Hak untuk Menjaga Berkas Pemeriksaan Termasuk Kerahasiaan The Duty

58 bentak, menakuti atau mengancam terperiksa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat isik atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan, memaksa saksi atau tersangkaterperiksa untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya, dan membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-hak yang diperiksa Pasal 28. Dalam hukum Hak Asasi Manusia internasional, Pasal 14 ayat 3 Kovenan Hak Sipil dan Politik menjamin hak setiap orang “Untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah”, dan Pasal 8 ayat 2 huruf g Konvensi Amerika menyatakan hak setiap orang “untuk dipaksa menjadi saksi atas dirinya sendiri atau mengakui bersalah”, aturan yang dikuatkan dalam Pasal 8 ayat 3 yaitu “suatu pengakuan bersalah oleh tersangka hanya sah jika dibuat tanpa paksaan dalam bentuk apapun”. Piagam Afrika dan Konvensi Eropa tidak memberikan aturan yang sama. Perlindungan efektif dari hak ini penting berada dalam proses penyelidikan awal, ketika kehendak yang besar untuk berusaha menekan tersangka untuk mendapatkan pengakuan dari mereka. Hal ini dicatat dalam Panduan 16 dari Panduan atas Peranan Penuntut Umum yang juga menyatakan bahwa penuntut umum dapat menolak bukti yang didapatkan melalui proses dengan cara yang melanggar hukumtidak sah. Hak untuk tidak dipaksa mengakui kejahatan dirinya sendiri dan untuk mengakui bersalah juga terdapat dalam Pasal 55 ayat 1 huruf a Statuta untuk ICC dan Pasal 20 ayat 4 huruf g dan 21 ayat 4 huruf g Statuta ICTR dan ICTY.

8. Hak untuk Menjaga Berkas Pemeriksaan Termasuk Kerahasiaan The Duty

to Keep Records of Interrogation Hak ini dituangkan dalam sejumlah peraturan di KUHAP diantaranya tentang berita acara untuk setiap tindakan pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan dan sebagainya, yang dibuat oleh pejabat berwenang dan dibuat atas sumpah jabatan, dan ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut Pasal 75. Dalam hal tersangka memberikan keterangan, penyidik mencatat dalam berita acara pemeriksaan seteliti mungkin, sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri Pasal 117 ayat 2. Keterangan tersangka atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan yang memberikan keterangan itu setelah menyetujui isinya, dan jika tersangka atau saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan meyebut alasannya Pasal 118. Penyidik dalam kekuatan 59 sumpah jabatannya membuat berita acara yang diberi tanggal dan syarat-syarat lain yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara Pasal 121. Atas permintaan tersangka atau penasehat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya Pasal 72. Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, adanya kewajiban untuk membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh saksiterperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan Pasal 27 dan larangan untuk memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian keterangan atau mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang menyimpang dari tujuan pemeriksaan Pasal 28. Pada prinsipnya, semua berkas pemeriksaan yang dilakukan dalam proses penyidikan haruslah dicatat dengan semestinya yakni dengan adanya berita acara pemeriksaan atas segala tindakan yang dilakukan. Berkas pemeriksaan ini digunakan untuk proses selanjutnya dan juga sebagai bahan pembelaan bagi tersangka atau terdakwa dimana mereka, atau melalui penasehat hukumnya mempunyai akses terhadap berkas pemeriksaan tersebut. Bahwa sangat penting untuk mencegah dan jika memerlukan untuk membuktikan peristiwa perlakuan yang dilarang oleh hukum Hak Asasi Manusia internasional, dan sebagai konsekuensi juga untuk proses yudisial selanjutnya, bahwa catatan pemeriksaan interogasi disimpan dan hanya dapat diakses untuk penuntutan dan untuk pembelaan. Dalam hal ini, Komite Hak Asasi Manusia menyatakan dalam Komentar Umum No. 20 terkait dengan Pasal 7 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik bahwa “waktu dan tempat semua pemeriksaan interogasi harus direkamdicatat, kesemuanya dengan nama-nama orang yang diperiksa dan informasi ini harus juga disediakan untuk tujuan proses administasi peradilan. Prinsip 23 Badan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang dalam Setiap Bentuk Penghukuman atau Pemenjaraan terkait dengan kewajiban untk mencatatmerekam dalam hal-hal berikut: 1. Waktu setiap pemeriksaan interogasi orang yang ditahan dan dipenjara dan jarak antara pemeriksaan dan juga identitas petugas yang melakukan pemeriksaan interogasi dan orang-orang lain yang dipanggil harus dicatat dan disertiikasi dalam suatu bentuk sebagaimana yang ditentukan oleh hukum.; 2. Seorang yang ditahan atau dipenjara, atau pengacaranya yang berdasarkan hukum, harus mempunyai akses untuk informasi yang disebutkan dalam point 1 diatas. 60 Aturan 43 Hukum Acara dan Pembuktian untuk ICTR dan ICTY menyatakan bahwa pemeriksaan interogasi terhadap tersangka “harus direkam dengan rekaman suara atau video”, sesuai dengan prosedur khusus yang dirinci dalam aturan-aturan lainnya. Tersangka harus disediakan salinan transkrip dari pencatatanperekaman Aturan 43 iv. Catatan pemeriksaan yang rinci harus disimpan setiap waktu dan harus disediakan untuk tersangka dan penasehat hukumnya.

9. Hak untuk Mempersiapkan Pembelaan dalam Waktu dan Fasilitas yang CukupLayak.