8 masih rendah yakni hanya 30 dari kebutuhan nasional, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan industri sutera rakyat. Dan dengan peningkatan kebutuhan benang sutera negara-negara Eropa dari 30 gramkapitatahun
menjadi 100 gramkapitatahun, maka memberi peluang yang sangat prospektif bagi persuteraan alam di Indonesia, dimana persuteraan alam
sifatnya padat karya sehingga sangat cocok bagi Indonesia yang penduduknya cukup padat terutama di pedesaan Sunanto, 1997.
Kegiatan usaha persuteraan alam yang telah berkembang di Indonesia terdapat di propinsi Sulawesi Selatan, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Sumatera Barat. Dari lima propinsi tersebut dihasilkan benang sutera rata–rata per tahun sebesar 140 ton. Sesungguhnya kebutuhan benang
sutera mencapai 400 ton per tahun. Hal ini menunjukkan masih terdapat peluang pasar dalam negeri sebesar 260 ton per tahun yang setara dengan
4500-5000 ha areal tanaman monokultur murbei. Dengan demikian telah terbuka peluang usaha yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga
kerja yang tinggi untuk mengisi pasar sutera alam baik di dalam maupun di luar negeri Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, 1999.
Program kemitraan di bidang persuteraan alam dimaksudkan sebagai bentuk upaya kerjasama yang berlandaskan kepada semangat kekeluargaan
dan kebersamaan antara yang kuat dengan yang lemah dalam rangka pemberdayaan yang lemah, agar tidak menjadi korban dalam persaingan usaha
dengan tujuan tercapainya tujuan–tujuan pembangunan persuteraan alam Atmosoedarjo et al, 2000.
Kegiatan persuteraan alam di Perum Perhutani dimulai sekitar tahun 1960 sebagai proyek Prosperity Approach. Kegiatan ini merupakan salah satu
cara pendekatan pengamanan hutan sekaligus sebagai diversifikasi produk yang cepat menghasilkan. Akan tetapi hingga saat ini usaha persuteraan alam
di Perum Perhutani belum menunjukkan angka yang menggembirakan karena potensi usaha belum didayagunakan secara optimal. Penyebabnya adalah
belum adanya keterpaduan usaha persuteraan alam mulai dari sektor hulu budidaya murbei dan ulat sutera sampai dengan sektor hilir industri raw silk
dan twist silk Sunanto, 1997.
9
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat adalah suatu analisa lingkungan internal dan eksternal. Analisa internal lebih menitik
beratkan pada kekuatan strength dan kelemahan weakness yang dimiliki oleh organisasi, sedangkan analisa eksternal untuk menggali dan
mengidentifikasi semua peluang opportunity yang ada dan yang akan datang serta ancaman threat dari pesaing dan calon pesaing Cahyono, 1999.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang opportunities dan ancaman threats dengan faktor internal kekuatan
strengths dan kelemahan weaknesses. Analisis SWOT tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak dipakai
dalam penyusunan strategi bisnis yang bertujuan untuk menyusun strategi- strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai
dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing Rangkuti, 2000.
D. Teknik ISM Interpretative Structural Modelling
Teknik ISM Interpretative Structural Modelling adalah proses pengkajian kelompok group learning process dimana model-model
struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta
kalimat Eriyatno, 1999. Metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu
penyusunan hierarki dan klasifikasi sub-elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat
yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik Eriyatno, 1999.
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Kegiatan persuteraan alam memiliki arti khusus bagi penduduk di Kecamatan Pangalengan yang berada di wilayah BKPH Pangalengan, KPH
Bandung Selatan. Hal ini karena kegiatan persuteraan alam dapat membuka lapangan pekerjaan, menghasilkan pendapatan yang cukup besar sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen yang tepat sehingga dapat meningkatkan
hasil dari kegiatan persuteraan alam tersebut. Analisis yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yakni analisis strategis
dengan metode SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat dan analisis struktural menggunakan teknik ISM Interpretative Structural Modelling.
Pada analisis SWOT, informasi yang diperoleh dari tahap masukan diolah untuk memadukan antara peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan
kelemahan internal. Perpaduan antara faktor eksternal dan internal merupakan kunci yang efektif untuk merumuskan strategi.
Sedangkan pada analisis struktural yang menggunakan teknik ISM merupakan analisis sistematik dari suatu program sehingga memberikan nilai
yang berharga dalam memenuhi kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan menggunakan teknik ISM diharapkan akan diperoleh suatu
model struktural sistem persuteraan alam. Model interpretasi struktural tersebut
termasuk metode yang menitikberatkan pada informasi yang relevan pada penetapan kebijaksanaan policy research.
Kerangka pemikiran di atas disajikan dalam bentuk diagram yang dapat dilihat pada Gambar 2.