Apresiasi Peserta Didik terhadap Implementasi Critical pedagogy

peserta didik diberikan pertanyaan tentang pandangan peserta didik tentang pembelajaran itu sendiri. Secara umum sebagian siswa menyenangi pelajaran sejarah, tetapi tidak jarang pula ada yang menganggap pelajaran sejarah sebagai pelajaran yang kurang menarik. Salah seorang siswa bernama Kinanti Widiari Wawancara 1 Maret 2010 berpendapat bahwa “saya menyukai pelajaran sejarah, karena membuat imajinasi dan sangat menyenangkan membaca cerita-cerita dari masa lalu”. Hal tersebut didukung pula oleh pendapat dari Reza Wijaya wawancara 1 Maret 2010 “lumayan seru, apalagi kalau gurunya mantap, plus kalau membahas tentang politik”. Selain menyenangi pelajaran sejarah karena kandungan materi dan cerita-ceritanya, ada pula yang menganggap pelajaran sejarah adalah pelajaran yang menyenangkan karena pelajaran sejarah dianggap sebagai pelajaran intermezo di sela-sela padatnya pelajaran ilmu pasti pada jurusan IPA. Hal ini diungkapkan oleh Dedi Permana wawancara 8 Maret 2010, peserta didik Jurusan IPA yang menyatakan bahwa “saya menikmati pelajaran sejarah dengan baik karena salah satu pelajaran IPS dalam bidang IPA”. Di samping itu, ada pula pendapat yang berbeda dari Sinta Anindita wawancara 1 Maret 2010 yang menyatakan “pelajaran sejarah sebenarnya menarik, karena mengulas peristiwa zaman dahulu, tetapi karena pelajaran sejarah berisi tentang teori-teori, saya jadi kurang tertarik dengan pelajaran sejarah”. Hal yang hampir sama diungkapkan pula oleh Yulia Meutia wawancara 1 Maret 2010 bahwa “sejarah menarik bila materi pelajaran yang diajarkan ada bukti nyatanya, contohnya peninggalan sejarah … sejarah membosankan jika materi yang diajarkan menyangkut teori”. Ada beberapa alasan yang diungkapkan berkaitan dengan kekurangtertarikan peserta didik terhadap pelajaran sejarah. Kekurangtertarikan tersebut disebabkan pelajaran sejarah tidak memberikan bukti-bukti dan cenderung pada hal-hal yang bersifat abstrak. “Banyak teori dan tanggal, juga momen penting yang harus dihapalkan” kata Sinta Anindita ketika diwawancarai pada 1 Maret 2010. Selain itu ada juga pendapat dari Kinanti Widiari wawancara 1 Maret 2010 bahwa “terkadang saya menemukan guru yang kurang mendukung imajinasi saya”. Terkait dengan masalah penjurusan keilmuan ada pendapat dari Ahmad Firdaus wawancara 1 Februari 2010 yang menyatakan bahwa kekurang tertarikan itu karena “lebih fokus terhadap pelajaran-pelajaran IPA, jadi sejarah menjadi kurang tertarik”. Terkait pandangan peserta dik dengan guru sejarah, Yulia Meutia S. wawancara 1 Februari 2009 menyatakan bahwa “guru sejarah modern, karena mengajar tidak hanya monoton pada buku paket, tetapi juga memberi tugas untuk presentasi”. Selain itu Shinta Anindita wawancara 1 Februari 2009 menyatakan bahwa “guru sejarah saya menarik karena menerangkan suatu peristiwa jaman dahulu dengan mencontohkan peristiwa sehari-hari”. Selain itu ada ada pula yang menganggap bahwa pandangan mereka terhadap guru sejarah biasa-biasa saja, seperti yang dituturkan oleh Yuliana Dwi A wawancara 1 Februari 2010. Ditinjau dari aspek ketertarikan materi, ada mteri-materi yang mendapat perhatian di kalangan peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara materi-materi tersebut adalah 1 Materi prasejarah; 2 Materi tentang kerajaan-kerajaan tradisional; 3 Materi tentang kebudayaan, seperti kebudayaan Hindu-Budha dan Islam, serta peninggalan- peninggalannya; 4 Materi tentang proklamasi kemerdekaan; 5 Materi- materi kontroversial, seperti G 30 S dan Supersemar; 6 Materi tentang sejarah kontemporer, seperti materi tentang perubahan kepemimpinan dari Sukarno ke Soeharto, serta materi tentang reformasi 1998. Dari pandangan umum tentang pelajaran sejarah, ada peserta didik di SMA N 1 Semarang yang sebenarnya menganggap bahwa pelajaran sejarah menarik, tetapi ada pula yang menganggap pelajaran sejarah tidak menarik. Apresiasi secara umum tentang pelajaran sejarah dapat dikatakan cukup beragam, tetapi lebih banyak ke arah yang positif walau masih banyak ditemukan kekurangtertarikan. