2. Hewan Pemakan Daging Karnivora
Karnivora adalah hewan yang makanannya berupa daging. Contoh hewan karnivora adalah kucing, harimau, serigala, dan buaya. Hewan karnivora
memiliki kuku yang kokoh dan tajam. Kuku tersebut berfungsi untuk
mencengkram mangsanya. Ciri-ciri hewan karnivora yaitu:
1. Hewan ini memiliki taring yang berguna untuk merobek daging hewan yang dimangsanya.
2. Kakinya memiliki cakar yang berguna untuk mencengkram mangsanya. 3. Mempunyai indra penglihatan, penciuman, dan pendengaran yang baik.
4. Memiliki racun bisa dan gigi taring yang kuat seperti ular. 5. Mempunyai gigi taring dan gigi geraham yang tajam. Gigi taring yang
besar. Gigi gerahamnya pun tajam yang berguna untuk mengunyah daging dan tulang.
Gambar 2. Susunan gigi pada hewan karnivora
3. Omnivora
Hewan pemakan segala disebut omnivora. Hewan omnivora memakan tumbuhan dan pemakan daging. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah
ayam, bebek, beruang, gorila, dan monyet. Susunan gigi hewan omnivora terdiri atas gigi seri, gigi taring, dan gigi geraham. Ketiga jenis gigi tersebut
berkembang dengan baik karena disesuaikan dengan jenis makanannya. Gigi seri digunakan untuk memotong. Jika memakan daging hewan lain, maka
gigi yang banyak digunakan adalah gigi taring, yaitu untuk mengerat. Jika memakan sayuran, maka gigi yang digunakan adalah gigi geraham, yaitu
untuk melumat. Ketiga jenis gigi tersebut berfungsi dengan baik saat makanan
berada di dalam mulut. 2.2
Penelitian yang Relevan
Penelitian dari Ngaenah 2009 yang berjudul “ Upaya meningkatkan prestasi belajar IPS materi globalisasi melalui metode pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Division STAD pada siswa kelas IV SD Negeri 4
Karangpaningal”. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan : meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
pada siswa kelas VI SD N 4 Manungal. Hasil observasi pada proses pembelajaran menunjukkan bahwa keaktifan siswa mengalami peningkatan. Pada siklus 1
rata-rata nilai yang dicapai siswa sebesar 66,95 dengan ketuntasan belajar sebesar 52,63. Pada siklus 2 rata-rata nilai yang dicapai siswa sebesar 71,05 dengan
ketuntasan belajar sebesar 63,16. Pada siklus III rata-rata nilai yang dicapai siswa sebesar 91,05 dengan ketuntasan belajar sebesar 78,95. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengoptimalkan proses pembelajaran yang terdapat pada peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian dari Agung 2013 yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Bangun Datar Pada Kelas VA SDN 4 Kerobokan Badung Tahu
n Pelajaran 20122013”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
PTK. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VA SDN 4 Kerobokan Badung tahun pelajaran 20122013 sebanyak 30 orang. Data yang terkumpul
dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif komparatif. Hasil analisis data aktivitas belajar siswa menunjukkan rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada
siklus I dan siklus II berturut-turut sebesar: 12,45 dan 16,20, dengan kategori berturut-turut: cukup aktif dan aktif. Ketuntasan belajar KB pada siklus I dan
siklus II berturut-turut sebesar: 63,87, 63,87 dan 66,67, dan 69,33, 69,33 dan 86,87. Persentase peningkatan rata-rata nilai prestasi belajar siswa, daya
serap, dan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II berturut-turut sebesar: 8,54, 8,54, dan 30,29.
Penelitian dari Herlina 2012 yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas VII-G SMP N 07 Malang pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel”. Berdasarkan penelitian, dapat diketahui bahwa dengan pembelajaran
STAD, prestasi belajar siswa kelas VII-G SMPN 07 Malang mengalami peningkatan. Pada siklus pertama diperoleh prosentase banyak siswa yang
mendapat nilai kuis ≥75 belum mencapai 75, yaitu pada pertemuan pertama 68,4 dan pertemuan kedua 73,68. Pada siklus kedua diperoleh prosentase
banyak siswa yang mendapat nilai kuis ≥ 75 telah mencapai ≥ 75, yaitu pada pertemuan pertama 78,5 dan pertemuan kedua 85,73. Pada pertama pertemuan
kedua dan siklus kedua diperoleh prosentase banyak siswa yang mendapat nilai kuis ≥ 75 telah mencapai ≥ 75, yaitu pada pertemuan kedua siklus pertama
76,92 dan siklus kedua pertemuan pertama dan kedua masing-masing 90,24 dan 92,68. Dari hasil prestasi belajar yang diperoleh pada siklus I dan II dapat
diketahui bahwa siswa mengalami peningkatan prestasi belajar Berikut adalah literature map penelitian yang relevan :
Gambar 2.1 Literature Map Penelitian yang Relevan Herlina 2012
penelitian dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas VII-G SMP N 07 Malang pada
Materi Pertidaksamaan
Linear Satu
.Variabel”. Agung 2013
penelitian dengan judul Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas
dan Prestasi Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran Bangun Datar Pada Kelas VA
SDN 4 Kerobokan Badung Tahun
Pelajaran 20122013. Ngaenah 2009
penelitian dengan judul Upaya
meningkatkan prestasi belajar IPS
materi globalisasi melalui metode
pembelajaran STAD pada siswa
kelas IV SD Negeri 4
Karangpaningal.
Yang diteliti:
“
Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sarikarya dengan Menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe S TAD”
Gambar 2.1 literature map menjelaskan tentang 3 penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Hasil dari ketiga
penelitian tersebut menunjukkan keberhasilan meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa menggunakan sebuah pendekatan. Peneliti kemudian tertarik
melakukan penelitian menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA
kelas IV SD.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA di SD bukan kegiatan belajar yang dilakukan dengan cara menghafal, tetapi belajar dengan cara praktek ataupun eksperimen. Pembelajaran
IPA dapat terlaksana dengan baik jika dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Hal ini dikarenakan siswa kurang terlibat secara langsung
dalam kegiatan belajar. Siswa cenderung pasif di dalam mengikuti pelajaran IPA. Beberapa siswa cenderung lebih suka bermain sendiri dari pada mengikuti
pembelajaran IPA. Pada mata pelajaran IPA masih dikategorikan rendah dalam hal keaktifan dan prestasi belajar siswa. Keaktifan dan prestasi belajar IPA yang
tergolong rendah dapat ditingkatkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Peneliti memilih pembelajaran kooperatif tipe STAD karena
membuat siswa dapat bertukar ide dan dapat bekerjasama dalam memecahkan masalah di dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD digunakan agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, serta anggota bisa berbagi pengetahuan dalam kelompoknya, saling
bertanya jawab, saling menghargai, membantu apabila ada anggota kelompok yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI