Bentuk-bentuk Penyiksaan Modul Integrasi Nilai dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Administrasi Peradilan | ICJR modul ham advance

132 wenang adalah sebagai berikut 44 :  Penderitaan mental yang hebat atau kesakitan atau penderitaan isik;  Dengan izin atau persetujuan dari pejabat Negara yang berwenang;  Untuk tujuan tertentu, seperti memperoleh informasi, hukuman atau intimidasi

4. Bentuk-bentuk Penyiksaan

Pada praktiknya penyiksaan dapat berupa mental atau isik dan dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda. Diantara bentuk-bentuk tersebut ada yang dapat dideteksi dengan segera sebagai praktik penyiksaan, namun adapula praktik yang sulit dideteksi namun berakibat penghancuran keseimbangan psikis dari mereka yang dirampas kebebasannya. Praktik ini sangat berbahaya karena tahanan akan sangat biasa sehingga tidak mampu merasakan sedang berada dalam praktik penyiksaan. Berikut contoh dari bentuk penyiksaan tersebut: 1. Bentuk penyiksaan yang kasat mata dan mudah dideteksi antara lain; Sengatan listrik, pemukulan di atas telapak kaki, penggantungan dengan posisi yang menyakitkan, pemukulan, pemerkosaan, pengurangan oksigen, penyundutan rokok, pengurangan makanan, pengurangan tidur, pengurangan komunikasi, intimidasi, penghukuman mati pura-pura mock execution 2. Bentuk penyiksaan yang selain berdampak isik namun juga psikis antara lain : pelecehan seksual dan perkosaan 3. Bentuk penyiksaan yang bersifat subliminal antara lain:  Secara sistematis mengabaikan suatu permintaan sampai permintaan itu diulang beberapa kali  Memperlakukan orang yang dirampas kebebasannya tersebut dengan berbicara kepada mereka seolah-olah mereka seorang anak kecil  Tidak pernah melihat mata para tahanan secara langsung  Memasuki sel tahanan secara tiba-tiba tanpa alasan  Menciptakan suasana curiga diantara para tahanan  Mengizinkan meninggalkan aturan untuk suatu hari dan menghukum mereka dihari lain Bentuk penyiksaan sebagaimana disebutkan di atas memperjelas tindakan yang wajib dihindari oleh aparat penegak hukum karena sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Pelapor Khusus PBB untuk tema Penyiksaan dan Bentuk Tindakan atau Hukuman 44 Ibid 133 lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, Manfred Nowak dalam laporannya 45 mengatakan Perundang undangan Indonesia tidak menyebutkan adanya tindak penyiksaan, yang tersedia adalah tindak penganiayaan yang termuat pada Pasal 351 – 358 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Hal yang sangat membedakan antara penyiksaan dan penganiayaan adalah tidak adanya elemen tujuan, penderitaan atau rasa sakit pada mental, dan pelaku. Menurut Nowak, pelaku tindak penyiksaan harus mendapatkan hukuman yang tepat jika telah mengakibatkan penderitaan atau rasa sakit pada mental. Utamanya jika tindakan tersebut dilakukan pada orang yang tidak memiliki kekuasaan, yaitu tahanan. Dibawah ini tabel yang menggambarkan unsur yang membedakan antara tindak penyiksaan berdasarkan Pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan CAT dan Pasal 351 – 358 Kitab Undang Undang Hukum Pidana KUHP Unsur – Unsur Konvensi Anti Penyiksaan KUHP Penyiksaan Penganiayaan Pasal 1 Pasal 351 – 358 Niat Dilakukan dengan Sengaja Dilakukan dengan sengaja Tujuan 1. Untuk mendapatkan keterangan pengakuan 2. Sebagai alat penghukuman 3. Sebagai alat intimidasipemaksaan 4. Dengan alasan diskriminasi Pelaku 1. Pejabat yang berwenang 2. Seseorang yang dianggap resmi suruhan pejabat 3. Sepengetahuan Pejabatpihak berwenang Tidak spesiik, berlaku untuk semua orang. Dampak 1. Menimbulkan penderitaan atau rasa sakit yang