74
dalam Komentar Umum No. 13 bahwa tidak selalu mencukupi untuk menjamin keadilan dalam suatu pemeriksaan sebagaimana disyaratkan dalam paragraf 1 Pasal 14, yang
kemudian memberikan kewajiban lanjutan kepada negara-negara pihak. Khususnya ketika dalam hal dimana hukuman mati mungkin diterapkan, “kewajiban untuk setiap
negara pihak untuk mengamati secara ketat semua jaminan peradilan yang adil dan tidak memihak yang diatur dalam Pasal 14 mengakui tanpa pengecualian.
a. Hak atas Akses ke Pengadilan
Jaminan untuk adanya akses ke pengadilan djamin oleh UUD 1945 dalam Pasal 24 tentang adanya lembaga kekuasaan kehakiman menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan dan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan lainnya, dan Pasal 28 yang memberikan jaminan hak-hak
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 17 UU No. 39 tahun 1999 yang
menyatakan setiap orang tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata,
maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang
jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
UU No. 48 tahun 2009 menyatakan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 4 menyatakan
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pasal 4 ayat 2 menyatakan Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi
segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Pasal 5 mewajibkan kepada hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, dan para hakim harus memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 6 memberikan jaminan bahwa tidak seorang pun dapat dihadapkan
di depan pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Dalam Pasal 16 menyatakan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa
dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan
diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 18 menyatakan bahwa
75
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Dalam KUHAP, seseorang tersangka berhak perkaranya diajukan dengan segera oleh Penuntut Umum ke pengadilan dan terdakwa berhak untuk segera diadili di pengadilan
Pasal 50. Terkait dengan hak ini, dalam permulaan persidangan hakim memeriksa dalam hal terdakwa tidak menghadiri persidangan, hakim memeriksa apakah terdakwa sudah
dipanggil secara sah, dan memerintahkan adanya pemanggilan kembali jika terdakwa tidak dapat hadir dipersidangan meski sudah dipanggil secara sah Pasal 154. Ketentuan
ini menjamin bahwa seseorang mungkin tidak mengetahui menjadi terdakwa karena kurangnya informasi yang cukup.
Berdasarkan prektek peradilan internasional, terkait dengan hak untuk akses ke pengadilan, Pengadilan HAM Eropa mengatur bahwa Pasal 6 ayat 1 “menjamin hak setiap orang untuk
melakukan klaim terkait dengan hak-hak sipilnya dan kewajiban untuk mempersoalkan dihadapan pengadilan”
; ketika seorang tahanan ditolak permohonanya di Inggris untuk meminta nasehat seorang penasehat hukum untuk melakukan gugatan perdata untuk menuntut
petugas penjara, penolakan ini merupakan pelanggaran hak pemohon untuk ke pengadilan sebagaimana yang djamin dalam Pasal 6 ayat 1.
Hal yang sama muncul dalam kasus Campbell dan Fell dimana pemohon komplain atas penundaan yang dilakukan otoritas penjara untuk memberikan mereka jin untuk mencari
nasehat hukum atas cedera-cedera yang mereka alami dalam suatu insiden di penjara. Meskipun mereka akhirnya mendapatkan jin, pengadilan menekankan bahwa “untuk
pembuktian dan alasan lainnya akses yang cepat terhadap nasehat hukum penting dalam kasus cederanya seseorang” dan bahwa “penghindaran, meski dalam karakter yang
sementara, dapat dikatakan bertentangan dengan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa”.
Dalam sejumlah kasus, pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa juga menemukan bahwa pelanggaran hak atas akses terhadap pengadilan dalam kasus untuk mendapatkan hak dan
kewajiban sipil, termasuk hak milik dan hak atas akses terhadap anak, diputuskan. Hak untuk akses ke pengadilan juga berarti bahwa, contohnya, laki-laki dan perempuan harus
mempunyai akses yang sama dan persamaan ini mungkin memerlukan pemberian bantuan hukum untuk tujuan menjamin efektiitas hak tersebut. Hak atas akses ke pengadilan
berarti bahwa tidak satu orangpun haknya ini dihilangkan apakah oleh hukum, prosedur administratif atau karena sumber daya materialnya atas upaya untuk ke pengadilan untuk
tujuan mempertahankan hak-haknya. Perempuan dan laki-laki berhak mendapatkan persamaan akses ke pengadilan.
76
b. Hak atas Pemeriksaan yang Terbuka