147
diri. Namun demikian, penggunaan senjata api haruslah merupakan upaya terakhir yang dilakukan dalam rangka mencegah tahanan atau napi melarikan diri.
Penggunaan sarana pengekangan hanya dapat digunakan saat pemindahan tahanan atau narapidana dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan sarana pengekangan
harus dilepaskan manakala tahanan atau narapidana tiba di tempat tujuan, di hadapan otoritas hukum dan karena alasan kesehatan. Alat-alat pengekangan tidak
dapat digunakan untuk upaya penghukuman tahanan atau narapidana, lebih khusus lagi rantai dan besi dilarang digunakan untuk alat pengekangan. Aturan ini
dapat ditemukan pada Prinsip 9 dari Prinsip – Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Penegak Hukum dan Aturan 33 Standar Minimum Aturan bagi
Perlakuan Narapidana
b. Pengaturan dan pengawasan yang baik
Pada dasarnya tempat – tempat tahanan harus menjadi tempat yang aman bagi mereka yang meninggalinya dan bekerja di tempat itu yaitu para tahanan itu
sendiri dan petugas tahanan dan tentunya pengunjung tahanan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan yang tegas dan jelas sangat dibutuhkan, namun
dalam kerangka pikir yang bertujuan positif dan baik. Contohnya, para tahanan dan narapidana memilki kecenderungan untuk merasa tidak aman tinggal dengan
narapidana lain, untuk itu harus tindakan positif yang membangkitkan kepercayaan
diri narapidana dan aturan yang mendisiplinkan. Para tahanan dan narapidana akan merespon dengan positif jika diperlakukan dengan manusiawi. Otoritas tahanan
dan narapidana tidak dianjurkan untuk menempatkan tahanan atau narapidana yang dapat menghukum narapidana lain. Rujukan yang menyebutkan pentingnya
pengaturan dan pengawasan yang baik antara lain Pasal 16 Ayat 1 Konvensi Anti Penyiksaan, Aturan 27, Aturan 33 – 34 dari Standar Minimum Aturan bagi Perlakuan
Narapidana
c. Disiplin dan penghukuman.
Hal in telah diulas pada topik 2.4 yaitu hak untuk mendapatkan informasi prosedur pendisiplinan.
Hak untuk Beraktivitas Selama dalam Tempat Penahanan
Perampasan kebebasan pada dasarnya adalah sebuah upaya penghukuman itu sendiri, karena itu petugas di tempat – tempat penahanan tidak diharapkan
membuat hukuman tambahan pada tahanan dan narapidana. Sebaliknya, para tahanan dan narapidana diharapkan didorong untuk mempelajari keahlian
baru, mengembangkan pendidikannya, dan mereformasi diri sebagai persiapan ketika pada akhirnya keluar dari tempat penahanan
53
. Tugas utama Otoritas tempat penahanan adalah agar terjadi reformasi diri dan rehabilitasi sosial untuk
mereka yang telah dirampas kebebasannya. Rujukan untuk argumen diatas dapat
53 Human Rights and Prisons: Manual on Human Rights Training for Prison Oicials, OHCHR, 2005 p. 97
148
ditemukan pada Pasal 10 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Aturan 63, 65 – 66 dari Standar Minimum Aturan bagi Perlakuan Narapidana . Hak untuk
beraktivitas dapat dipenuhi dengan diberikannya jaminan hak-hak yang tersebut dibawah ini.
a. Hak untuk bekerja
Prinsip – prinsip dasar untuk hak ini adalah bahwa setiap orang yang telah djatuhi hukuman dan berada di penjara dan dalam keadan sehat wajib diminta untuk
bekerja. Sebisa mungkin pekerjaan yang diberikan adalah pekerjaan yang menambah keterampilan sebagai bekal ketika mereka keluar dari penjara. Narapidana harus
mendapatkan remunerasi dari hasil pekerjaannya dan dimungkinkan untuk mengirimkan, setidaknya setengah penghasilannya tersebut pada keluarganya.
Untuk narapidana remaja, pendidikan vokasional sangat dianjurkan untuk diberikan. Kesempatan yang sama diberikan pada narapidana perempuan. Dalam
instrumen internasional para narapidana yang bekerja dikenal dengan istilah ”hard labour
” atau ”pekerja berat”. Instrumen rujukan untuk hak atas bekerja ini antara lain adalah Pasal 8 Kovenan
Hak Sipil dan Politik, Prinsip 8 dari Prinsip-Prinsip Dasar Untuk Perlakuan pada Narapidana dan Standar Minimum Aturan bagi Perlakuan Narapidana, Aturan 71 – 76
b. Hak atas pendidikan dan melakukan kegiatan kebudayaan