hebat pada jasmani 2. Menimbulkan penderitaan atau rasa sakit yang hebat pada mental 1. Luka isik Luka berat dan ringan 2. Sengaja untuk merusak kesehatan 3. Mengakibatkan kematian Tabel diatas menunjukkan bahwa KUHP lebih menekankan pada dampak yang diakibatkan 45 Report of the Special Rapporteur on torture and other cruel, inhuman, or degrading treatment, or punishment, , Manfred Nowak. Addendum Mission to Indonesia. Report to General Assembly, Human Rights Council AHRC73 Add.7 10 March 2008 134 dari tindak penganiayaan, khususnya dampak isik. Sementara dampak yang bersifat mental tidak tercermin dalam KUHP. Sedangkan Pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan jelas menyebutkan dampak mental masuk ke dalam kategori penyiksaan. Nowak dalam rekomendasinya menyarankan Pemerintah Indonesia untuk segera membuat peraturan perundang undangan yang memuat penyiksaan sebagai bentuk tindak pidana sebagaimana tercermin dalam Pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan. Hal serupa disampaikan oleh Komite Menentang Penyiksaan dalam rekomendasinya yang meminta pemerintah Indonesia untuk segera memasukkan deinisi penyiksaan sesuai Pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan dalam hukum pidana. Komite juga merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk segera mensyahkan Rancangan Undang-Undang KUHP dan mengesahkan sebuah rancangan undang-undang khusus tentang penyiksaan 46 . Dari rekomendasi ini perlu adanya upaya pemerintah untuk melarang tindak penyiksaan dengan menjadikannya sebagai tindak pidana dan memberikan hukuman melalui perundang – undangan nasional. Kegiatan 3 Penanganan bagi Tahanan dan Narapidana Tujuan 1. Peserta mengetahui siapa saja yang termasuk dalam kelompok orang yang dirampas kebebasannya; 2. Peserta memahami hak-hak orang yang dirampas kebebasannya; 3. Peserta memahami instrumen internasional yang menjamin perlindungan hak tahanan dan narapidana dan bagaimana penerapannya dalam hukum nasional Waktu 180 Menit Deskripsi 10 menit Bagian A Pengantar Fasilitator 1. Fasilitator menjelaskan tujuan kegiatan dan capaian yang diharapkan dalam kegiatan ini; 2. Fasiliator menjelaskan langkah-langkah fasilitasi 46 Kesimpulan Komtie Anti Peyiksaan Observasi Untuk Indonesia , Sesi ke – 40 Pembahasan Terhadap Laporan – Laporan yang disampaikan Oleh Negara – Negara Pihak Berdasarkan Pasal 19 Konvensi Anti Penyiksaan. CATCIDNCO2 16 Mei 2008 135 30 Menit Bagian B Diskusi Kelompok 1. Bagilah peserta menjadi empat kelompok, kemudian bagikan kepada setiap kelompok sebuah klip; 2. Mintalah setiap kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan kunci sebagai berikut: a. Apa prinsip yang dilanggar dan mengapa prinsip itu penting untuk diperhatikan? b. Bagaimana pengalaman dalam menerapkan prinsip tersebut di lapangan? c. Kesenjangan apa saja yang timbul antara prinsip dan penerapannya dalam praktik di lapangan? 3. Mintalah setiap kelompok untuk menunjuk juru bicara kelompok 60 menit Bagian C Presentasi Kelompok 1. Mintalah juru bicara kelompok untuk memaparkan hasil diskusi kelompok; 2. Mintalah tambahan penjelasan dari kelompok presenter sebelum meminta tanggapan dari kelompok yang lain; 3. Catat beberapa topik yang pentingdilematiskontroversial 90 menit Bagian D Ceramah Narasumber dan Tanya Jawab 1. Undanglah narasumber untuk memaparkan makalahnya; 2. Undanglah peserta untuk berdiskusi dengan narasumber dengan melakukan tanya jawab; 3. Catatlah hasil diskusi terkait dengan topik pentingdilematis kontroversial. 10 menit Bagian E Penutup Fasilitator Penjelasan Ringkas

1. PERLINDUNGAN HAK TAHANAN DAN TERPIDANA Pengantar