Kelemahan Identifikasi dan Evaluasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal

28 Tabel 7. Peubah-peubah Unsur Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya No. 1 Peubah 2 Nilai Pengaruh 3 1. Keterbatasan modal 0,492 2. Sarana dan prasarana kurang memadai 0,306 3. Keterbatasan akses pemasaran 0,300 4. Kelembagaan masyarakat masih lemah 0,283 5. Tenaga pelatihan masih terbatas 0,259 6. Kualitas SDM rendah 0,247 7. Kurangnya penerapan teknologi standar 0,209 8. Anggapan rendahnya nilai ekonomi sutera alam 0,163 Jumlah 2,259 Penjelasan terhadap setiap peubah strategis unsur kelemahan disajikan di bawah ini. a. Keterbatasan modal Kegiatan usaha persuteraan alam sebenarnya tidak memerlukan biayamodal yang banyak. Dalam skala kecil, usaha persuteraan alam dapat dilakukan sebagai kegiatan rumah tangga. Walaupun demikian, permodalan merupakan kendala yang paling utama yang dihadapi para petani sutera di Pangalengan. Secara sederhana usaha tani persuteraan alam dalam satu hektar memerlukan biaya sebesar Rp 10.548.000. Untuk selanjutnya penerimaan yang akan diperoleh setahap demi setahap akan meningkat seiring dengan volume pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan Pemda Kabupaten Tasikmalaya, 2003. b. Sarana dan prasarana kurang memadai Saat ini baru ada satu rumah ulat kecil dan satu rumah ulat besar yang berada pada kawasan hutan yang dekat dengan lokasi tanaman murbei. Rumah ulat besar tersebut memiliki 4 tingkat rak dan dapat menampung sekitar 8 boks ulat sutera. Selain itu terdapat pula 3 rumah kokon yang terdapat di Desa Sukamanah BKPH Pangalengan, 2006. Sarana dan prasarana dalam produksi ulat sutera dirasakan masih sangat minim. Karena sebenarnya Pangalengan berpotensi besar dalam 29 menghasilkan tanaman murbei dalam jumlah yang sangat banyak sehingga apabila rumah ulat ditambah maka akan dapat menampung lebih banyak ulat sutera dan dapat menghasilkan kokon lebih banyak. c. Keterbatasan akses pemasaran Semua kegiatan usaha selain produksi bagus, harga bagus juga paling penting adalah pemasaran yang menjanjikan dan menjamin. Dan untuk ulat sutera ini pasaran cukup menjanjikan yaitu dengan jumlah produksi kokon yang cukup besar, dan untuk bahan jadinya pun pangsa pasar sudah menunggu. Namun di lapangan selama ini permintaan yang datang untuk memenuhi kebutuhan akan kokon masih berasal dari sekitar daerah Jawa Barat. Hal ini terjadi karena produksi kokon belum dapat dilakukan secara kontinu dan kokon yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi standar kualitas yang bagus. d. Kelembagaan masyarakat masih lemah Salah satu titik lemah dari pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan hutan dan lahan dalam hal ini usaha persuteraan alam adalah belum berkembangnya kelembagaan masyarakat serta tingkat kemampuan dan persepsi masyarakat yang sangat beragam dalam melaksanakan dan memahami rehabilitasi hutan dan lahan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas, 2000. Kegiatan persuteraan alam di wilayah Pangalengan baru selama 3 tahun dilakukan, maka kelembagaan yang ada masih belum begitu kuat. LMDH Lembaga Masyarakat Desa Hutan Sukamanah yang baru terbentuk sekitar 3 tahun masih berusaha untuk mengarahkan KTH-KTH Kelompok Tani Hutan yang ada di Kecamatan Pangalengan untuk melakukan usaha persuteraan alam. e. Tenaga pelatihan masih terbatas Hingga saat ini baru sedikit tenaga ahli yang benar-benar ahli dan khusus membidangi persuteraan alam. Tenaga ahli tersebut bertempat tinggal di daerah Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan. Beliau 30 telah memiliki pengalaman dalam bidang persuteraan alam di daerah Solok Sumatera Barat selama lebih dari 10 tahun. Selama 3 tahun terakhir seiring dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM dilakukan pengembangan usaha persuteraan alam di daerah Pangalengan, tenaga ahli tersebut mulai melakukan kegiatan usaha persuteraan alam di Desa Sukamanah sekaligus memperkenalkan usaha persuteraan alam kepada masyarakat Pangalengan. f. Kualitas sumberdaya manusia rendah Tingkat pendidikan masyarakat Pangalengan yang rendah menyebabkan masyarakat kurang dapat menerima sesuatu yang baru, seperti usaha persuteraan alam. Hingga saat ini, mereka belum berani melakukan usaha persuteraan alam. Selain kendala utama yakni rendahnya permodalan, mereka akan berani melakukan usaha persuteraan alam setelah adanya contoh masyarakat yang berhasil dalam usaha persuteraan alam. g. Kurangnya penerapan teknologi standar Dalam kaitannya dengan pemeliharaan ulat sutera, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni keadaan ruangan dan alat harus steril, membersihkan tangan dengan larutan desinfektan sebelum memulai pekerjaan dan meminimalkan keluar masuknya orang ke dalam ruangan,. Selain itu makan, minum serta merokok dalam ruangan juga merupakan hal yang tidak boleh dilakukan pada kegiatan pemeliharaan ulat sutera Guntoro, 1994. Teknologi yang digunakan dalam usaha persuteraan alam tidak perlu peralatan canggih. Usaha ini dapat dilakukan hanya dengan menggunakan alat-alat yang yang cukup sederhana. Masalah yang sering terjadi adalah petani kurang dapat menjaga kebersihan ruangan untuk ulat. Merokok dan kurangnya sanitasi terhadap ulat sutera merupakan hal-hal yang sering terjadi. Padahal bila penyakit sudah masuk ke ruangsan ulat dapat menjadikan panen ulat sutera sampai gagal total. 31 Kelompok petani sutera alam yang telah memperoleh keterampilan menerapkan teknologi serikultur ulat sutera standar nasional dan alat pemintal kokon yang bermanfaat dalam meningkatkan produksi kokonbenang sutera. Selain itu introduksi serikultur ulat sutera standar nasional dan alat pemintal kokon menjadi benang sutera alam mendukung manajemen usaha persuteraan alam di wilayah tersebut Herminanto dan Mujiono, 2006. h. Anggapan rendahnya nilai ekonomi sutera alam Usaha persuteraan alam masih belum populer di daerah Pangalengan. Padahal dengan potensi lingkungan yang terdapat di Pangalengan, usaha tersebut akan dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Selain itu juga pada tingkat mikro menunjukkan usaha tani murbei dan kokon mampu memberikan keuntungan jika dilakukan secara lebih intensif dengan pembinaan yang berkelanjutan Tim Peneliti IPB, 2006.

