di Indonesia, melainkan tanaman gandum masih dalam ujicoba pembudidayaan di Indonesia.
Meskipun stok modal aktual dan permintaan tenaga kerja sektor kelapa sawit dan ubi kayu menurun Tabel 28, namun outputnya masih meningkat.
Harga faktor lahan untuk sektor kelapa sawit dan ubi kayu juga menurun Tabel 29, meskipun permintaan lahan kelapa sawit dan ubi kayu mengalami
peningkatan. Pada penelitian ini, peningkatan output tersebut berhubungan dengan peningkatan permintaan ekspor dan penurunan jumlah penawaran impor
Tabel 30. Marshall et al 2011 mengatakan bahwa penggunaan lahan semakin
sedikit untuk tanaman feedstock BBN, apabila produktivitas tanaman pangan meningkat lebih tinggi melalui intensifikasi pengelolaan atau melalui penggunaan
varietas tanaman pangan yang baru. Pernyataan Marshall et al 2011 tersebut menambahkan bahwa dampak permintaan lahan juga turut dipengaruhi oleh
penggunaan produktivitas tanaman pangan dan penggunaan varietas tanaman pangan yang baru, supaya pengembangan energi tidak megalami “trade off”
dengan pangan dan pakan. Temuan Marshall et al 2011 turut memperkuat temuan pada penelitian ini bahwa perubahan penggunaan lahan berdampak
meningkatkan produksi feedstock BBN. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan permintaan lahan pertanian berdampak menimbulkan peningkatan
output bukan hanya pada tanaman feedstock BBN melainkan juga menimbulkan peningkatan output tanaman pangan Tabel 27.
5.3. Dampak Pengembangan Produksi BBN terhadap Konsumsi dan
Permintaan Industri Penggilingan Padi
Peningkatan konsumsi BBN Simulasi 1, perubahan luas lahan dan modal Simulasi 2, perubahan produktivitas Simulasi 3, dan subsidi harga
output BBN Simulasi 5 berdampak negatif berupa penurunan jumlah konsumsi nominal pada semua kelompok rumah tangga maupun penurunan jumlah
permintaan dasar industri penggilingan padi bersumber domestik dan jumlah permintaan dasar industri penggilingan padi dari sumber impor mengalami
peningkatan Tabel 31. Jumlah permintaan dasar industri penggilingan padi bersumber domestik mengalami penurunan Tabel 31, karena terjadi penurunan
output sektor padi dan industri penggilingan padi Tabel 27. Temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa pengembangan produksi
BBN di Indonesia bersifat berlawanan terhadap ketahanan pangan beras dari sisi kemandirian dan kedaulatan pangan. Oleh karena jumlah nominal
permintaan dasar industri penggilingan padi bersumber domestik jauh lebih besar dibandingkan sumber impor, maka penurunan jumlah nominal permintaan dasar
industri penggilingan padi bersumber domestik dan keberadaan penurunan output sektor padi dan industri penggilingan padi terkait dengan pengembangan
produksi BBN di Indonesia sesuai dengan kekhawatiran Ziegler 2008 dan FAO 2008.
Peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang di pasar internasional Simulasi 4 berdampak terhadap penurunan jumlah
konsumsi nominal pada kelompok rumah tangga Rural 2, Rural 5, Rural 7, Urban 1, dan Urban 3. Kelompok rumah tangga lainnya mengalami peningkatan jumlah
konsumsi nominal Tabel 31. Rural 2 adalah rumah tangga pengusaha pertanian
memiliki tanah 0 ha – 0.5 ha. Rural 5 adalah rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tatausaha, pedagang keliling, pekerja bebas sektor
angkutan, jasa perorangan, buruh kasar bukan pertanian di pedesaan.