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa ada siswa yang berpandangan bahwa materi yang bersifat kontroversial sudah cukup menarik. Kinanti Widiari wawancara 1 Februari 2009 menyatakan “materi yang menarik G 30 S, Supersemar, reformasi ’98 karena kontroversi dan belum terungkap jelas”. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa siswa telah mengetahui tentang permasalahan sejarah kontroversial. Apresiasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah dapat ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari aspek materinya, seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa sebagian peserta didik telah memiliki ketertarikan terhadap materi-materi yang bersifat kontroversial. Ketika para peserta didik diwawancarai ulang tentang peristiwa kontroversial, seperti G 30 S, ada rasa ingin tahu pada peserta didik yang diwujudkan dengan mengajukan pertanyaan saat wawancara. Namun demikian yang disayangkan adalah bahwa ternyata ada peserta didik yang justru tidak mendapatkan infromasi dari guru pada saat pembelajaran, tetapi dari media yang lain. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang peserta didik dari kelas IPS, Dhini Pramesti Wawancara 1 Februari 2010 yang menyatakan bahwa “saya tahu sedikit tentang peristiwa G 30 S PKI, kalau peristiwa itu banyak versinya, tapi saya dapat itu dari bimbel bimbingan belajar”. Tapi tidak sedikit pula peserta didik yang masih belum memahami secara jelas peristiwa G 30 S. Kebanyakan peserta didik yang tidak terlalu memahami adalah peserta didik pada kelas IPA. Dari wawancara yang dilakukan, peserta didik di SMA N 1 Semarang, ada beberapa penyikapan dari peserta didik tentang sejarah kontroversial. Ada yang berpandangan bahwa kontroversi adalah hal yang wajar, karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda. Lebih lanjut lagi Kinanti Widiari wawancara 1 Februari 2010 menyatakan bahwa Dalam sejarah Indonesia kontroversi sejarah belum terungkap secara jelas. Kita masih takut melihat masa lalu dan terus menutup- nutupinya dengan membohongi rakyat Indonesia di buku-buku teks sejarah. Banyak terjadi hal-hal yang ditambah atau dikurangi oleh penulis. Ada pula beberapa peserta didik yang memang tidak memahami kontroversi sejarah. Ketika ditanya mereka tidak terlalu memahami konsep tentang kontrovers sejarah. Dengan demikian, terdapat apresiasi yang berbeda yang menumbuhkan sikap peserta didik terhadap sejarah kontroversial. Berkaitan dengan permasalahan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru sejarah, terutama pada materi sejarah kontroversial, apresiasi peserta didik cukup baik. Dari wawancara yang dilakukan, peserta didik mengaku tertarik dengan materi yang disampaikan. Pada kompetensi dasar “Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan antara lain: PKI Madiun 1948, DITII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-SPKI” terdapat materi tentang G 30 S yang banyak mendapat perhatian dari peserta didik. Di SMA N 1 Semarang, pembelajaran yang menekankan pada aspek bercerita dan tanya jawab hanya memeberikan ruang yang sempit untuk pembahasan tentang kontroversi sejarah seputar G 30 S. Para peserta didik mengakui bahwa metode pembelajaran yang