3. Peluang

Peubah-peubah yang merupakan unsur peluang dan nilai pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Peubah-peubah Unsur Peluang dan Nilai Pengaruhnya No. 1 Peubah 2 Nilai Pengaruh 3 1. Permintaan akan benang sutera meningkat tiap tahun 0,648 2. Harga jual kain sutera yang tinggi 0,597 3. Adanya dukungan dari pemerintah 0,582 4. Belum ada usaha persuteraan di wilayah Pangalengan 0,551 5. Masih ada lahan kehutanan yang tidak produktif 0,401 6. Adanya pola kemitraan 0,365 Jumlah 3,144 Penjelasan setiap peubah yang bersifat strategis unsur peluang disajikan berikut ini. 32 a. Permintaan akan benang sutera meningkat tiap tahun Kegiatan persuteraan alam mempunyai prospek yang baik dan diperkirakan permintaan sutera akan meningkat antara 2 – 3 per tahun ISA sementara FAO meramalkan lebih besar hingga 5, sementara peningkatan permintaan di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 12,24 Kuncoro, 2000 dalam Pemda Kabupaten Tasikmalaya, 2003. Proyeksi dalam tahun 2000 menunjukkan bahwa permintaan akan produk sutera akan meningkat menjadi 179,24 ton sedangkan produksi hanya akan mencapai 148,98 ton. Sehingga dari angka ini dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya bukan dalam posisi menawarkan produk sutera tetapi dalam posisi untuk dimasuki produk sutera dari luar negeri Kuncoro,1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000. Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri masih rendah yakni hanya 30 dari kebutuhan nasional, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri sutera rakyat. Oleh karena itu usaha persuteraan alam akan memiliki peluang yang sangat bagus. b. Harga jual kain sutera yang tinggi Dalam usaha persuteraan alam, harga tertinggi diperoleh pada saat penjualan produk berupa kain. Harga kokon berkisar antara Rp 20.000- Rp 24.000kg, kokon tersebut dapat dijadikan benang yang kemudian dapat dijual dengan harga sekitar Rp 450.000kg dengan asumsi bahwa 8 kg kokon dapat dipintal menjadi 1 kg benang. Selanjutnya apabila benang tersebut ditenun menjadi kain maka akan dihasilkan kain sutera dengan harga Rp 70.000m dengan asumsi bahwa 1 kg benang dapat ditenun menjadi 12 m kain sutera. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan petani sutera untuk mengembangkan usaha persuteraan alam. Namun usaha persuteraan alam di Pangalengan baru sampai tahap pemintalan benang karena belum tersedianya alat tenun. c. Adanya dukungan dari pemerintah Dalam rangka pemberian modal kepada para petani sutera, pemerintah juga menerbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 50Kpts : II1997, yang ditindak lanjuti oleh Keputusan Direktur Jenderal