VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Keragaan Usahatani Ubi Kayu
Keragaan usahatani ubi kayu dianalisis untuk mengetahui gambaran tentang usahatani ubi kayu di daerah penelitian. Analisis keragaan usahatani ubi
kayu dilakukan dengan mengidentifikasi penggunaan input, teknik budidaya, dan output yang dihasilkan pada usahatani ubi kayu di Desa Cikeas.
6.1.1. Penggunaan Input Usahatani Ubi Kayu
Input yang digunakan pada usahatani ubi kayu terdiri dari bibit, pupuk, dan tenaga kerja. Rincian rata-rata penggunaan bibit, pupuk, dan tenaga kerja per
hektar pada usahatani ubi kayu untuk petani pemilik dan petani penggarap di Desa Cikeas MT 20092010 dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Rata-rata penggunaan
input usahatani ubi kayu per hektar antara petani pemilik dan petani penggarap di Desa Cikeas dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Ubi Kayu per Hektar Antara
Petani Pemilik dan Petani Penggarap di Desa Cikeas MT 20092010 No.
Komponen Petani Pemilik
Petani Penggarap Nilai Rp
Nilai Rp 1.
Bibit Batang 538.462
9,18 589.744
12,05 2.
Pupuk Urea Kg
755.562 12,89
575.769 11,77
P. kandang Kg 797.673
13,61 481.538
9,84 Total biaya pupuk
1.553.235 26,50
1.057.308 21,61
3. Tenaga kerja
TKLK HOK 2.684.905
45,80 1.628.205
33,27 TKDK HOK
1.085.996 18,52
1.617.949 33,07
Total biaya tenaga kerja
3.770.901 64,32
3.246.154 66,34
Total biaya 5.862.597
100,00 4.893.205
100,00 1. Bibit
Bibit yang digunakan oleh seluruh petani ubi kayu baik petani pemilik ataupun petani penggarap di Desa Cikeas adalah bibit yang berasal dari varietas
lokal. Jenis ubi kayu yang ditanam petani anggota Gapoktan Sukaraharja adalah varietas Manggu. Petani menggunakan varietas Manggu karena varietas Manggu
memiliki produktivitas yang tinggi, umbinya mengandung pati yang cukup banyak, dan bibitnya mudah diperoleh.
Rata-rata penggunaan bibit ubi kayu per hektar pada petani pemilik adalah sebanyak 10.769 batang, sedangkan untuk petani penggarap adalah sebanyak
11.795 batang. Jumlah bibit yang digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap lebih besar dibandingkan dengan jumlah bibit yang direkomendasikan
yaitu sebanyak 10.000 batang per hektar untuk tanah subur Prihandana et al. 2007.
Bibit yang digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap berasal dari pertanaman sebelumnya, sehingga petani tidak perlu membeli bibit. Bibit
dalam kegiatan usahatani ubi kayu pada petani anggota Gapoktan Sukaraharja merupakan biaya yang diperhitungkan. Harga bibit ubi kayu diasumsikan Rp 50
per batang. Total biaya yang diperhitungkan untuk bibit pada petani pemilik adalah sebesar Rp 538.462, sedangkan pada petani penggarap sebesar Rp 589.744.
2. Pupuk Pupuk kandang merupakan pupuk terbanyak yang digunakan dalam
usahatani ubi kayu dibandingkan dengan pupuk kimia yaitu urea. Kegunaan dari pupuk kandang adalah untuk memperbaiki sifat fisik tanah, porositas tanah,
struktur tanah, dan daya menahan air tanah. Pupuk kandang yang digunakan oleh patani pemilik dan petani penggarap adalah pupuk dari kotoran kambing. Petani
ubi kayu di Desa Cikeas memperoleh pupuk kandang dari peternak kambing yang terdapat di sekitar Desa Cikeas. Penggunaan pupuk kandang berbeda-beda sesuai
dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing petani. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar untuk petani pemilik adalah sebanyak
3.988,36 kilogram, dan untuk petani penggarap yaitu sebanyak 2.407,69 kilogram. Jumlah pupuk kandang yang digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penggunaan pupuk kandang yang dianjurkan yaitu sebanyak 5.000–10.000 kilogram per hektar Prihandana et al.