digunakan guru ketika menyampaikan materi tentang sejarah kontroversial telah dialogis. Artinya peserta didik telah merasa untuk diajak berpikir tentang peristiwa yang bersifat kontroversial. Namun demikian, dari wawancara dengan peserta didik, ternyata proses dialogis tersebut hanya muncul pada metode tanya jawab. Dhini Pramesti wawancara 1 Februari 2010 menyatakan bahwa “guru masih jarang menggunakan debat atau diskusi… lebih banyak tanya jawab”. Hal tersebut memang diakui oleh Susilowati wawancara 1 Februari 2010, guru sejarah SMA N 1 Semarang bahwa ia lebih menekankan pembelajaran pada aspek bercerita dan pemberian makna. Pada saat observasi di lapangan, pada kompetensi dasar tentang “Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan antara lain: PKI Madiun 1948, DITII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-SPKI” guru lebih cenderung mendominasi pembelajaran. namun demikian, guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk bertanya dan memberikan argumen. Belum adanya metode khusus dalam mengajarkan sejarah kontroversial memberikan pemahaman ynag sulit di kalangan peserta didik. Bagi peserta didik dari kelas IPA, Dedi Permana wawancara 1 Februari 2010, menyatakan bahwa “kadang gurunya terlalu serius, galak, jadi kita tidak santai dalam menerima pelajaran”. Ketika dikonfirmasi dengan guru yang bersangkutan, alasan tentang minimnya alokasi waktu dalam pembelajaran ditambah dengan banyaknya materi yang disampaikan membuat penerapan metode pembelajaran yang lebih variatif cenderung mengalami kendala. Berdasarkan pengakuan dari Erlinda Pramudya wawancara 1 Februari 2010, pada saat pembelajaran sejarah “suasana kelas sering ramai karena oknum tertentu”. Selain itu Donny Yudhistira wawacara Februari 2010 menyatakan bahwa “ suasana kadang ramai, tapi kadang juga serius”. Namun demikian ada pula yang menyatakan bahwa suasana pembelajaran sejarah “seru” wawancara Reza W, 1 Januari 2010. Suasana pembelajaran yang tertib didukung pula oleh pandangan dari Ahmad Jama’ah, Sinta Anindita, dan Yulina Dwi. Dengan demikian, ada berbagai tanggapan yang dilontarkan oleh para peserta didik terkait dengan suasana kelas pada saat pembelajaran. Kemudian berdasarkan observasi yang dilakukan, secara umum kondisi kelas berjalan dengan cukup kondusif, walaupun ada beberapa peserta didik yang tidak fokus. Berkaitan dengan pemanfaatan media pembelajaran, peserta didik menanggapi bahwa pemilihan media pembelajaran yang variatif akan sangat membantu dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Pemanfaatan internet di kalangan peserta didik dalam memahami sejarah kontroversial sangat membantu dalam pemahaman mereka tehadap berbagai macam konsep yang berbeda. Ketertarikan peserta didik terhadap materi-materi kontroversial membuat mereka juga memanfaatkan sumber lain di luar pembelajaran di sekolah. Yuliana Dwi wawancara 1 maret 2010, peserta didik dari kelas IPS menyatakan bahwa dirinya menggunakan internet untuk mencari sumber-sumber yang tidak ada di dalam buku teks. Bagi Yuliana, pemanfaatan internet tidak ada kendala, sebab ia telah terbiasa memanfaatkan teknologi informasi tersebut dalam kehidupan keseharian. Dari internet ia mendapatkan banyakhal baru yang tidak terdapat dalam buku teks. Kinanti Widiari menyatakan bahwa “ saya membaca buku-buku terjemahan tentang sejarah dunia, cerita fiktif yang dipadukan dengan sejarah nyata. Karena dengan begitu saya dap memahami sejarah dari sudut pandang yang berbeda”. Selain Yuliana, ada pula peserta didik yang memanfaatkan informasi di luar sekolah untuk memperdalam materi sejarah. Contohnya adalah upaya yang dilakukan oleh Donny Yudhistira