
Tertutup Terbuka
Paradigma subsidi Subsidi harga
Subsidi langsung Pengelolaan
Lex Specialist Lex Generalist
Prioritas Supply side management
Demand side management
Sharing terhadap pembangunan Nasional Pro growth, pro job, pro
poor Pro poor, pro job, pro
growth
Sumber: Kementerian ESDM, 2006b
Peran minyak menurun dalam APBN terjadi, meskipun produksi enengi primer meningkat dari 460 ribu BOPD menjadi 1050 juta BOPD. Konsumsi
enengi meningkat dari 0.07 TOE per kapita skala rendah menjadi 0.467 TOE per kapita. Hal menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi berubah dari rendah
menjadi tinggi. Jika data cadangan energi semula bersifat tertutup, kemudian berubah menjadi terbuka. Paradigma subsidi berubah dari subsidi harga menjadi
subsidi Iangsung Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Pola pengelolaan berubah dari lex specialist menjadi lex generalist. Prioritas kebijakan energi
berubah dari supply side management menjadi demand side management. Peran energi dalam pembangunan nasional berubah dari urutan pro-growth, pro-
job, dan pro-poor menjadi pro-poor, pro-job, dan pro-growth. FAO 2008 menyajikan urutan BBN dari pakan sampai penggunaan
akhir. Dari sumberdaya lahan, air, tenaga kerja, benih, nutrisi, dan energi, maka dapat dilakukan produksi untuk menghasilkan pakan atau pangan, yaitu gula
tebu, gula beet, jagung, gandum, lobak, CPO, jarak, switchgrass, dan willow. Pakan atau pangan tersebut dapat diolah menjadi biofuels, yaitu etanol, biosolar,
kayu bakar, briket batu bara, bagasi dan biogas. Biofuels tersebut dapat dikonsumsi untuk kegiatan transportasi, pemanas, dan listrik. Dalam kaitan
dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan BBN adalah CPO, tetes tebu, dan ubi kayu yang secara aktual diolah menjadi bioetanol dan biosolar, yang
digunakan untuk konsumsi transportasi dan penghasil tenaga listrik. BBN potensial di Indonesia berasal dari jarak pagar, kedele, kacang tanah, jagung,
kentang, biji matahari, sorgum manis, dan lobak. Menurut FAO 2008, biosolar dapat dihasilkan dari proses ekstraksi dan
esterifikasi dari minyak tanaman pangan, seperti lobak, CPO, kacang kedele, biji matahari, kacang tanah, dan biji jarak pagar. Disamping itu etanol dapat
dihasilkan dari proses fermentasi dan destilasi gula tetes tebu, gula beet, dan sorgum manis maupun dari proses sakarifikasi, fermentasi, dan distilasi jagung,
gandum, barley, rye, kentang, dan ubi kayu FAO, 2008. Tabel 9. Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
Jenis Penggunaan
Sektor Penggunaan Bahan Baku
Bioetanol Pengganti premium
Transportasi 10 Tebu dan ubikayu
Bio-oil Biokerosin
Pengganti minyak tanah
Rumah tangga 10 Sawit dan jarak pagar
Bio-oil Pengganti solar
Transportasi 10
Pembangkit listrik 10-50
Pengganti minyak solar
Transportasi laut kereta api 10
Pengganti minyak bakar
Industri 50 Biosolar
Pengganti solar Transportasi 10
Sawit dan jarak pagar
Pembangkit listrik 50
Sumber: Kementerian ESDM, 2006b Produk BBN dibedakan menjadi bioetanol, bio-oil, dan biosolar Tabel 9.
Bioetanol digunakan sebagai pengganti premium. Pangsa bioetanol adalah 10 persen dari konsumsi sektor transportasi. Bahan baku bioetanol terbuat dari tebu