Ancaman Identifikasi dan Evaluasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
35 Tabel 9. Peubah-peubah Unsur Ancaman dan Nilai Pengaruhnya
No. 1
Peubah 2
Nilai Pengaruh 3
1.
Penghasilan yang lebih menjanjikan dari bidang selain sutera
0,533 2.
Adanya hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat sutera
0,438 3.
Kurang stabilnya mutu bibittelur sutera 0,350
4. Ketergantungan petani sutera kepada pihak lain
masih sangat tinggi 0,333
5. Persaingan dengan komoditas lainnya
0,310 6.
Harga kokon masih rendah 0,295
Jumlah 2,259 b. Adanya hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat sutera
Salah satu kunci keberhasilan dari pemeliharaan ulat sutera adalah keahlian petani sutera dalam menghindarkan ulat-ulatnya dari serangan
hama dan penyakit. Kegiatan tersebut tidak dapat dikatakan mudah, dimana petani harus menghindarkan ulat suteranya dengan jumlah
ratusan ribu bahkan jutaan dari serangan hama dan penyakit. Tetapi, walaupun sulit, kegiatan tersebut harus tetap dijalankan agar petani
tersebut dapat menghasilkan kokon dengan jumlah yang optimal. Dalam mengusahakan tanaman murbei banyak menghadapi
masalah gangguan hama dan penyakit, serangannya dapat mengakibatkan kerusakan tanaman, dengan demikian akan menyebabkan kekurangan
daun murbei untuk pakan ulat kecil maupun ulat besar Samsijah dan Andadari, 1992b.
Pada pengusahaan ulat sutera di Pangalengan hampir tidak ditemukan hama dan penyakit yang mengganggu produksi daun murbei.
Selama 3 tahun penanaman tanaman murbei hanya cacar daun yang ditemukan, itu pun tidak terlalu menurunkan produksi daun murbei.
c. Kurang stabilnya mutu bibittelur sutera Bibit ulat sutera dan pakan berupa daun murbei merupakan sarana
produksi terpenting. Bibit ulat berupa telur dibeli oleh para peternak dari dua pusat pembibitan, yakni Pusat Pembibitan Ulat Sutera PPUS
36 Candiroto, Jawa Tengah dan di Kesatuan Pengusahaan Sutera alam di
Soppeng, Sulawesi Selatan. Sedangkan bibit tanaman murbei umumnya dikembangkan oleh peternak ulat sendiri Guntoro, 1994.
Selama ini bibittelur ulat sutera diperoleh dengan memesan telur ulat ke KPSA Soppeng, Sulawesi Utara. Harga telur ulat sutera
Rp 25.000box ± 20.000 butir. Dan kendala yang terjadi adalah perlakuan terhadap telur ulat sutera yang kurang baik pada saat
pengiriman. Selain itu kadang-kadang telur ulat sutera telah menetas pada saat masih di perjalanan, padahal ulat sutera yang baru menetas
harus segera mendapat perlakuan berupa pemberian kapur dan kaporit dan memberikan makanan secepatnya. Sehingga banyak ulat yang mati
karena tidak mendapatkan makanan secepatnya. d. Ketergantungan petani sutera kepada pihak lain masih sangat tinggi
Petani sutera di Pangalengan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah. Mereka sangat mengharapkan bantuan
berupa modal usaha serta sarana dan prasarana sehingga kegiatan persuteraan alam dapat berjalan dengan lancar. Di sisi lain, usaha
persuteraan alam membutuhkan modal yang tidak sedikit. Kondisi ini sangat meyulitkan, karena para petani enggan melakukan kegiatan
persuteraan alam bila tidak mendapatkan bantuan modal. e. Persaingan dengan komoditas lainnya
Selain sutera alam, daerah Pangalengan memiliki komoditas lain berupa sayuran dan buah-buahan yang cukup banyak jenisnya, teh, kopi,
dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena Pangalengan merupakan daerah yang cukup subur untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan. Telah sejak lama mata pencaharian sebagai petani hortikultura
dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Pangalengan. Karena pertanian palawija dapat menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
37 f. Harga kokon masih rendah
Di daerah penghasil sutera biasanya para petani sutera tidak mengolah sendiri hasil kokonnya, akan tetapi menjualnya kepada pe-
reeling setempat. Harga kokon saat ini adalah berkisar antara Rp 20.000- Rp 27.000kg dalam kedaan basah. Perdagangan kokon yang diuraikan di
atas berlangsung dengan syarat-syarat yang sangat sederhana. Pengujian mutu nyaris tidak dilakukan, atau dengan kata lain tidak ada standarisasi
Atmosoedarjo et al, 2000. Namun kenyataannya, para petani di Pangalengan masih merasa
bahwa harga kokon masih cukup rendah. Karena menurut petani setempat, biaya produksi seperti harga telur ulat sutera, formalin dan
kaforit makin meningkat tiap tahunnya. Namun harga jual kokon masih tetap sama yakni berkisar antara Rp 20.000 - Rp 24.000.