Struktur Biaya Usahatani Ubi Kayu

atas biaya variabel dari teknologi petani. Nilai R-C rasio atas biaya variabel dari sistem double row adalah 2,55 sedangkan teknologi petani adalah 1,65. Dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa usahatani ubi kayu memberikan keuntungan dan layak untuk dijalankan di berbagai daerah. Status pengusahaan lahan dan sistem tanam yang berbeda dapat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani dan nilai R-C rasio. Penggunaan pola tanam dan sistem tanam yang tepat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ubi kayu.

2.3. Struktur Biaya Usahatani Ubi Kayu

Pengeluaran atau biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: biaya tetap fixed cost dan biaya tidak tetap variable cost. Pengeluaran usahatani juga mencakup biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tetap diantaranya adalah sewa lahan, pajak, penyusutan alat, dan bangunan pertanian. Biaya tidak tetap terdiri dari pembelian faktor produksi seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani ubi kayu diantaranya adalah biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja, sewa lahan, dan pajak. Hal tersebut dinyatakan oleh Situmorang 1999, Niftia 2005, Asnawi 2007, dan Darwis et al. 2009. Biaya yang juga dikeluarkan oleh petani adalah biaya penyusutan peralatan Situmorang 1999, Niftia 2005, herbisida Asnawi 2007, transportasi Asnawi 2007, Darwis et al. 2009, dan biaya rafaksi atau potongan timbangan Asnawi 2007. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani ubi kayu berbeda-beda. Situmorang 1999 dan Darwis et al. 2009 menyatakan bahwa biaya terbesar dalam usahatani ubi kayu adalah sewa lahan. Hasil penelitian Situmorang menunjukkan bahwa pada MT 19971998, biaya diperhitungkan oleh petani pemilik untuk sewa lahan adalah sebesar Rp 20.000.000 per hektar atau 45,55 persen dari keseluruhan biaya usahatani. Biaya sewa lahan untuk petani pemilik tersebut nilainya tetap pada MT 19981999 tetapi persentasenya menurun menjadi 40,29 persen dari keseluruhan biaya usahatani. Sedangkan sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani pemilik nilainya menurun dari Rp 2.521.866 per 14 hektar 53 persen dari biaya keseluruhan usahatani pada MT 19971998 menjadi Rp 1.156.333 per hektar 30 persen dari biaya keseluruhan usahatani pada MT 19981999. Hasil penelitian Darwis et al. 2009 juga menyatakan bahwa biaya sewa lahan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani ubi kayu di Kabupaten Pati, yaitu sebesar 66,59 persen dari keseluruhan biaya usahatani. Niftia 2005 dan Asnawi 2007 menyatakan hal yang berbeda dengan hasil penelitian Situmorang 1999 dan Darwis et al. 2009. Hasil penelitian yang dilakukan Niftia 2005 menunjukkan bahwa biaya terbesar dari usahatani ubi kayu adalah biaya untuk bibit ubi kayu yaitu sebesar Rp 1.000.000 atau 27 persen dari keseluruhan biaya usahatani. Hasil penelitian Asnawi 2007, menunjukkan bahwa biaya terbesar yang dikeluarkan petani adalah biaya tenaga kerja, yaitu sebesar 60,28 persen dari biaya keseluruhan dengan sistem double row dan 62,15 persen dengan teknologi petani. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas diketahui bahwa struktur biaya usahatani ubi kayu berbeda-beda untuk setiap kasus usahatani. Struktur biaya tersebut akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan usahatani ubi kayu.

2.4. Pemasaran Ubi Kayu

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

5 69 134

Strategi Peningkatan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Di ” (Studi Kasus : Desa Lau Bekeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang)

3 127 71

Analisis Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Mocaf Dan Tepung Tapioka Di Kabupaten Serdang Bedagai (Kasus: Desa Bajaronggi, Kecamatan Dolok Masihul Dan Kecamatan Sei Rampah).

7 51 92

Analisis Curahan Tenaga Kerja, Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu. (Studi Kasus: di Desa Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simaiungun, Propinsi Sumatera Utara)

0 44 108

Analisis Pemasaran Ubi Kayu (Studi kasus : Desa Panombean Marjanji dan Desa Bosar Galugur, Kecamatan tanah Jawa Kabupaten Simalungun.)

1 62 80

Sistem Dan Analisis Usahatani Ubi Kayu. (Studi kasus di Desa Penggalangan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang.)

0 52 124

Analisis Usahatani Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun

10 89 90

Analisis nilai tambah dan pemasaran kayu sengon gergajian (studi kasus di kecamatan Cigudeg kabupaten Bogor)

4 12 200

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 4 208

Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi kayu desa galuga kecamatan cibungbulang kabupaten Bogor

2 11 70