Konsep-Konsep Dasar Critical Pedagogy
Ira Shor http:en.wikipedia.orgwikiCritical_pedagogy, 25 Mei 2009, seorang tokoh dalam pendidikan kritis, mendefinisikan critical
pedagogy sebagai
… habits of thought, reading, writing, and speaking … to understand the deep meaning, root causes, social context, ideology,
and personal consequences of any action, event, object, process, organization, experience, text, subject matter, policy, mass media,
or discourse
.
Critical pedagogy merupakan kebiasaan berpikir, membaca,
menulis, dan mengungkapkan sesuatu untuk memahami makna yang terdalam, memahami akar permasalahan berdasarkan konteks sosial,
ideologi, dan pemahaman personal atas segala macam kegiatan, peristiwa, objek, proses, organisasi, pengalaman, teks, pokok bahasan, kebijakan,
media massa, maupun wacana. Henry Giroux yang dikutip Monchinski 2008: 2 menyatakan
bahwa critical pedagogy sama dengan political pedagogy, artinya adalah critical pedagogy
menyatakan bahwa proses pendidikan pada dasarnya bersifat politik, yang bertujuan untuk mewujudkan sebuah keterhubungan,
kesepahaman, dan keterpautan secara kritis dengan berbagai isu-isu sosial dan bagaimana memaknainya. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya
melakukan sebuah sikap yang kritis tetapi juga cukup tanggap untuk “bertarung” dengan kondisi politik dan ekonomi sehingga mampu
mewujudkan sebuah demokratisasi. Critical pedagogy
merupakan pandangan yang bersifat transdisiplin dan banyak dipengaruhi oleh beberapa pemikiran seperti
Marxisme, teori kritis Mazhab Frankfurt, feminisme, pascakolonialisme, pascastrukturalisme, media studies, cultural studies, anti-racis studies, dan
pascamodernisme. Critical pedagogy dipengaruhi pula oleh pemikiran Antonio Gramsci tentang pengetahuan dan hegemoni, serta Paulo Freire
tentang pendidikan kaum tertindas Listyana, Lavandez, Nelson, 2004: 9; Agus Nuryatno, 2008: 4. Sebagai pendekatan dalam pendidikan,
critical pedagogy telah mulai muncul pada tahun 1960-an dan berkembang
secara luas di Amerika Serikat sekitar 30 tahun yang lalu sebagai pendekatan pembelajaran yang menyediakan inovasi pembelajaran untuk
pemberdayaan peserta didik. Pendekatan ini mulai dikenalkan oleh Paulo Freire dan beberapa teoretisi pendidikan lain yang berpengaruh terhadap
pembelajaran dan aktivitas di akar rumput, dan banyak mengawali transformasi pendidikan yang bertujuan untuk menghubungkan antara
teori dan praktik sebagai upaya pemberdayaan masyarakat Ochoa Lassalle, 2008: 2.
Di dalam pemikirannya, critical pedagogy merupakan
pengembangan dari pemikiran-pemikiran Paulo Freire. H.A.R. Tilaar 2002: 236 menjelaskan bahwa secara singkat filsafat pendidikan Paulo
Freire menekankan pada tiga hal, yaitu 1 masalah penindasan, 2 ketergantungan pada bekas penjajah
atau sumber-sumber pengetahuan eksternal dalam pengambilan keputusan politik, ekonomi, dan juga pendidikan, 3 orang-orang
yang tersisih atau termarginalisasi yang membentuk “budaya bisu”.
Oleh karena itu, konsep-konsep yang dikembangkan dan tujuan yang hendak dicapai dalam critical pedagogy pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan pemikiran Freire tersebut. Peter Mc Laren dalam Agus Nuryatno 2008: 1-2 menyatakan
walau pemikiran ini tidak merepresentasikan satu gagasan yang tunggal dan homogen, terdapat satu tujuan yang sama dalam critical pedagogy.
Tujuan tersebut adalah memberdayakan kaum tertindas dan mentransformasi ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui
media pendidikan. Transformasi tersebut dilakukan dengan melakukan pemahaman terlebih dahulu terhadap konteks sosiopolitik dan melakukan
demokratisasi dalam konteks yang lebih luas Fischman Mc Laren, 2005: 425. Dengan demikian, tidak ada lagi ketimpangan, karena cita-cita
yang diinginkan adalah adanya kesetaraan dan keadilan. Critical pedagogy
memberikan titik kajian pada hubungan antara pendidikan dan politik, relasi antara kehidupan sosial-politik dan praksis
pendidikan, antara reproduksi atas struktur hierarkis yang saling berkaitan, antara kekuasaan dan keistimewaan dalam ranah yang terjadi dalam
kehidupan sosial keseharian dan dalam ruang kelas, serta institusi-institusi pendidikan Fischman Mc Laren, 2005: 425. Pemikiran ini dilandasi
sebuah anggapan bahwa pendidikan tidaklah berada pada ruang hampa yang menyebabkan pendidikan tidak dapat dipahami dalam bingkai
analisis ekonomi dan keadaan politik yang lebih luas Listyana, Lavandez, Nelson, 2004: 3.
