5 kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi dan sifat unggulnya dapat
ditonjolkan Guntoro, 1994. Ulat sutera Bombyx mori membutuhkan daun murbei sebagai
makanannya. Sebelum mulai melakukan pemeliharaan ulat sutera, tanaman murbei harus sudah siap diambil daunnya sebagai bahan makanan. Ulat
yang sudah menjadi serangga piaraan sangat peka terhadap faktor-faktor lingkungan. Maka pemeliharaan ulat sutera memerlukan tempat atau
ruangan yang memiliki suhu dan kelembaban yang cocok dengan ulat sutera yang dipelihara Sunanto, 1997.
Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, 1999 menyatakan terdapat beberapa persyaratan lokasi untuk kegiatan budidaya ulat sutera
dari segi non teknis yakni harus didukung oleh kondisi sosial budaya setempat, tersedianya sarana transportasi yang memadai, tersedianya pasar
lokal atau akses pasar yang jelas,serta adanya akses untuk memperoleh bibit tanaman murbei dan bibit ulat sutera secara mudah dan berkesinambungan.
Sedangkan Samsijah dan Andadari 1995 menyatakan bahwa untuk menjamin berhasilnya suatu pemeliharaan ulat sutera, beberapa hal yang
perlu diperhatikan yakni tersedianya daun murbei yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya, bibit unggul yang bebas penyakit serta teknik dan
persiapan pemeliharaan perlu dikuasai dan ditingkatkan. Perkembangan budidaya ulat sutera dapat dibedakan menjadi tiga
fase, dimana setiap fasenya memerlukan lingkungan dan perlakuan yang agak berbeda. Ketiga fase tersebut adalah fase ulat kecil, fase ulat besar dan
fase pengkokonan. Fase ulat kecil terhitung sejak telur kupu menetas hingga ulat berumur 1 minggu. Fase ulat besar adalah sejak ulat berumur sekitar
delapan hari hingga 3 minggu 21-22 hari, dan fase pengkokonan adalah dari umur sekitar 21 hari hingga umur 27 atau 28 hari. Dengan demikian
proses sejak telur menetas lahir larva hingga larva atau ulat membentuk kokon memerlukan makanan berupa daun murbei. Sedangkan untuk fase
pengkokonan memerlukan waktu sekitar 6-7 hari Guntoro, 1994. Hasil akhir dari suatu pemeliharaan ulat sutera adalah kokon dan
mutunya sangat ditentukan oleh keadaan selama pemeliharaan dan waktu
6 ulat membentuk kokon, disamping sifat keturunan dari ulat sutera itu
sendiri. Jadi kualitas kokon dan kualitas serat sutera akan tergantung dari faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan benang sutera
yang baik, perlu dihasilkan kokon yang baik pula dan untuk mencapai tujuan ini, maka perlu memperhatikan keadaan bibit ulat sutera pada saat
pemeliharaan dan ulat membentuk kokon Samsijah dan Andadari, 1992a.
2. Deskripsi Tanaman Murbei
Tanaman murbei Morus sp. yang dalam bahasa Jawa disebut Besaran
dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah. Namun demikian tanaman ini akan tumbuh baik pada daerah berketinggian di atas 300 meter
dari permukaan laut, dengan kondisi tanah yang gembur dan subur. Dengan sistem pemeliharaan yang baik, tanaman ini juga dapat diusahakan pada
lahan-lahan yang kurang subur, sebagai tanaman penghijauan di daerah gundul. Murbei dapat diusahakan secara besar-besaran sebagai tanaman
pagar, atau tanaman sela di pekarangan Guntoro, 1994.
Gambar 1. Berbagai Jenis Daun Murbei
Ket : 1. Morus canva II, 2. Morus khumpai,
3. Morus multicaulis, 4. Morus alba, 5. Morus cathayana, 6. Morus nigra
Tanaman murbei Morus sp. mempunyai peranan penting dalam usaha persuteraan alam karena merupakan bahan makanan utama bagi ulat
sutera jenis Bombyx mori. Dalam pemeliharaan ulat tersebut diperlukan daun-daun murbei yang masih segar, sedangkan daun-daun yang sudah layu
dan daun dari tumbuhan lain tidak dapat dipergunakan untuk bahan makanan ulat sutera dengan baik. Produksi dan kualitas daun murbei tidak
7 hanya menentukan pertumbuhan dan kesehatan ulat sutera tapi juga
berpengaruh terhadap kualitas kokon yang dihasilkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka akan berpengaruh juga terhadap produksi benang
suteranya Samsijah dan Andadari, 1992b. Daun murbei adalah satu-satunya makanan ulat sutera jenis Bombyx
mori, dimana untuk pertumbuhannya memerlukan zat-zat makanan yang
ada di dalamnya. Susunan kimia daun murbei terdiri dari air, protein, dekstrin garam-garam anorganik phosfat, kalium, kalsium, dan lain-lain,
vitamin provitamin A, B1, B2, C dan sebagainya, karbohidrat, bahan ekstraksi, macam-macam gula dan juga asam-asam organik Samsijah dan
Kusumaputera, 1976 dalam Fauziyah, 2003. Katsumata 1964 menyatakan bahwa dalam rencana penanaman
tanaman murbei di daerah tropis sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti letak perkebunan murbei dan jenis tanahnya, keadaan sekitar
perkebunan murbei, persiapan tanah untuk tanaman murbei, pengairan untuk kebun murbei, penggunaan mata air dalam tanah, serta pemilihan
jenis tanaman murbei.
B. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam
Perkembangan ulat sutera alam pada tahun-tahun terakhir ini menunjukkan prospek yang cukup baik. Dapat tergambarkan dari jumlah
produksi raw silk dunia yang terus menurun selama enam tahun terakhir dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton, sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan
stabil yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan akan benang sutera ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk
serta semakin membaiknya kondisi perekonomian Pemda Kabupaten Tasikmalaya, 2005.
Indonesia memiliki potensi lahan yang masih luas, iklim yang mendukung, tenaga kerja yang cukup banyak dan murah serta teknologi
persuteraan alam yang telah dikuasai, tetapi perkembangan kegiatan persuteraan alam di Indonesia selama ini masih mengalami pasang surut
seperti komoditas lainnya. Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri