37
Hak atas persamaan dihadapan pengadilan adalah prinsip fundamental yang merupakan hal pokok dalam hak atas peradilan yang adil, dan dapat ditemukan
secara jelas expressis verbis dalam Pasal 14 1 Kovenan Internasional Hak Sipil dan
Politik, yakni “Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan”.
Meskipun tidak terdapat di Pasal-Pasal yang sama tentang peradilan yang bebas dalam sejumlah konvensi regional, hak atas persamaan dimuka hukum ditegakkan oleh
prinsip umum persamaan yang dilindungi tersebut.
Prinsip persamaan dihadapan pengadilan berarti, pertama tidak membedakan atau memperhatikan jenis kelamin, ras, asal usul atau status kekayaan seseorang, misalnya setiap
orang yang berhadapan dengan hukum mempunyai hak untuk tidak didiskriminasi dari pihak lain dalam proses peradilan atau terkait dengan hukum yang diterapkan kepada
orang tersebut. Orang-orang disangka melakukan kejahatan ringan atau kejahatan yang
serius, hak-haknya haruslah djamin secara sama. Kedua, prinsip persamaan berarti bahwa semua orang harus mendapatkan akses yang sama ke pengadilan.
Prinsip persamaan harus djamin dalam semua tahap peradilan, yakni tahap sebelum diperiksa di pengadilan dan selama proses pengadilan, dimana setiap tersangka atau
terdakwa mempunyai hak untuk tidak disikriminasi dalam proses investigasi, atau proses
pengadilan, atau terhadap hukum yang diterapkan untuk mereka. Prinsip persamaan juga berarti bahwa setiap manusia harus mempunyai akses yang sama ke pengadilan untuk
menuntut hak-hak mereka. Khususnya, bagi perempuan harus mempunyai akses ke pengadilan dalam suatu kondisi yang sama dengan laki-laki, agar mampu untuk menuntut
hak-haknya secara efektif.
2. Hak atas Praduga tidak Bersalah
Hak atas praduga tidak bersalah presumption of innocence, sampai dibuktikan bersalah adalah prinsip yang merupakan kondisi yang harus diperlakukan kepada tersangka
terdakwa selama proses penyelidikan, penyidikan dan proses pengadilan, sampai tingkat banding dan kasasi. Prinsip ini merupakan prasyarat utama untuk menetapkan bahwa
suatu proses telah berlangsung jujur, adil dan tidak memihak due process of law.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan dalam pasal 18, “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana
berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 8 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan “setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, atau dihadapkan dihadapan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap”
. Prinsip ini juga djabarkan dalam penjelasan umum KUHAP.
38
KUHAP memang memberikan kewenangan kepada penyidik maupun penuntut umum untuk menuduh seseorang menjadi tersangka atau terdakwa, namun tuduhan itu dilakukan
berdasarkan pada cara-cara yang ditentukan dalam UU misalnya dengan adanya bukti- bukti yang mencukupi. Dalam KUHAP dapat diartikan sepanjang terhadap seorang
tersangkaterdakwa diberikan secara penuh hak-hak hukum sebagaimana dirinci dalam kovenan tersebut, maka selama itu pula perlindungan atas asas praduga tak bersalah telah
selesai dipenuhi. Putusan pengadilan yang menyatakan seorang terdakwa bersalah yang didasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan majelis hakim akan kesalahan terdakwa,
harus diartikan sebagai akhir dari perlindungan hukum atas hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah. Dalam proses pemeriksaan di pengadilan, hak ini djamin bahwa pertanyaan
yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan kepada terdakwa Pasal 166. Ketentuan ini sebenarnya menjamin bahwa tersangka dalam pemeriksaan oleh penyidik juga tidak boleh
diberikan pertanyaan yang menjerat.
Dalam hukum internasional, Pasal 14 ayat 2 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik menyatakan “Setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan berhak dianggap tidak bersalah
sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum” . Pasal 7 ayat 1 Piagam Afrika tentang Hak-
Hak Manusia dan Penduduk, Pasal 8 ayat 2 Konvensi Hak Asasi Manusia Amerika dan Pasal 6 ayat 2 Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa juga menjamin hak atas praduga tidak
bersalah, dan Pasal 11 ayat 1 DUHAM memberikan jaminan yang sama untuk setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah,
sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya. Prinsip
praduga tidak bersalah juga telah dimasukkan dalam Pasal 20 ayat 3 Statuta untuk ICTR, Pasal 21 ayat 3 Statuta untuk ICTY, dan Pasal 66 ayat 1 Statuta untuk ICC.
Sebagaimana dinyatakan oleh Komite Hak Asasi Manusia dalam Komentar Umum No. 13, prinsip praduga tidak bersalah berarti beban pembuktian terhadap tuduhandakwaan
diletakkan pada proses penuntutan dan si tertuduh harus dianggap tidak bersalah sampai benar-benar terbukti bersalah. Tidak satu pun tuduhan diasumsikan benar sampai tuduhan
tersebut bisa dibuktikan tanpa ada keraguan apapun. Kemudian, asumsi praduga tidak bersalah menyatakan adanya hak untuk diperlakukan sesuai dengan prinsip tersebut. Oleh
karena itu, adalah tugas semua kewenangan pihak yang berwenang untuk menahan diri dari memberikan penilaian awal terhadap kemungkinan hasil suatu pengadilan.
3. Hak Untuk Dihormati Kehidupan Pribadi, Tempat Tinggal dan Korespondensi