Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

petani pemilik lebih besar daripada petani penggarap. Total biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani pemilik adalah sebesar Rp 1.553.235, sedangkan total biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani penggarap adalah sebesar Rp 1.057.308.

6.2.3. Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menentukan pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan usahatani ubi kayu. Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Rincian analisis usahatani ubi kayu petani pemilik dan petani penggarap dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Perbandingan analisis usahatani ubi kayu antara petani pemilik dan petani penggarap dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perbandingan Analisis Usahatani Ubi Kayu Petani Pemilik dan Petani Penggarap per Hektar di Desa Cikeas MT 20092010 No. Komponen Petani Pemilik Petani Penggarap Nilai Rp Nilai Rp A. Total penerimaan 17.529.491 12.213.260 B. Biaya Biaya tunai 4.596.986 40,94 8.426.538 79,19 Biaya diperhitungkan 6.631.150 59,06 2.214.626 20,81 Total biaya 11.228.136 100,00 10.641.165 100,00 C. Pendapatan atas biaya tunai 12.932.506 3.786.722 D. Pendapatan atas biaya total 6.301.356 1.572.095 E. RC rasio atas biaya tunai 3,81 1,45 F. RC rasio atas biaya total 1,56 1,15 Pendapatan yang diperoleh petani pemilik dan penggarap dari kegiatan usahatani ubi kayu merupakan pendapatan usahatani ubi kayu selama satu MT ubi kayu yaitu selama 12 bulan. Pendapatan atas biaya tunai pada petani pemilik adalah sebesar Rp 12.932.506 per hektar dan pendapatan atas biaya total adalah 63 Rp 6.301.356 per hektar, sedangkan pendapatan atas biaya tunai pada petani penggarap adalah sebesar Rp 3.786.722 per hektar dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 1.572.095 per hektar. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani pemilik lebih besar dibanding petani penggarap. Hal ini dikarenakan selisih antara penerimaan usahatani yang diperoleh petani pemilik dengan penerimaan usahatani yang diperoleh petani penggarap lebih besar daripada selisih antara biaya yang dikeluarkan petani pemilik dengan biaya yang dikeluarkan petani penggarap. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani pemilik adalah sebesar 0,20 hektar. Pendapatan atas biaya tunai pada petani pemilik dengan luas lahan 0,20 hektar adalah sebesar Rp 2.586.501 per tahun atau Rp 215.542 per bulan, sedangkan pendapatan atas biaya total petani pemilik adalah sebesar Rp 1.260.271 per tahun atau Rp 105.203 per bulan. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani penggarap adalah sebesar 0,23 hektar. Pendapatan atas biaya tunai pada petani penggarap dengan luas lahan 0,23 hektar adalah sebesar Rp 870.946 per tahun atau Rp 72.579 per bulan, sedangkan pendapatan atas biaya total petani penggarap adalah sebesar Rp 361.582 per tahun atau Rp 30.132 per bulan. Jumlah pendapatan yang diperoleh petani pemilik dan petani penggarap tersebut sangat kecil sehingga usahatani ubi kayu tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya sumber penghasilan bagi petani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usahatani ubi kayu menyebabkan sebagian petani beralih menanam komoditi lain yang lebih menguntungkan, sehingga luas areal panen ubi kayu di Desa Cikeas semakin berkurang. Selain dilihat dari pendapatan usahataninya, usahatani dikatakan efisien dilihat dari nilai R-C rasionya, apabila R-C rasio lebih besar dari satu, maka usahatani dapat dikatakan efisien. Nilai R-C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik adalah 3,81 artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,81 dan R-C rasio atas biaya total adalah 1,56. R-C rasio atas biaya tunai untuk petani penggarap adalah 1,45 dan R-C rasio atas biaya total adalah 1,15. Nilai R-C rasio tersebut menunjukkan bahwa 64 usahatani ubi kayu yang dilakukan oleh petani pemilik lebih efisien dibanding petani penggarap.

6.3. Analisis Pemasaran Ubi Kayu di Desa Cikeas

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

5 69 134

Strategi Peningkatan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Di ” (Studi Kasus : Desa Lau Bekeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

3 127 71

Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf Dan Tepung Tapioka Di Kabupaten Serdang Bedagai (Kasus: Desa Bajaronggi, Kecamatan Dolok Masihul Dan Kecamatan Sei Rampah).

7 51 92

Analisis Curahan Tenaga Kerja, Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu. (Studi Kasus: di Desa Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simaiungun, Propinsi Sumatera Utara)

0 44 108

Analisis Pemasaran Ubi Kayu (Studi kasus : Desa Panombean Marjanji dan Desa Bosar Galugur, Kecamatan tanah Jawa Kabupaten Simalungun.)

1 62 80

Sistem Dan Analisis Usahatani Ubi Kayu. (Studi kasus di Desa Penggalangan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang.)

0 52 124

Analisis Usahatani Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun

10 89 90

Analisis nilai tambah dan pemasaran kayu sengon gergajian (studi kasus di kecamatan Cigudeg kabupaten Bogor)

4 12 200

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 4 208

Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi kayu desa galuga kecamatan cibungbulang kabupaten Bogor

2 11 70