wawancara 1 maret 2010. Ia mengikuti kegiatan bimbingan belajar sebagai sarana untuk belajar di luar kelas. Bahkan dari bimbingan belajarnya ia justru mendapatkan informasi yang baru tentang sejarah kontroversial, yakni versi-versi tentang G 30 S. Pemanfaatan sumber belajar lain dan aktivitas belajar di luar kelas yang dilakukan oleh beberapa peserta didik dari SMA N 1 Semarang memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru. Tugas yang diberikan oleh guru terkait dengan sejarah kontroversial adalah peserta didik dipersilakan untuk mencari informasi dari internet tentang peristiwa G 30 S. Menurut pengakuan Donny Yudhistira wawancara 1 maret 2010 terkait dengan masalah penugasan dan evaluasi tentang sejarah kontroversial belum ada sesuatu yang baru. Soal untuk ujian masih banyak diambil dari buku teks. Selain itu untuk sejarah kontroversial dikatakan bahwa biasanya guru tidak memberikan penugasan secara khusus. Rasa ingin tahu peserta didiklah yang menjadi faktor pendorong kuat untuk melakukan sebuah pencarian terhadap berbagai versi yang baru. Ditinjau dari perspektif guru, Susilowati wawancara 20 Januari 2010 menyatakan bahwa apresiasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah pada dasarnya telah baik. Namun demikian, ia menjelaskan bahwa pada saat ini di SMA N 1 Semarang ternyata terjadi perubahan orientasi peserta didik. pada saat ini peserta didik lebih terfokus pada pelajaran- pelajaran yang bersifat eksak. Dijelaskan pula bahwa pelajaran sejarah lebih bersifat sebagai pelajaran refreshing atau intermezo. Namun demikian, ditambahkan bahwa bukan berarti pelajaran sejarah tidak memiliki arti penting. Pelajaran sejarah tetap memiliki arti penting, tetapi sebagian besar peserta didik lebih memandang bahwa pelajaran sejarah sebagai pelajaran yang berfungsi sebagai pelajaran untuk refreshing di sela-sela mata pelajaran lain yang menntut banyak perhatian dan keseriusan wawancara 1 Februari 2010. Susilowati wawancara 1 Februari 2010 menjelaskan bahwa ada perbedaan antara peserta didik pada tahun 1990-an dengan peserta didik pada masa sekarang. Menurutnya antusiasme peserta didik pada saat ini tidak seperti pada masa tahun 1990-an. Dijelaskan bahwa fenomena ini dimungkinkan karena “… ada kejenuhan di kalangan peserta didik dalam menanggapi berbagai fenomena masyarakat pada saat ini”. Hal inilah yang menurut Susilowati wawancara 1 Februari 2010 menjadi alasan mengapa banyak di antara peserta didik yang terkesan acuh terhadap pelajaran sejarah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran ia lebih menekankan pada aspek bercerita sehingga diharapkan dapat menumbuhkan empati di kalangan peserta didik terhadap masa kini melalui refleksi historis yang berlandaskan peristiwa-peristiwa masa lalu. Apresiasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah kontroversial di SMA N 5 Semarang juga cukup beragam. Secara umum, peserta didik memandang bahwa pada dasarnya pelajaran sejarah menarik. Maharani wawancara 17 Februari 2010, dari kelas IPS menyatakan bahwa “sejarah merupakan pelajaran yang mengasyikkan karena sejarah apabila dipelajari secara mendetail kita akan tahu apa yang terjadi di jaman dulu”. Senada dengan hal itu, Amanda Rizki wawancara 17 Februari 2010 menambahkan bahwa “ada hikmah-hikmah yang terkandung dalam pelajaran sejarah yang dapat diambil”. Walau ada ketertarikan dalam pelajaran sejarah, Dani Nugroho wawancara 23 Februari 2010 menyatakan bahwa pelajaran sejarah akan menarik apabila didukung oleh adanya media dan fasilitas yang menunjang. Fasilitas menjadi satu hal yang mendukung terwujudnya pemahaman peserta didik secara lebih konkret tentang