28 kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dapat dinyatakan dalam bentuk skor atau
angka. Ketika seseorang mempelajari banyak hal maka banyak pula perubahan dalam dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam perbuatan, perkataan,
pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah guru memegang peranan penting. Guru di sekolah mengukur tingkat
keberhasilan belajar siswa tidak pada kemampuan kognitifnya saja tetapi juga memperhatikan aspek afektif dan psikomotorisnya.
2. Hasil Belajar Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah sebagai sebuah proses belajar dan mengajar antara siswa, guru, dan lingkungan dalam mempelajari konsep
matematika. Suatu perolehan dari proses belajar atau mempelajari konsep matematika itulah yang disebut hasil belajar matematika. Saat kegiatan
pembelajaran matematika tersebut berlangsung guru perlu mengetahui dan memahami kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswanya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo dalam Susanto 2015: 191 yakni hasil belajar matematika siswa sekolah dasar belum memuaskan, juga adanya
kesulitan belajar yang dihadapi siswa, dan kesulitan yang dihadapi guru dalam mengajarkan matematika. Berdasarkan hasil ujuan akhir sekolah UNUASBN
rata-rata hasil belajar matematika untuk siswa sekolah dasar berkisar antara nilai 5 dan 6, bahkan lebih kecil dari angka tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa
kemampuan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika masih kurang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan
dalam kegiatan pembelajaran matematika di sekolah masih belum memuaskan.
29 Dalam hal ini, guru mempunyai peran penting dalam memperbaiki hasil belajar
matematika di sekolah. Guru hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi kegiatan pembelajaran di sekolah. Selain itu juga memperhatikan bagaimana
karakteristik siswa sekolah dasar, agar guru bersama dengan siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat terus diingat dan diterapkan dalam diri siswa.
Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu hasil belajar pada aspek kognitif pada tingkatan C1 sampai C3. Anderson dan Krathwohl 2015: 100
mengatakan bahwa tingkatan C1 sampai C3 secara berturut-turut yakni mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Berikut penjelasan mengenai tingkatan hasil
belajar C1 sampai C3. a. Mengingat
Tingkatan hasil belajar C1 adalah mengingat. Seperti yang dijelaskan oleh Anderson dan Krathwohl 2015: 99 bahwa proses mengingat merupakan proses
pengambilan pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Sebagai contoh mengingat kembali rumus-rumus volume bangun ruang, nama-nama
bangun datar, mengingat tokoh proklamator Indonesia, dan lain-lain. Berdasarkan revisi Taksonomi Bloom dalam Anderson dan Krathwohl 2015: 103 kata kerja
operasional untuk kemampuan mengingat, yaitu mengidentifikasi, menyebutkan, mengingat kembali, menyusun, menjodohkan, memberi nama, mendefinisikan,
menunjukkan, memilih, dan menyusun urutan.
30 b. Memahami
Tingkatan hasil belajar C2 adalah memahami. Anderson dan Krathwohl 2015: 105 menjelaskan bahwa siswa dapat dikatakan memahami apabila mereka
dapat mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran berupa ucapan, tulisan, maupun gambar yang disampaikan oleh guru. Sebagai contoh siswa dapat
memparafrasakan materi yang diucapkan oleh guru dengan menuliskannya dalam bentuk ringkasan materi. Kata kerja operasional untuk kemampuan memahami
yang disampaikan Anderson dan Krathwohl 2015: 107, yaitu memparafrasakan, menjelaskan, memberi contoh lain, mengubah, menuliskan, merangkum,
menyimpulkan, dan mengklasifikasikan. c. Mengaplikasikan
Tingkatan hasil belajar C3 adalah mengaplikasikan. Anderson dan Krathwohl 2015: 116 menjelaskan bahwa proses mengaplikasikan melibatkan penggunaan
prosedur-prosedur untuk menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, jika seorang siswa yang diberikan sejumlah soal latihan mengenai persamaan kuadrat, maka
siswa akan menyelesaikan soal tersebut dengan prosedur mengalikan angka- angkanya untuk mendapatkan hasil akhirnya. Terdapat beberapa kata kerja
operasional pada kemampuan mengaplikasikan yang dijelaskan oleh Anderson dan Krathwohl
2015: 117,
yaitu menemukan,
menghitung, mengubah,
mempraktikkan, mendemonstrasikan, mengubah, dan menggunakan.
C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pendidik atau guru tidak boleh melupakan hal penting dalam pembelajaran di sekolah yakni memahami karakteristik siswa yang akan diajarnya. Siswa sekolah
31 dasar merupakan individu yang unik dan memiliki karakteristik yang khas. Menurut
Izzaty, dkk 2013: 103 masa anak-anak usia sekolah dasar bisa disebut juga sebagai masa kanak-kanak akhir yakni pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas
dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun. Menurut Jean Piaget tahap perkembangan kognitif anak terdiri atas empat tahapan, yakni sensori motorik
0-2 tahun, pra operasional 2-7 tahun, operasional konkret 7-11 tahun, dan operasional formal 11-15 tahun.
Izzaty 2013: 114 membagi masa kanak-kanak akhir menjadi dua fase, yaitu: 1. Fase kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung antara usia 6 atau 7 tahun
sampai 9 atau 10 tahun. Biasanya anak usia tersebut duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar.
2. Fase kelas tinggi sekolah dasar yang berlangsung antara usia 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Biasanya anak usia tersebut duduk di kelas 4, 5, dan
6 Sekolah Dasar. Anak usia sekolah dasar khususnya yang duduk di kelas tinggi memiliki ciri-
ciri sebagai berikut Izzaty, 2013: 115. 1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari.
2. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis. 3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.
4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
belajarnya di sekolah. 5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk
bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.
Siswa kelas V Sekolah Dasar merupakan masa kanak-kanak akhir atau masa usia sekolah dasar yang berada pada tahap perkembangan kognitif operasional
konkret. Pada tahap operasional konkret ini anak membutuhkan media konkret dan
32 alat bantu visual dalam kegiatan pembelajaran khususnya mata pelajaran
matematika. Berdasarkan uraian karakteristik siswa sekolah dasar di atas dapat disimpulkan bahwa pada usia sekolah dasar anak-anak lebih suka membentuk
kelompok sebaya untuk bermain bersama. Bermain merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan anak-anak. Saat di kelas anak-anak tidak hanya bertugas
untuk belajar, tetapi guru juga dapat melakukan sebuah permainan saat melakukan kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran matematika di sekolah dasar seringkali membuat anak kurang tertarik atau cenderung kurang memperhatikan penjelasan yang
disampaikan oleh guru. Penggunaan permainan dalam pembelajaran matematika akan menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa saat mereka merasa bosan selama
proses pembelajaran berlangsung. Permainan yang hendak digunakan saat proses pembelajaran matematika di kelas sebaiknya yang berkaitan dengan materi yang
sedang disampaikan. Sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran dan membuat siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung melalui permainan
tersebut.
D. Permainan Kartu Kuartet
1. Pengertian Permainan