tinggi sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan tapioka. Petani ubi kayu dapat menjual hasil panennya langsung kepada para pengolah tapioka
yang terdapat di Desa Cikeas. Pengolah tapioka mengolah ubi kayu menjadi tapioka kasar aci. Kegiatan pengolahan yang dilakukan oleh pengolah tapioka
mengakibatkan bertambahnya nilai komoditas ubi kayu.
1.2. Perumusan Masalah
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat dijadikan berbagai macam bahan makan olahan diantaranya keripik singkong,
singkong rebus, kerupuk singkong, comro, dan misro. Selain itu ubi kayu dapat dijadikan sebagai bahan baku industri. Industri pengolahan tepung tapioka
merupakan salah satu industri yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan baku. Industri pengolahan tepung tapioka tersebar di beberapa daerah sentra produksi
ubi kayu, salah satunya adalah di Kabupaten Bogor. Industri pengolahan tepung tapioka di Kabupaten Bogor terdiri atas
pengolah tapioka dan pabrik penggilingan tapioka. Pengolah tapioka umumnya mengolah ubi kayu menjadi aci, sedangkan pabrik penggilingan tapioka mengolah
aci menjadi tapioka halus. Industri tepung tapioka di Kabupaten Bogor pada saat ini semakin kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Salah satu penyebabnya
adalah semakin menurunnya produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor. Produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor menurun dari 198.597 ton pada
tahun 2008 menjadi 160.728 ton pada tahun 2009. Luas panen dan produktivitas ubi kayu di Kabupaten Bogor juga mengalami penurunan. Luas panen ubi kayu di
Kabupaten Bogor pada tahun 2008 adalah 10.073 hektar menurun menjadi 8.342 hektar pada tahun 2009. Produktivitas ubi kayu di Kabupaten Bogor menurun dari
19,7 ton per hektar pada tahun 2008 menjadi 19,3 ton per hektar pada tahun 2009 BPS Provinsi Jawa Barat 2009, 2010
Kecamatan Sukaraja merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor yang juga mengalami penurunan luas panen. Luas
panen ubi kayu di Kecamatan Sukaraja pada tahun 2008 adalah sebesar 2.452 hektar menurun menjadi 1.121 hektar pada tahun 2009 Dispertanhut Kabupaten
Bogor 2008, 2009. Penyebab berkurangnya luas panen ubi kayu di Kecamatan Sukaraja diantaranya adalah alih fungsi lahan menjadi perumahan dan
7
berkurangnya minat petani untuk menanam ubi kayu, padahal budidaya ubi kayu tergolong mudah. Harga ubi kayu yang rendah merupakan salah satu penyebab
berkurangnya minat petani untuk menanam ubi kayu. Petani banyak yang beralih menanam komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti: pepaya dan jagung.
Desa Cikeas merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu di Kecamatan Sukaraja. Terdapat satu gapoktan di Desa Cikeas yaitu Gapoktan
Sukaraharja yang sebagian besar anggotanya merupakan petani ubi kayu. Petani ubi kayu di Desa Cikeas menanam ubi kayu sepanjang tahun. Lahan yang baru
dipanen akan ditanami kembali dengan komoditas ubikayu. Sebagian besar petani ubi kayu di Desa Cikeas menggunakan varietas Manggu. Umur panen optimal ubi
kayu varietas Manggu adalah sembilan sampai 12 bulan. Petani di Desa Cikeas menanam ubi kayu secara monokultur.
