Tujuan dan Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Persuteraan Alam

Ada beberapa tujuan orang membudidayakan binatang, antara lain untuk mendapatkan produksi pangan daging, telur, susu, dan madu, untuk tenaga kerja, untuk bahan obat-obatan, untuk bahan industri sandang pakaian serta untuk hobi, dan lain-lain. Budidaya ulat sutera memiliki tujuan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan sandang Guntoro, 1994. Persuteraan alam merupakan kegiatan agroforestry yang mempunyai rangkaian yang cukup panjang sejak penanaman murbei, pembibitan ulat, sutera, pemeliharaan ulat sutera, processing pengolahan kokon, pemintalan serat, pertenunan dan pemasaran kain sutera. Kegiatan ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan sebagian masyarakat Indonesia Sunanto, 1997. Usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon dan benang sutera dirasakan sangat menguntungkan karena cepat mendapatkan hasil dan memiliki nilai ekonomi tinggi, teknologi yang digunakan relatif sederhana, tidak memerlukan keterampilan khusus, dapat dilakukan sebagai usaha pokok ataupun sambilan, serta dapat dilakukan oleh pria, wanita, dewasa maupun anak-anak. Oleh karena itu, kegiatan ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan sektor kehutanan dan perkebunan dalam mendorong perekonomian masyarakat di pedesaan, memberikan lapangan pekerjaan serta mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas, 2000.

1. Deskripsi Ulat Sutera

Dalam dunia persuteraan alam dikenal 4 jenis atau ras kupu sutera unggul yang memiliki produksi kokon yang tinggi dan dapat menghasilkan benang sutera dengan kualitas yang baik yakni Ras Cina, Ras Jepang, Ras Eropa dan Ras Tropika. Di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah kupu ras Cina dan Jepang, dan hasil persilangan kedua ras tersebut. Namun, belakangan ini hasil persilangan ras Jepang dan ras Cina yang lebih banyak dikembangkan. karena dengan persilangan kedua ras kupu tersebut, maka 5 kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi dan sifat unggulnya dapat ditonjolkan Guntoro, 1994. Ulat sutera Bombyx mori membutuhkan daun murbei sebagai makanannya. Sebelum mulai melakukan pemeliharaan ulat sutera, tanaman murbei harus sudah siap diambil daunnya sebagai bahan makanan. Ulat yang sudah menjadi serangga piaraan sangat peka terhadap faktor-faktor lingkungan. Maka pemeliharaan ulat sutera memerlukan tempat atau ruangan yang memiliki suhu dan kelembaban yang cocok dengan ulat sutera yang dipelihara Sunanto, 1997. Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, 1999 menyatakan terdapat beberapa persyaratan lokasi untuk kegiatan budidaya ulat sutera dari segi non teknis yakni harus didukung oleh kondisi sosial budaya setempat, tersedianya sarana transportasi yang memadai, tersedianya pasar lokal atau akses pasar yang jelas,serta adanya akses untuk memperoleh bibit tanaman murbei dan bibit ulat sutera secara mudah dan berkesinambungan. Sedangkan Samsijah dan Andadari 1995 menyatakan bahwa untuk menjamin berhasilnya suatu pemeliharaan ulat sutera, beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni tersedianya daun murbei yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya, bibit unggul yang bebas penyakit serta teknik dan persiapan pemeliharaan perlu dikuasai dan ditingkatkan. Perkembangan budidaya ulat sutera dapat dibedakan menjadi tiga fase, dimana setiap fasenya memerlukan lingkungan dan perlakuan yang agak berbeda. Ketiga fase tersebut adalah fase ulat kecil, fase ulat besar dan fase pengkokonan. Fase ulat kecil terhitung sejak telur kupu menetas hingga ulat berumur 1 minggu. Fase ulat besar adalah sejak ulat berumur sekitar delapan hari hingga 3 minggu 21-22 hari, dan fase pengkokonan adalah dari umur sekitar 21 hari hingga umur 27 atau 28 hari. Dengan demikian proses sejak telur menetas lahir larva hingga larva atau ulat membentuk kokon memerlukan makanan berupa daun murbei. Sedangkan untuk fase pengkokonan memerlukan waktu sekitar 6-7 hari Guntoro, 1994. Hasil akhir dari suatu pemeliharaan ulat sutera adalah kokon dan mutunya sangat ditentukan oleh keadaan selama pemeliharaan dan waktu