Elastisitas Permintaan Ekspor Elastisitas Pengeluaran

sebagai komoditi politik, dan penawaran pangan bergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan dapat tercapai tanpa mempersoalkan sumber pangan impor. Peningkatan impor pangan merupakan isu yang sensitif dan setiap isu impor pangan mendapat resistensi besar dari perwakilan asosiasi petani dan asosiasi pengusaha produsen di Indonesia. Temuan tersebut di atas memperkuat temuan Filho dan Horridge 2009, yang menyatakan bahwa peningkatan permintaan etanol dunia menimbulkan dilema antara pangan dan energi. Chakravorty et al 2009 juga mengatakan bahwa alokasi lahan dari produksi pangan ke produksi BBN tergantung penggunaan teknologi BBN pada intensitas lahan. Pada generasi baru, hal tersebut menunjukkan penggunaan lahan untuk BBN lebih efisien. Dengan demikian dampak penawaran BBN pada produksi pangan dapat dibatasi. Peningkatan konsumsi BBN Simulasi 1, perubahan luas lahan dan modal Simulasi 2, dan perubahan produktivitas Simulasi 3 berdampak positif pada peningkatan permintaan tenaga kerja sektor BBN, industri minyak dan lemak, tebu, dan kelapa sawit Tabel 28. Hal itu terjadi, meskipun upah tenaga kerjanya mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi BBN Simulasi 1, perubahan luas lahan dan modal Simulasi 2, dan perubahan produktivitas Simulasi 3 berdampak negatif berupa penurunan tenaga kerja pada sektor padi, karena peningkatan upah pada sektor-sektor tersebut ketika terjadi penurunan output dan peningkatan jumlah impor, meskipun terjadi peningkatan harga output. Peningkatan konsumsi BBN Simulasi 1 dan perubahan produktivitas Simulasi 3 berdampak negatif berupa penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor jagung, karena peningkatan upah tenaga kerja pada sektor pertanian ketika terjadi penurunan output dan peningkatan jumlah impor, meskipun terjadi peningkatan harga output. Jagung pada penelitian ini bukanlah termasuk feedstock BBN biosolar di Indonesia, melainkan jagung sebagai pakan ternak. Akan tetapi Neuwahl et al 2008 mengatakan bahwa kebijakan promosi penggunaan BBN yang efektif di Uni Eropa dalam mensubstitusi pangsa 15 persen tidak berdampak merugikan tenaga kerja, dengan asumsi teknologi produksi BBN yang digunakan telah berkembang dengan baik. Berdasarkan pengalaman penggunaan BBN di Uni Eropa tersebut, maka dampak pengembangan produksi BBN ditentukan oleh kesiapan penggunaan teknologi produksi BBN yang lebih bersifat padat karya. Oleh karena itu keberadaan teknologi BBN disesuaikan untuk kondisi yang tidak merugikan permintaan tenaga kerja di sektor pertanian, khususnya pada pertanian tanaman pangan. Disamping itu pengembangan produksi BBN hendaknya jangan menggunakan lahan pertanian tanaman pangan, yang bersifat lebih produktif, melainkan dengan menggunakan lahan marjinal. Perubahan luas lahan dan modal Simulasi 2 berdampak positif berupa peningkatan permintaan tenaga kerja pada sektor jagung, meskipun terjadi peningkatan upah tenaga kerja pada sektor jagung. Temuan ini menunjukkan bahwa mandat konsumsi BBN bersifat meningkatkan permintaan tenaga kerja pada sektor tanaman BBN, industri minyak dan lemak, serta BBN, namun diikuti penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor pertanian non BBN, ketika jumlah ouputnya mengalami penurunan, terjadi peningkatan upah tenaga kerja, dan peningkatan jumlah impor, meskipun harga output mengalami peningkatan. Rajagopal dan Zilberman 2008 menambahkan informasi dengan mengatakan bahwa BBN lebih intensif tenaga kerja dibandingkan teknologi energi lain per unit energi. BBN menghasilkan permintaan tenaga kerja baru pada pertanian dan tahap pengolahan.