Komponen Pembelajaran Sejarah Pembelajaran Sejarah Kontroversial

pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas ruang formal, maka pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena dalam instruction yang ditekankan proses belajar, maka usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik disebut pembelajaran. Pembelajaran juga dapat berarti proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kosasih Djahiri A. dalam Isjoni, 2007: 78 menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses keterlibatan totalitas diri peserta didik dan kehidupannya atau lingkungannya secara terarah, terkendali ke arah penyempurnaan, pembudayaan, pemberdayaan totalitas diri dan kehidupannya melalui proses learning to know, learning to belief, learning to do dan to be serta learning to life together. Menurut Darsono 2000: 26, pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk membantu peserta didik agar memperoleh pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku peserta didik bertambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku peserta didik. Atas dasar pemikiran di atas, pemerintah RI telah merumuskan pengertian dari pembelajaran yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, yakni pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan demikian, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memberikan kegiatan interaksi yang aktif dari peserta didik dan guru atau pendidik. Berkaitan dengan sejarah, I Gde Widja 1989: 23 menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Selanjutnya Isjoni 2007:13 menyatakan bahwa, Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembelajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau. Sebagai sebuah sistem, pembelajaran merupakan suatu rangkaian yang merupakan suatu kesatuan. Pembelajaran sebagai sistem merupakan interaksi fungsional antarsubsistem Ahmad Sugandi dkk., 2004: 20. Pada hakikatnya pembelajaran sebagai sistem merupakan suatu kesatuan berbagai unsurelemen yang memiliki hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai tujuanfungsi sistem tersebut. Di dalam proses pembelajaran terdapat komponen-komponen yang menyusun suatu pembelajaran yaitu 1 tujuan, 2 subjek belajar, 3 materi pelajaran, 4 strategi pembelajaran, 5 media pembelajaran, 6 evaluasi, dan 7 penunjang Ahmad Sugandi dkk., 2004: 28-30. Tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku peserta didik bertambah. Tujuan pembelajaran ini mengacu para ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik. Sementara itu subjek belajar mencakup pribadi yang ada dalam proses pembelajaran, yakni peserta didik dan guru. Materi merupakan halinformasi yang diberikan dalam proses pembelajaran. Materi ini telah disesuaikan dengan kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan pola umum dalam mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Komponen penunjang dalam pembelajaran antara lain fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, pembuatan perencanaan atau desain pembelajaran berfungsi untuk memudahkan serta memberikan efektivitas dalam pembelajaran agar tujuan yang hendak dicapai bisa dengan mudah terlaksana. Desain pembelajaran atau desain instruksional merupakan keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut Ahmad Sugandi dkk., 2004: 46. Dalam kegiatan pembelajaran agar terwujud efektivitas pembelajaran dan agar tujuan bisa dengan mudah terwujud harus ada perencanaan pembelajaran dalam bentuk desain pembelajaran. Desain pembelajaran ini bermanfaat bagi guru karena dapat memberikan gambaran awal tentang rencana pengajaran dalam kelas. Di dalam prosesnya, desain pembelajaran ini melakukan pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Tujuan penyusunan atau pendesainan desain pembelajaran ini adalah pada dasarnya untuk mempermudah dalam pelaksanaan proses pembelajaran karena terjadi pembelajaran yang terencana dan efektif, sehingga tujuan dari pembelajaran yaitu peserta didik yang cerdas ranah kognitif, kreatif ranah psikomotorik dan memahami norma afektif bisa terwujud. Penyusunan desain pembelajaran pada awalnya harus memperhatikan komponen-komponen dalam pembelajaran meliputi 1 tujuan, 2 subjek belajar, 3 materi pelajaran, 4 strategi pembelajaran, 5 media pembelajaran, 6 evaluasi, serta 7 sarana penunjang seperti fasilitas belajar, buku sumber, pemanfaatan ligkungan dan sebagainya Ahmad Sugandi dkk., 2004: 28-30. Desain atau perencanaan pembelajaran dikembangkan oleh para pengembang yaitu guru di sekolah, pengarang, pendidik dan psikolog serta para profesional dalam bidang pendidikan. Tugas para pengembang dan pendesain model pembelajaran adalah menentukan hasil belajar prestasi peserta didik yang dapat diamati dan diukur, mengidentifikasi peserta didik yang akan belajar, menulis dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, menentukan media, menentukan situasi dan kondisi pengenalan kelas, menentukan kriteria seberapa prestasi peserta didik telah dianggap cukup, memilih metode yang tepat, menentukan model tesevaluasi, mengadakan perbaikan remidi untuk yang tertinggal Haryanto, 2003: 53. Di dalam pembelajaran dikenal adanya beberapa model pengembangan sistem dan desain instruksional. Model pengembangan sistem dan desain instruksional adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem dan desain instruksional. Dalam pelaksanaannya ada beberapa macam model desain pembelajaran yaitu model PPSI, model Gerlach dan Ely, model Bela H. Banathy, model Jerold E. Kemp serta model IDI Ahmad Sugandi dkk., 2004: 48. Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, perencanaan pembelajaran meliputi pengembangan silabus dan rencana pembelajaran. Beberapa aspek yang terkadung dalam silabus meliputi pengembangan kompetensi dasar dalam materi dan indikator-indikator, pengembangan model pembelajaran, penyusunan alat evaluasi, penentuan media, dan sumber belajar. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 yang berbunyi, Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. PP No. 19 tahun 2005 Dalam penelitian ini komponen-komponen dalam perencanaan atau desain pembelajaran sejarah akan dijadikan acuan untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan pembelajaran.

b. Tujuan Pembelajaran Sejarah Kontroversial

Pembelajaran sejarah yang tertuang dalam mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini karena pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik Permendiknas No. 22 tahun 2006. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan sejarah dalam kurikulum 2006 seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, 1 membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan, 2 melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan, 3 menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau, 4 menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, 5 menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. Secara lebih spesifik, pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial dengan memberikan argumentasi yang kuat dan logis tentang pendapat-pendapat yang berbeda itu memiliki beberapa tujuan. Abu Su’ud 1993: 20-21 menyatakan bahwa pengembangan pola isu kontroversial dalam kelas sejarah bertujuan untuk mencapai 1 peningkatan daya penalaran, 2 peningkatan daya kritik sosial, 3 peningkatan kepekaan sosial, 4 peningkatan toleransi dalam perbedaan pendapat, 5 peningkatan keberanian pengungkapan pendapat secara demokratis, serta 6 peningkatan kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Wiriaatmadja yang dikutip didin Sarpdin 2009:3, menyatakan bahwa keuntungan menggunakan model pembelajarn isu kontroversial adalah: 1 Mengajarkan kepada peserta didik keterampilan akademis untuk membuat hipotesis, mengumpulkan evidensi, menganalisis data, dan menyajikan hasil inkuiri; 2 Melatih peserta didik untuk menganalisis, mensisntesis, dan menilai suatu peristiwa secara ilmiah; dan 3 Melatih siswa untuk menghadapi kehidupan sosial yang kompleks dengan