konsep-konsep yang dikenalkan dalam sejarah. Dengan demikian, secara umum peserta didik cenderung untuk tertarik dalam pelajaran sejarah. Walaupun peserta didik secara umum menyatakan tertarik dengan mata pelajaran sejarah, ada beberapa hal yang menyebabkan peserta didik merasa terkendala dalam belajar sejarah. Erlinda Pramudya W wawancara 23 Februari 2010 menyatakan bahwa kendala utama dalam belajar sejarah adalah dirinya merasa malas dalam membaca buku-buku. Keterbatasan sumber-sumber juga menjadi faktor yang menghambat Wawancara dengan Probo Firman dan Maharani, 17 Februari 2010. Ditinjau dari sifat mata pelajarannya, ada kecenderungan dari kalangan peserta didik untuk enggan dalam menghafal deretan tanggal dan nama tokoh wawancara Yunita Tri, Cosmos Tri N, Donny Yudhistira, tanggal 17 Februari 2010. Ditinjau dari aspek guru, ada peserta didik yang menganggap bahwa cara penyampaian guru kurang menarik, sehingga pembelajaran terkesan membosankan wawancara Dani Nugroho, 17 Februari 2010. Adanya hal tersebut menurut penuturan Ahmad Rizky wawancara 17 Februari 2010 menyebabkan “banyaknya teman-teman sekelas yang tidak antusias dan ribut sendiri”. Ketertarikan peserta didik dalam pelajaran sejarah disebabkan cara mengajar guru sejarah di SMA N 5 Semarang. Amanda Rizky wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa Sejarah menarik karena guru kami mengajar disertai humor-humor serta perkembangan politik Indonesia untuk direnungkan dan diperbaiki ke depan … saya suka guru sejarah yang sering menghubungkan masalah-masalah terkini dan apa penyebabnya di masa lalu. Senada dengan hal tersebut, Maharani wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa “guru sejarah yang mengajar di kelasnya sangat komunikatif, bisa mengontrol kelas dan menciptakan kelas yang kondusif sehingga dalam pembelajaran mudah untuk menerimanya”. Materi-materi yang disenangi oleh peserta didik pada SMA N 5 Semarang cukup beragam. Materi tersebut antara lain perkembangan kehidupan prasejarah, macam-macam kerajaan bercorak Hindu-Budha dan Islam, revolusi dunia, perkembangan pemikiran-pemikiran dunia, materi tentang pergerakan nasional dan peristiwa seputar proklamasi. Secara lebih spesifik, terkait dengan materi sejarah kontroversial, materi-materi yang paling sering disinggung adalah materi tentang sejarah kontemporer tentang peristiwa Gerakan 30 September dan Supersemar. Kedua materi ini menurut para peserta didik menjadi materi yang sangat kontroversial yang diajarkan di dalam kelas. Materi-materi kontroversial seperti G 30 S dan Supersemar dianggap siswa sangat menarik. Terkait dengan materi kontroversial, seperti G 30 S dan Supersemar, berdasarkan pengambilan data dari peserta didik, mereka menyatakan bahwa guru memiliki peran besar dalam memberikan informasi tentang adanya kontroversi sejarah. Erlinda Pramudya W. wawancara 17 Februari 2010 memahami bahwa “… permasalahan kontroversi sejarah di Indonesia sifatnya sangat sensitif, karena pihak- pihak yang terkait merupakan oknum yang memiliki dominasi di Indonesia yang sangat besar”. Bahkan Dwi Prabowo wawancara 23 Februari 2010 memiliki pandangan bahwa “mengapa Indonesia bisa seperti itu munculnya kontroversi apakah ada campur tangan pihak luar?”