Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas meliputi fungsi pertukaran berupa
penjualan dan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko dan informasi harga. Fungsi fisik seperti panen, pengolahan, dan pengangkutan tidak dilakukan oleh
petani. Fungsi fisik tersebut dilakukan oleh pengolah tapioka. 1. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja adalah fungsi penjualan. Petani menjual hasil panen
ubi kayu kepada pengolah tapioka yang terdapat di Desa Cikeas. Penjualan berlangsung di kebun-kebun petani dan kegiatan panen dilakukan oleh pengolah
tapioka. Petani memperoleh keuntungan dengan sistem penjualan ini karena petani dapat melakukan penjualan dengan cepat tanpa mengeluarkan ongkos
pemanenan dan pengangkutan ubi kayu ke tempat pengolah tapioka. Harga yang diterima petani merupakan harga yang telah disepakati bersama dengan pengolah
tapioka dan biasanya didasarkan pada harga pasar yang sedang berlaku. 2. Fungsi Fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani ubi kayu yang tergabung dalam Gapoktan Sukaraharja berupa penanggungan risiko dan informasi pasar. Fungsi
penanggungan risiko yang dihadapi petani berupa penurunan harga jual ubi kayu sementara biaya kegiatan usahatani semakin meningkat. Fungsi fasilitas yang juga
dilakukan oleh petani adalah fungsi informasi harga. Fungsi ini berupa perkembangan harga jual ubi kayu yang diperoleh dari petani lain dan pengolah
tapioka.
6.3.3. Struktur Pasar Ubi Kayu di Desa Cikeas
Struktur pasar digunakan untuk menganalisis jenis pasar. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai perilaku pelaku pemasaran serta
keragaan dari suatu pasar. Keadaan struktur pasar dapat dilihat dari keadaan produk, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, penentuan harga, kebebasan
keluar masuk pasar, dan sumber informasi. Produk petani ubi kayu bersifat homogen, yaitu ubi kayu varietas manggu.
Jumlah petani yang terlibat dalam pemasaran ubi kayu adalah 26 orang, sedangkan jumlah pengolah tapioka adalah sembilan orang. Jumlah pengolah
66
tapioka sebagai pembeli relatif lebih sedikit dari jumlah petani. Walaupun jumlah pengolah tapioka lebih sedikit, pengolah tapioka tidak melakukan tekanan harga
kepada petani. Petani bebas menjual hasil panennya kepada pengolah tapioka manapun. Antara petani dan pengolah tapioka tidak terdapat ikatan modal yang
mengharuskan petani menjual hasil panennya kepada pengolah tapioka tertentu. Penentuan harga antara petani dengan pengolah tapioka terjadi
berdasarkan tawar-menawar yang berpatokan dengan harga pasar yang berlaku. Petani dalam hal ini hanya sebagai pihak penerima harga. Petani tidak dapat
mempengaruhi harga pasar. Penentuan harga juga ditentukan oleh kualitas ubi kayu yang dihasilkan petani. Kualitas ubi kayu ditentukan berdasarkan kandungan
pati ubi kayu. Ubi kayu yang mengandung pati yang tinggi memiliki harga yang lebih tinggi. Ubi kayu yang mengandung pati yang tinggi adalah ubi kayu
berumur sembilan sampai 12 bulan. Ubi kayu yang dipanen lebih awal memiliki kandungan pati yang lebih sedikit, sehingga harganya juga lebih rendah.
Penentuan harga berdasarkan kualitas ini bukan merupakan hal yang utama karena umumnya kualitas ubi kayu di Desa Cikeas hampir sama karena berasal dari jenis
yang sama yaitu varietas lokal Manggu. Hambatan keluar masuk pasar bagi petani sangat kecil, karena budidaya
ubi kayu tergolong mudah dan dapat dilakukan oleh siapapun. Modal yang diperlukan untuk usahatani ubi kayu juga relatif rendah dibandingkan usahatani
lainnya. Hambatan keluar masuk pasar bagi pengolah tapioka yaitu persaingan memperoleh bahan baku ubi kayu. Para pengolah tapioka di Desa Cikeas
berproduksi di bawah kapasitas produksi karena kekurangan bahan baku ubi kayu. Persaingan memperoleh bahan baku merupakan hambatan masuk bagi pihak yang
akan masuk ke dalam industri pengolahan tapioka. Petani memperoleh informasi harga langsung dari pengolah tapioka dan petani lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh petani ubi kayu cenderung bersifat pasar oligopsoni. Hal ini dilihat dari
produk yang ditawarkan bersifat homogen, jumlah petani yang lebih banyak dibanding jumlah pengolah tapioka, petani tidak dapat menentukan harga dan
mempengaruhi tingkat harga yang terjadi di pasar, dan terdapat hambatan masuk bagi pihak yang akan masuk ke dalam industri pengolahan tapioka.
67
6.3.4. Perilaku Pasar Ubi Kayu di Desa Cikeas