pedagogy dan di dalam pembelajaran. Ada permasalahan berupa
kecenderungan sikap guru untuk menghindari sejarah kontroversial, terutama sejarah kontroversial yang kontemporer dan politis karena belum optimalnya
pengetahuan yang dimiliki. Kecenderungan itu menyebabkan critical pedagogy
diimplementasikan setengah hati. Ditinjau dari aspek-aspek critical pedagogy
, proses dialogis dan kontekstual dalam pembelajaran sejarah kontroversial pada dasarnya telah dicoba untuk dilaksanakan, tetapi belum
secara menyeluruh. Proses dialogis dan kontekstual hanya dijalankan pada bagian-bagian tertentu dan tidak diterapkan secara berkesinambungan.
Kemudian terkait dengan kaidah 4K, yakni kausalitas, kronologis, komprehensivitas, dan kesinambungan, dalam pelaksanaannya guru cenderung
lemah dalam aspek komprehensivitas. Ditinjau dari aspek pembelajaran, pada perencanaan, guru-guru lemah dalam penyusunan perencanaan secara mandiri.
Di aspek pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa kelemahan terutama dalam aspek pemanfaatan sumber-sumber belajar. Dalam aspek metode, guru
cenderung menghindari permasalahan kontroversial
dan memilih pembelajaran yang konformis, namun sesekali menerapkan diskusi dan
penugasan mandiri. Sementara itu, pada aspek subjek belajar, evaluasi, fasilitas tidak terlalu terdapat permasalahan. Pada aspek pendukung belum
tampak peran yang signifikan dari MGMP, MSI, LPTK, maupun kebijakan pemerintah yang mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial
dengan pendekatan critical pedagogy. Di dalam penelitian ini, ada hal yang menjadi catatan bahwa status sekolah, baik RSBI, SKM, atau SSN tidak
memberikan kontribusi terhadap implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial.
3. Kendala Guru dalam Implementasi Critical Pedagogy dalam Pmbelajaran
Sejarah Kontroversial
Pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy diimplementasikan tidak tanpa kendala. Permasalahan tersebut tampak dalam
beberapa aspek, yakni aspek umum pembelajaran sejarah, aspek sejarah kontroversial, dan aspek critical pedagogy. Pada aspek sejarah kontroversial
dan critical pedagogy terkendala dengan belum adanya ancangan baku dan kebijakan yang digunakan oleh guru sebagai pegangan dalam pembelajaran
sejarah kontroversial. Kecederungan guru untuk mengembangkan konformitas dalam pembelajaran menjadi konsekuesi ketika tidak adanya policial will yang
mengapresiasi dan mengakomodasi perkembangan pembelajaran sejarah kontroversial. Di dalam praksis pembelajaran sejarah kontroversial dalam
perspektif critical pedagogy, aspek yang menjadi kendala dapat terbagi dalam beberapa hal, yakni pada aspek perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan
aspek pendukung lainnya. Dalam aspek teknis, kendala keterbatasan alokasi waktu menjadi alasan utama guru-guru dalam implementasi critical pedagogy
dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Dintinjau dari aspek peserta didik ada kecenderungan untuk mengacuhkan materi sejarah karena alasan
pragmatis. Kemudian kendala yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan akses terhadap sumber dan media pembelajaran yang menunjang dalam
pembelajaran sejarah kontroversial. Belum adanya metode yang baku dalam implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial
menyebabkan adanya perbedaan metode yang digunakan serta kegamangan dalam pelaksanaan pembelajaran. Ditinjau dari aspek penunjang, ada
permasalahan berupa belum optimalnya peran dari MGMP, MSI, LPTK dalam pembelajaran sejarah kontroversial.
4. Apresiasi Peserta Didik terhadap Implementasi Critical pedagogy dalam
Pembelajaran Sejarah Kontroversial
Pembelajaran sejarah kontroversial dalam perspektif critical pedagogy memberikan peserta didik pengalaman-pengalaman dan wawasan yang baru,
sekaligus berpotensi melatih kemampuan berpikir analitis mereka. Dari hasil penelitian, peserta didik memiliki ketertarikan terhadap materi-materi sejarah
kontroversial. Sejarah kontroversial secara psikologis telah mendorong rasa ingin tahu curiousity di kalangan peserta didik yang berfungsi sebagai
stimulus agar mereka lebih dalam untuk mencari tahu dan memecahkan masalah mengapa peristiwa-peristiwa kontroversial tersebut terjadi. Namun
demikian, alasan pragmatisme ternyata telah menjadi permasalahan yang menyebabkan apresiasi peserta didik yang tinggi tetapi hanya sebatas di dalam
kelas. Pragmatisme itu tampak dari kecenderungan pandangan peserta didik yang menganggap sejarah tidak sesuai dengan bidang ilmu yang dicita-
citakannya, sehingga pembelajaran sejarah tidak dianggap penting.