. Akan tetapi walau sudah ada pandangan peserta didik yang moderat dalam menanggapi permasalahan kontroversi, ada pula pandangan-pandangan yang masih memihak, seperti pandangan dari Cosmos Tri N wawancara 17 Februari 2010 yang menyatakan bahwa “komunis harus diberantas”. Beberapa peserta didik telah memahami bahwa diperlukan adanya upaya yang lebih terbuka dan menghormati pendapat orang lain dalam menyikapi kontroversi. Donny Yudhistira wawancara 17 Februari 2010 bahkan memberikan sumbang saran tentang permasalahan sejarah kontroversial, yakni agar sebaiknya ditelusuri lebih lanjut penulisan sejarahnya agar jelas sejarahnya. Apresiasi peserta didik tentang pembelajaran sejarah kontroversial terkait dengan metode mengajar guru telah cukup baik. Para peserta didik mengakui bahwa guru membawakan materi kontroversial dengan metode yang menarik. Erlinda Pramudya W. wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa dia senang dengan cara mengajar guru karena tidak hanya terpaku pada buku teks. Selain itu guru juga pernah menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran, seperti ketika materi tentang paham- paham dunia yang tercantum dalam KD “menganalisis hubungan antara perkembangan paham-paham baru dan transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan”. Namun tidak semua peserta didik terlibat dalam kegiatan diskusi, seperti yang dituturkan oleh Cosmos Tri Nugroho yang menyatakan bahwa jarang mengikuti kegiatan diskusi atau debat. Diskusi hanya dilakukan pada materi tertentu saat ada tugas kelompok. Terkair dengan apresiasi peserta didik pada saat pembelajaran, Probo Firman wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa kondisi kelas cukup kondusif. Secara lebih rinci, Prabowo menjelaskan bahwa “kondisi kelas tenang kalau lagi pendalaman materi, tapi kalau menerangkan secara dialogis ramai”. Hal senada disampaikan oleh R Indra S wawancara 17 Februari 2010 yang menyatakan menyatakan Kalau Bu Mindar sedang menyampaikan materi yang berat, siswa menjadi bosan. Tetapi ketika Bu Mindar mulai mengaitkan peristiwasejarah dengan peristiwa masa kini, siswa menjadi penasaran. Dari wawancara tersebut tampak bahwa peserta didik cukup memiliki perhatian dalam sejarah, khususnya sejarah kontroversial. Hal ini menjadi indikator bahwa pembelajaran sejarah kontroversial menjadi hal yang menarik di kalangan peserta didik. Namun demikian, keadaan yang ramai di dalam kelas ditanggapi oleh Mindarwati wawancara 18 Februari 2010 sebagai kondisi yang wajar. Ia berpandangan ramai di kelas itu adalah ramai dalam arti memahas materi dan merupakan kegiatan yang dialogis, sehingga guru tidak menjadi sumber utama dalam pembelajaran. Berdasarkan wawancara peserta didik menyatakan bahwa guru telah menjalankan pembelajaran yang dialogis. Proses yang dialogis ini tampak dengan adanya pendapat dari peserta didik yang menyatakan bahwa guru sering melakukan diskusi dengan peserta didik. Maharani wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa Dalam pembelajaran sering dibentuk kelompok yang tugasnya mendiskusikan suatu pokok pelajaran, kemudian dipresentasikan dan dilakukan tanya jawab. Dari sesi tanya jawab itulah tejadi debat antara audiens dengan moderator dengan sendirinya. Terkait dengan pembelajaran kontekstual, apresiasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah telah baik, karena menurut para peserta didik, guru telah mencoba mengaitkan antara materi dengan peristiwa- peristiwa aktual, seperti mengaitkan antara otoriatarianisme zaman kerajaan dengan masa Soeharto, perkembangan kasus Century diltinjau dari aspek sejarah. Selain itu kasus korupsi juga sering dikaitkan dalam pembelajaran wawancara dengan Dwi Prabowo, 17 Februari 2010. Cosmos Tri N wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa guru sering mengaitkan antara peristiwa aktual dengan materi pelajaran … sering sekali, misalnya kekuasaan absolut raja Louis yang dihancurkan oleh rakyat, ini dikaitkan dengan kekuasaan presiden Soeharto yang memimpin 32 tahun dihancurkan oleh rakyatnya sendiri. Dari gambaran