Petani ubi kayu di Desa Cikeas mengalami kendala dalam usahatani ubi kayu. Kendala yang dihadapi petani yaitu keterbatasan modal serta adanya
serangan hama putih dan tungau merah. Keterbatasan modal menyebabkan usahatani ubi kayu masih dilakukan secara sederhana, khususnya dalam hal
pemupukan. Petani umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sehingga produktivitas ubi kayu tidak optimal. Serangan hama
putih dan tungau merah juga akan mempengaruhi produktivitas ubi kayu. Produktivitas ubi kayu yang terserang hama putih dan tungau merah akan
mengalami penurunan. Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani ubi kayu akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan dan akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan yang diperoleh petani juga dipengaruhi oleh biaya produksi
yang dikeluarkan dan harga output yang diterima petani pada saat panen. Biaya produksi ubi kayu cenderung semakin meningkat terutama peningkatan biaya
pemupukan dan tenaga kerja. Harga pupuk urea pada tahun 2009 sebesar Rp 1.600 per kilogram meningkat menjadi Rp 1800 per kilogram pada tahun 2010.
Harga pupuk kandang juga meningkat dari Rp 150 per kilogram menjadi Rp 200 per kilogram. Upah tenaga kerja pria di Desa Cikeas pada tahun 2009 adalah
sebesar Rp 12.500 per hari meningkat menjadi Rp 20.000 per hari pada tahun 2010. Upah tenaga kerja wanita di Desa Cikeas juga meningkat dari Rp 6.500 per
8
hari pada tahun 2009 menjadi Rp 10.000 per hari pada tahun 2010. Peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja menyebabkan meningkatnya biaya produksi
dan akhirnya akan mengurangi pendapatan yang diperoleh petani. Harga ubi kayu yang diperoleh petani pada saat panen berkisar antara Rp
700 sampai Rp 1.100 per kilogram umbi kupas. Harga tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas ubi kayu yang dihasilkan petani dan kebutuhan pengolah tapioka.
Pada musim hujan, kualitas ubi kayu akan menurun sehingga harga yang diperoleh petani akan rendah, dan permintaan ubi kayu juga menurun karena
banyak pengolah tapioka yang tidak melakukan kegiatan pengolahan. Pengolah tapioka tidak melakukan kegiatan pengolahan pada musim hujan karena kegiatan
pengeringan dalam produksi aci sangat bergantung pada sinar matahari sebagai sumber tenaga pengeringan. Penurunan harga ubi kayu akan berdampak sangat
besar bagi petani yang memproduksi ubi kayu. Penurunan harga ubi kayu akan menyebabkan berkurangnya pendapatan yang diperoleh petani ubi kayu.
Ubi kayu segar yang dihasilkan oleh petani dari kegiatan budidaya memiliki sifat mudah rusak perishable, volume besar voluminous, dan
mengambil ruang yang banyak bulky. Sifat fisik ubi kayu tersebut menyebabkan biaya pengangkutan ubi kayu segar relatif tinggi. Tingginya biaya pengangkutan
menyebabkan sebagian besar petani menjual hasil panennya langsung kepada pengolah tapioka dengan sistem borongan. Dalam sistem penjualan tersebut harga
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara petani dan pengolah tapioka, tetapi dalam kenyataannya posisi petani lebih lemah sehingga harga akhir lebih
ditentukan oleh pengolah tapioka. Sifat ubi kayu yang mudah rusak juga akan mempengaruhi saluran pemasaran yang terbentuk.
Biaya pengangkutan ubi kayu segar di Desa Cikeas mengalami peningkatan dari Rp 3.000 per pikul pada tahun 2009 menjadi Rp 5.000 per pikul
pada tahun 2010. Satu pikul ubi kayu memiliki berat sebesar 72 kilogram. Peningkatan biaya pengangkutan akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan
pengolah tapioka dalam kegiatan produksinya. Pengolah tapioka mengolah ubi kayu menjadi aci. Kegiatan pengolahan yang dilakukan oleh pengolah tapioka
akan meningkatkan nilai tambah ubi kayu.
9
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan usahatani ubi kayu pada petani Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor ?
2. Berapa besar pendapatan usahatani ubi kayu pada petani Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor ?
3. Bagaimana sistem pemasaran ubi kayu pada petani Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor ?
4. Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dengan adanya usaha pengolahan ubi kayu menjadi aci ?
1.3. Tujuan Penelitian