Hak atas Penghukuman yang Masuk Akal

86

h. Hak atas Penghukuman yang Masuk Akal

Penghukuman yang masuk akal dalam konteks ini adalah putusan dengan alasan-alasan yang jelas dan disertai dengan bukti-bukti yang memadai. Hak-hak ini merupakan jaminan atas persamaan dan perlakuan yang adil bagi setiap orang, yang djabarkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal 6 ayat 2menyatakan Tidak seorang pun dapat djatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Pasal 8 ayat 2 menyatakan dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Pasal 50 menyatakan putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang djadikan dasar untuk mengadili. Dalam Pasal 53 ayat 2 hakim dalam memberikan penetapan dan putusan harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Jaminan untuk adanya putusan yang masuk akal ini juga terdapat di KUHAP, diantaranya dalam Pasal 182 yang menyatakan bahwa “hakim dalam memutuskan perkara akan mengadakan permusyawarah yang harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan” . Pasal 183 menyatakan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yan sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. KUHAP dalam Pasal 185 – 190 memberikan klasiikasi tentang alat-alat bukti yang dapat dihadirkan dimuka persidangan dan sahnya alat- alat bukti. KUHAP menentukan pengadilan dapat memberikan putusan dengan menghukum terdakwa, membebaskan terdakwa, atau menyatakan terdakwa lepas dari tuntutan hukum Pasal 191-194. Surat keputusan pemidanaan juga setidaknya memuat dasar pemidanaan, alasan dan pernyataan kesalahan terdakwa, dan lain sebagainya dimana jika tidak dipenuhi syarat-syarat tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum Pasal 197. Meski tidak secara jelas disebut dalam 4 empat perjanjian Hak Asasi Manusia utama, hak atas penghukuman yang masuk akal melekat dalam peraturan yang terkait dengan peradilan yang adil dan tidak memihak. Pasal 22 ayat 2 dan Pasal 23 ayat 2 Statuta untuk ICTR dan ICTY menyatakan bahwa keputusan harus disertai dengan pandangan yang beralasan secara tertulis, yang terpisah atau pandangan berbeda yang ditambahkan. Berdasarkan Pasal 74 ayat 5 Statuta untuk ICC, putusan pengadilan harus ditulis dan harus berisi pandangan 87 yang penuh dan beralasan dari temuan atau bukti-bukti yang diperoleh pengadilan dan kesimpulan. Komite Hak Asasi Manusia berdasarkan sejumlah kasus yang diperiksa menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat 3 huruf c dan ayat 5 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik bahwa hak untuk menguji kembali putusan bersalah dan hukuman harus diberikan tanpa penundaan. Berdasarkan Komite bahwa Pasal 14 ayat 5 menyatakan seorang yang dinyatakan bersalah berhak untuk mendapatkan, dalam waktu yang cukup, akses atas putusan yang tertulis, yang sepantasnya, untuk semua hak terkait banding untuk melakukan pelaksanaan haknya secara efektif dalam mendapatkan peninjuan kembali atas putusan dan hukumannya dari pengadilan yang lebih tinggi. Komite Hak Asasi Manusia secara konsisten menyatakan bahwa dalam semua kasus, khususnya dalam kasus-kasus hukuman mati, terdakwa berhak atas peradilaan dan melakukan banding tanpa penundaan yang tidak beralasan, apapun hasil dari proses peradilan yang akan terjadi. Berdasarkan komentar umum No. 6 atas Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa hukuman mati hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat kejahatan dilakukan dan tidak bertentangan dengan Kovenan. Oleh karena itu, jaminan prosedural yang dinyatakan di dalamnya harus diamati, termasuk hak atas peradilan yang adil oleh pengadilan yang independent, asumsi tidak bersalah, jaminan minimum untuk upaya mempertahankan diri, dan hak atas peninjauan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi. Hak-hak ini diterapkan sebagai tambahan dari hak khusus untuk mendapatkan pengampunan atau pengurangan hukuman. Komisi Hak Asasi Manusia Afrika menyatakan bahwa pengadilan harus setiap waktu memberikan alasan dalam keputusannya, meskipun tidak semua harus menjawab alasan dari terdakwa. Orang yang dihukum berhak untuk mendapatkan putusan yang beralasan dalam waktu yang beralasan, dimana putusan tersebut sangat berguna untuk tujuan dalam melakukan banding. Penegakan yang ketat atas hak-hak tersebut sangat penting khususnya dalam kasus-kasus dengan ancaman hukuman mati.

i. Hak untuk Banding dan Meninjau Putusan ke Pengadilan yang Lebih Tinggi