Rural 7 adalah rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja
tatausaha dan penjualan golongan atas bukan pertanian di pedesaan. Urban 1 adalah rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tatausaha,
pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar bukan pertanian di perkotaan. Urban 3 adalah rumah tangga pengusaha bebas
golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tatausaha dan penjualan golongan atas bukan pertanian di
perkotaan. Peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang di
pasar internasional Simulasi 4 berdampak menimbulkan penurunan jumlah permintaan dasar industri penggilingan padi dari sumber impor pada semua
kelompok rumah tangga maupun pada sumber domestik kelompok rumah tangga Rural 5, Rural 7, Urban 1, dan Urban 3. Kelompok rumah tangga lainnya pada
sumber domestik mengalami peningkatan. Rajagopal dan Zilberman 2008 mengatakan bahwa produksi BBN
sebagai pemasok energi menggantikan konsumsi batubara, gas alam, dan kelistrikan. Dampak kenaikan harga-harga batubara, gas alam, dan kelistrikan
menjadi minimal jika produksi BBN pada tingkat rendah diperbandingkan pada level dunia atau permintaan regional pada komoditi batubara, gas alam, dan
kelistrikan tersebut. Informasi tersebut benar, karena biaya marginal penawaran sektor kelistrikan ditentukan oleh penyesuaian harga, namun informasi tersebut
tidak benar, apabila terdapat stok penyimpanan BBM, batubara, dan gas di pasar Rajagopal dan Zilberman, 2008. Konsumsi BBM utama di Amerika Serikat atau
Uni Eropa signifikan untuk permintaan BBN. Hal itu disebabkan oleh penurunan harga BBM Rajagopal dan Zilberman, 2008.
5.4. Dampak Pengembangan Produksi BBN terhadap Penerimaan Pendapatan Rumah Tangga
Peningkatan permintaan lahan pertanian untuk tanaman kelapa sawit dan ubi kayu Rural 4 Simulasi 6 berdampak positif terhadap peningkatan jumlah
konsumsi nominal pada rumah tangga, kecuali pada Rural 3, Rural 7, Urban 2, dan Urban 3 Tabel 31. Peningkatan permintaan lahan pertanian untuk tanaman
kelapa sawit dan ubi kayu Rural 4 Simulasi 6 juga berdampak positif terhadap jumlah permintaan dasar industri penggilingan padi bersumber domestik dan
menurunkan sumber impor. Dengan demikian, pengembangan BBN melalui peningkatan permintaan lahan pertanian untuk tanaman kelapa sawit dan ubi
kayu Rural 4 Simulasi 6, yang merupakan komoditi berorientasi ekspor dan ditanam pada lahan marjinal akan berhasil mengatasi persoalan “trade off” antara
pengembangan energi, pangan, dan pakan di Indonesia.
Peningkatan konsumsi BBN Simulasi 1, perubahan luas lahan dan modal Simulasi 2, perubahan produktivitas Simulasi 3, dan subsidi harga
output BBN Simulasi 5 berdampak positif pada pendapatan yang diterima rumah tangga nominal agregat yang menunjukkan peningkatan Tabel 32. Tabel
SNSE tidak membedakan kelompok rumah tangga miskin dan bukan miskin, kecuali pada Tabel SNSE finansial. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan
yang diterima rumah tangga nominal agregat pada semua kelompok rumah tangga tersebut tidak serta merta dinyatakan bahwa pengembangan produksi
BBN bersifat pro-poor. Peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang di pasar internasional Simulasi 4
Oxfam 2008 mengatakan bahwa BBN merupakan peluang untuk konsumsi nasional atau ekspor pada negara-negara miskin, tetapi produksi BBN
berdampak negatif berupa penurunan penerimaan pendapatan nominal agregat pada semua kelompok
rumah tangga Tabel 32.