2007. Harga pupuk kandang per karung adalah Rp 6.000, dimana per karungnya berisi 30 kilogram atau harga eceran per kilogram adalah Rp 200. Total biaya
55
untuk pupuk kandang yang dikeluarkan petani pemilik adalah sebesar Rp 797.673, sedangkan untuk petani penggarap sebesar Rp 481.538.
Selain pupuk kandang, pupuk kimia juga digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap dalam melakukan kegiatan usahatani ubi kayu. Pupuk kimia
yang digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap adalah pupuk urea. Pupuk urea diperoleh petani dari toko pertanian di sekitar Desa Cikeas. Rata-rata
penggunaan pupuk urea per hektar untuk petani pemilik adalah sebanyak 419,76 kilogram, dan untuk petani penggarap yaitu sebanyak 319,87 kilogram. Jumlah
pupuk urea yang digunakan oleh petani pemilik dan petani penggarap lebih besar dibandingkan dengan jumlah penggunaan pupuk urea yang dianjurkan yaitu
sebanyak 150-200 kilogram per hektar Prihandana et al. 2007. Harga eceran pupuk urea per kilogram adalah Rp 1.800. Total biaya yang dikeluarkan untuk
pupuk urea pada petani pemilik adalah sebesar Rp 755.562, sedangkan petani penggarap adalah sebesar Rp 575.769. Persentase biaya total pupuk yang
dikeluarkan oleh petani pemilik adalah 26,50 persen, sedangkan petani penggarap
adalah sebesar 21,61 persen. 3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap biaya usahatani ubi kayu. Biaya tenaga kerja
adalah biaya terbesar yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 3.770.901 atau 64,32 persen untuk petani pemilik, dan sebesar Rp 3.246.154 atau 66,34 persen untuk
petani penggarap. Tenaga Kerja yang digunakan terdiri dari TKDK dan TKLK. Sebagian besar kegiatan usahatani memanfaatkan tenaga kerja pria. Tenaga kerja
wanita hanya dibutuhkan pada saat penyiangan rumput dan gulma mengored. Tenaga kerja luar keluarga dibayar untuk membantu dalam kegiatan
pengolahan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Penggunaaan tenaga kerja baik yang berasal dari dalam maupun dari luar keluarga telah dikonversi ke dalam
satuan HOK. Tenaga kerja pria dijadikan sebagai standar pokok bagi penentuan satu satuan HOK yang memiliki rata-rata jam kerja lima jam per hari. Tenaga
kerja pria dengan upah Rp 20.000 dihitung sebagai satu HOK, sedangkan tenaga kerja wanita dengan upah Rp 10.000 dihitung sebagai 0,5 HOK. Perhitungan
56
tersebut diperoleh dari pembagian antara upah tenaga kerja wanita dengan upah tenaga kerja pria dikalikan dengan satu HOK.
Penggunaan tenaga kerja antara petani pemilik dan petani penggarap memiliki perbedaan. Petani pemilik umumnya menggunakan tenaga kerja upahan
kecuali untuk kegiatan pemupukan. Petani penggarap umumnya bekerja sebagai buruh tani, sehingga lebih banyak menggunakan TKDK kecuali untuk pengolahan
lahan yang banyak membutuhkan tenaga kerja sehingga harus mendatangkan tenaga kerja dari luar keluarga. Rata-rata penggunaan TKDK adalah 54,30 HOK
untuk petani pemilik, sedangkan untuk petani penggarap adalah sebesar 80,90 HOK. Rata-rata penggunaan TKLK untuk petani pemilik adalah 134,25 HOK,
sedangkan untuk petani penggarap adalah sebesar 81,41 HOK. Rata-rata penggunaan tenaga kerja adalah 188,55 HOK untuk petani pemilik, sedangkan
untuk petani penggarap adalah sebesar 162,31 HOK. Penggunaan tenaga kerja terbanyak baik untuk petani pemilik dan petani penggarap adalah pada saat
pengolahan lahan, hal ini disebabkan tanah yang cukup keras dan kering. Oleh karena itu untuk mengolah lahan petani biasanya menggunakan garpu.
6.1.2. Teknik Budidaya Ubi Kayu