Atas dasar pandangannya yang bersifat menyeluruh, maka tidak ada satu gagasan yang berifat tunggal dan homogen dalam critical
pedagogy . Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pelaksanaan critical
pedagogy berbasis pada keadilan dan kesetaraan. Oleh karena itu,
pendidikan tidak hanya berkutat pada masalah sekolah, kurikulum, dan kebijakan pendidikan, tetapi juga tentang keadilan sosial dan kesetaraan
Agus Nuryatno, 2008: 3. Ditinjau dari aspek kajiannya, critical pedagogy merupakan bagian
dari ideologi kritis dalam pendidikan. Pada ideologi kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap the dominant
ideology ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah
menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem
sosial yang lebih adil. Mansour Fakih 2001: xvii menjelaskan bahwa tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang
mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil. Pendekatan kritis berorientasi pada terwujudnya kesadaran kritis dari
peserta didik agar mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemampuan manganalisis bagaimana struktur dan
sistem itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal penting yang dibangun dalam critical pedagogy adalah kesadaran kritis peserta didik agar mereka mampu mendemistifikasi
kepentingan ideologis yang menyelimuti realitas Agus Nuryatno, 2008: 2. Kesadaran kritis menurut Marthen Manggeng 2005: 43 ditandai
dengan “kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak. Pembicaraan bersifat dialog.
Pada tingkat ini orang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab akibat”. Seseorang dengan kesadaran kritis diharapkan mampu
menyingkap fenomena-fenomena tesembunyi yang melampaui asumsi- asumsi yang hanya berdasarkan common sense Agus Nuryatno, 2008: 2-
3. Paulo Freire dalam Au, 2007: 3 menyatakan bahwa kesadaran itu
penting terhadap manusia karena manusia “are not only in the world, but with the world and have the capacity to adapt… to reality plus the critical
capacity to make choices and transform that reality ”. Artinya adalah
bahwa manusia tidak hanya di dunia, tetapi di dalam dunia dan memiliki kapasitas untuk menyesuaikan diri terhadap realitas dan memiliki
kemampuan kritis untuk membuat pilihan dan mengubah realitas. Untuk mencapai kesadaran dibutuhkan adanya proses yang disebut
penyadaran atau conscientization. Penyadaran diartikan sebagai belajar memahami kontradiksi sosial, politik, dan ekonomi, serta mengambil
tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dari realitas tersebut Freire, 2008: 1. Senada dengan itu, Pepi Leistyana 2004: 17
menjelaskan bahwa penyadaran adalah “ability to analize, problematize pose questions, and affect the sociopolitical, economic, and cultural
realities that shape our lives” , yaitu kemampuan untuk menguraikan,
mempermasalahkan menyikapi pertanyaan-pertanyaan, dan memberikan suatu sentuhan perasaan terhadap keadaan sosiopolitik, ekonomi, dan
realitas kebudayaan yang melingkupi hidup kita. Proses penyadaran ini menurut Paulo Freire 2008: 2-3 memungkinkan seseorang untuk
memasuki proses sejarah sebagai subjek-subjek yang bertanggung jawab, dan mengantarkan mereka masuk ke dalam pencapaian afirmasi diri
sendiri sehingga menghindarkan fanatisme. Agus Nuryatno 2008: 9 menjelaskan bahwa proses penyadaran menjadikan seseorang memiliki
critical awareness , sehingga mampu melihat secara kritis kontradiksi-
kontradiksi sosial yang ada di sekelilingnya dan mengubahnya. Dalam critical pedagogy, satu kata kunci yang melingkupi
keseluruhan landasan, pelaksanaan, dan upaya pencapaian tujuannya adalah adanya “kritik”. Kritik dalam konteks critical pedagogy berarti
“usaha-usaha untuk mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi yang dihasilkan oleh hubungan-hubungan kekuasaan di dalam masyarakat,
sehingga mampu menyingkap kenyataan sejarah sekaligus hendak membebaskan masyarakat Agus Nuryatno, 2008: 28”.