tidak serta merta pro-poor atau inklusif. Industri etanol Brazil yang memunyai konsentrasi lahan dan sumberdaya tinggi, dan dengan cepat menurunkan tingkat
tenaga kerja. Itu merupakan gangguan untuk keberadaan tenaga kerja penduduk miskin Oxfam, 2008. Pada tahap awal, hal itu merupakan kekeliruan untuk
masyarakat pedesaan Oxfam, 2008. Tabel 32. Dampak Pengembangan Produksi BBN terhadap Penerimaan
Pendapatan Rumah Tangga Persentase Perubahan
Kelompok Baseline
2010 Sim 1
Sim 2 Sim 3
Sim 4 Sim 5
Sim 6 Rural1
32.69 33.35
32.72 32.72
32.14 32.86
32.73 Rural2
33.20 33.88
33.23 33.22
32.47 33.37
33.22 Rural3
32.55 33.22
32.59 32.58
32.14 32.72
32.57 Rural4
32.34 33.00
32.38 32.36
32.00 32.51
32.63 Rural5
33.61 34.31
33.64 33.64
32.74 33.79
33.63 Rural6
32.35 33.01
32.37 32.37
32.02 32.52
32.37 Rural7
33.29 34.00
33.31 33.32
32.53 33.47
33.28 Urban1
33.76 34.47
33.79 33.79
32.86 33.94
33.78 Urban2
32.58 33.26
32.59 32.61
32.10 32.75
32.57 Urban3
33.61 34.33
33.65 33.65
32.68 33.80
33.58 Keterangan:
Sim 1 = Baseline + peningkatan konsumsi BBN dari industri minyak dan lemak. Sim 2 = Baseline + perubahan luas tanaman BBN, penurunan luas kayu dan
hasil hutan lain, serta peningkatan modal tetap industri minyak lemak dan BBN kelompok penduduk Urban 3.
Sim 3 = Baseline + perubahan produktivitas tanaman BBN, BBN, industri minyak dan lemak, serta industri gula.
Sim 4 = Baseline + peningkatan harga pangan, harga kayu bulat, dan harga hasil tambang di pasar internasional.
Sim 5 = Baseline + subsidi BBN. Sim 6 = Baseline + peningkatan permintaan lahan kelapa sawit dan ubi kayu
kelompok Rural 4. Filho et al 2009 mengatakan bahwa perluasan permintaan etanol di
Brazil menurunkan penduduk miskin secara tajam, namun diikuti oleh peningkatan kesenjangan penduduk miskin. Distribusi pendapatan hanya sedikit
terjadi Filho et al, 2009. Hal itu karena perluasan proyek tebu sedemikian rumit berbasis menggunakan teknologi baru, yang memerlukan kegiatan mekanisasi
pertanian alat berat Filho et al, 2009. Ketika harga-harga pangan meningkat,
yang diikuti oleh penggunaan lahan untuk memproduksi tanaman pangan, namun peningkatannya kecil, dan bertentangan dengan peningkatan
produktivitas produksi pangan Filho et al, 2009. Peningkatan harga pangan berdampak terhadap peningkatan biaya
dalam keranjang konsumsi penduduk miskin, namun peningkatan harga tersebut masih lebih kecil dibandingkan kompensasi pada peningkatan pendapatan yang
lebih besar, sehingga menimbulkan dampak positif pada kemiskinan Filho et al, 2009. Perluasan peningkatan permintaan etanol secara agregat menguntungkan
penduduk miskin, namun dalam nilai yang kecil. Manfaat yang lebih besar dari perluasan etanol Brazil terkait dengan matriks diversifikasi energi dan penurunan
emisi gas rumah kaca Filho et al, 2009. Masalah yang lebih serius dari perluasan permintaan etanol adalah terkait dengan redistribusi kegiatan ekonomi
secara regional di Brazil Filho et al, 2009. Rajagopal dan Zilberman 2008 mengatakan bahwa produsen neto
memperoleh manfaat dari kenaikan harga-harga pangan. Akan tetapi energi juga merupakan input untuk pertanian dan peningkatan harga-harga energi
berdampak nyata pada peningkatan biaya produksi, yang mengurangi peningkatan keuntungan. Sama halnya peningkatan harga air berdampak
kepada produktivitas dan pendapatan petani. Di Uni Eropa, petani-petani mendapat manfaat lebih besar dibandingkan
harga-harga menggunakan mekanisme pasar melalui bantuan kebijakan harga, itu tidak sama halnya dengan petani-petani akan mendapatkan manfaat atas
harga-harga lebih tinggi, yang dihasilkan dari persaingan dengan BBN. Petani- petani tidak berpengalaman mendapatkan peningkatan atas rente ekonomi.
Tanpa kehadiran bantuan kebijakan, ketidakstabilan kondisi energi berisiko lebih besar dari guncangan yang lebih rendah diakibatkan oleh harga-harga energi.
Harga BBM yang dijual oleh OPEC merupakan salah satu penyebab guncangan BBM. Karena itu subsidi dan standarisasi BBN dapat mengurangi
ketidakpastian, kekuatan pasar perusahaan-perusahaan agribisnis dalam perbenihan dan pengolahan dapat menurunkan manfaat subsidi kepada petani.
Ketika lahan bersifat langka, pemilik tanah mendapatkan lebih banyak manfaat dari petani Rajagopal dan Zilberman, 2008.
FAO 2008 mengatakan bahwa peningkatan permintaan BBN menekan kenaikan harga-harga komoditi ke atas. Harga-harga komoditi yang semakin
tinggi berdampak negatif pada negara berkembang yang menjadi pengimpor pangan neto, khususnya pada negara yang berpendapatan rendah dan
mengalami defisit pangan, dimana harga impor yang semakin tinggi diikuti tagihan pembayaran impor pangan yang lebih besar FAO, 2008. Dalam jangka
pendek, harga-harga komoditi pertanian yang semakin tinggi berdampak negatif pada ketahanan pangan rumah tangga. Risiko tersebut meningkat pada rumah
tangga miskin di perkotaan dan penduduk pedesaan yang menjadi pembeli neto pangan, yang merupakan kondisi pada sebagian besar penduduk miskin di
pedesaan FAO, 2008. Dalam periode jangka panjang, pertumbuhan permintaan BBN dan
peningkatan harga-harga komoditi pertanian merupakan peluang untuk pertumbuhan pertanian dan pembangunan pedesaan di negara-negara
berkembang FAO, 2008. Kekuatan pembangunan pertanian di pedesaan tersebut merupakan motor penggerak yang akan menurunkan kemiskinan FAO,
2008. Arndt 2009 mengatakan bahwa tanaman jarak lebih banyak menurunkan jumlah penduduk miskin yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja tidak
terampil dan menumbuhkan perolehan sewa lahan yang lebih banyak diperoleh rumah tangga kecil dibandingkan pemilik perkebunan.
Cororaton et al 2010 mengatakan bahwa dampak perluasan BBN skala besar memperbaiki PDB riil per kapita di Thailand, Brazil, Argentina, Indonesia,
dan beberapa negara maju, tetapi perluasan BBN skala besar berdampak menurunkan pendapatan riil per kapita di India, Sub-Sahara Afrika, Timur
Tengah, wilayah Afrika Utara, Rusia, dan China. Perluasan BBN meningkatkan upah tenaga kerja tidak terampil di pedesaan dibandingkan upah tenaga kerja
lainnya di perkotaan. Itu benar terjadi di negara-negara berkembang Cororaton et al, 2010.
Perubahan upah tersebut lebih kecil pada tenaga kerja tidak terampil di pedesaan pada negara-negara maju Cororaton et al, 2010. Dampak positif
upah pada tenaga kerja tidak terampil di pedesaan menggerakkan tenaga kerja tidak terampil di perkotaan ke pertanian dan pedesaan. Hal itu karena produksi
feedstock di negara-negara berkembang relatif intensif menggunakan tenaga kerja tidak terampil Cororaton et al, 2010. Perluasan BBN skala besar
mengabaikan peningkatan kemiskinan Cororaton et al, 2010. Peningkatan kemiskinan yang besar terjadi di India dan Sub-Sahara Afrika Cororaton et al,
2010. Peningkatan permintaan lahan pertanian untuk tanaman kelapa sawit dan
ubi kayu rumah tangga Rural 4 Simulasi 6 berdampak terhadap peningkatan penerimaan pendapatan rumah tangga Tabel 32, kecuali pada Rural 7, Urban
2, dan Urban 3. Penerimaan pendapatan rumah tangga yang menurun tersebut terjadi, karena rumah tangga Rural 7, Urban 2, dan Urban 3 tidak terkait
langsung dengan kegiatan di sektor pertanian. Sementara itu, rumah tangga lainnya berkaitan langsung dengan kegiatan di sektor pertanian.