tersebut upaya guru dalam mengaitkan antara materi dengan peristiwa yang terjadi dalam konteks yang lebih dekat dengan peserta didik telah dilakukan. Apresiasi peserta didik dengan upaya kontekstualisasi yang dilakukan oleh guru telah baik, karena peserta didik merasa tertarik dengan materi yang disampaikan. Dalam pembelajaran, guru telah menggunakan media-media mutakhir dalam pembelajaran seperti LCD. Pemanfaatan media pembelajaran ini memunculkan tanggapan yang positif di kalangan peserta didik. Pemanfaatan media LCD menurut Dani Nugroho wawancara 17 Februari 2010 telah membantu dirinya untuk presentasi di depan kelas. Terkait dengan penugasan, peserta didik mengakui bahwa mereka telah memanfaatkan sumber-sumber selain buku teks sebagai referensi. Pada materi tentang Gerakan 30 September, peserta didik telah ditugaskan untuk mencari sumber-sumber dari internet sebagai referensi makalah. Peserta didik merasa cukup tertantang dengan tugas yang diberikan. Terkati dengan masalah kontroversial, menrutut peserta didik dengan mempelajari sejarah kontroversial dirinya menjadi lebih memahami tentang menyikapi perbedaan pendapat dengan terbuka serta menghormati pendapat orang lain Wawancara dengan YunitaTri Anggraheni, 17 Februari 2010. Kemudian, peserta didik juga menjadi antusias dalam memperhatikan liputan-liputan sejarah di televisi seperti Metro Files karena di dalamnya terjadi pengungkapan tabir sejarah yang dipaparkan dengan menyertakan kesaksian dari pelaku dan sejarawan wawancara dengan Erlinda Pramudya W., 23 Februari 2010. Apresiasi peserta didik tampak pula dengan dimanfaatkannya sumber belajar selain buku teks berupa internet sebagai referensi untuk memahami sejarah kontroversial. Amanda Rizky wawancara 17 Februari 2010 menyatakan bahwa ia menggunakan internet karena datanya yang lengkap dan mudah untuk dicari. Pendapat Amanda didukung oleh teman- temannya yang menyatakan bahwa melalui internet mereka mendapatkan informasi-informasi tambahan, seperti gambar-gambar, foto, serta pendapat-pendpat dari para ahli tentang sejarah yang kontroversial. Pemanfaatan surat kabar atau koran juga dilakukan untuk menambah referensi terbaru bagi peserta didik wawancara R. Indra S, 17 Februari 2010. Ditinjau dari perspektif guru, apresiasi peserta didik juga beraneka ragam. Secara umum Mindarwati wawancara 24 Februari 2010 menyatakan bahwa peserta didik cukup antusias dalam pembelajaran, terutama pada materi-materi kontroversial. Banyak pertanyaan yang muncul di kalangan peserta didik tentang versi-versi yang berkembang seputar Gerakan 30 September. Akan tetapi apresiasi yang tinggi di kalangan peserta didik ini lebih cenderung pada kalangan tertentu. Tidak semua peserta didik antusias terhadap materi kontroversial. Lanjut lagi dinyatakan bahwa justru di kalangan peserta didik dari kelas IPA lah yang memiliki antusias yang tinggi. Antusiasme yang tinggi di kalangan peserta didik IPA menurutnya adalah disebabkan tingkat pemahaman anak IPA yang lebih bisa menalar daripada anak IPS. Mindarwati wawancara 24 Februari 2010 menambahkan bahwa apresiasi yang cukup baik di kalangan peserta didik tersebut juga tampak dari tugas-tugas yang dikumpulkan. Pada materi tentang peristiwa Gerakan 30 September, ia memberikan penugasan berupa pembuatan makalah. Dari makalah tersebut ternyata peserta didik telah mampu mengeksplorasi sumber-sumber lain selain buku teks, seperti internet sebagai bahan referensi. Ia menyatakan bahwa tugas yang dibuat oleh peserta didik telah cukup baik untuk kalangan mereka. Kemudian di SMA N 12 Semarang berdasarkan hasil wawancara ditemukan adanya pendangan dan apreiasi peserta didik terhadap pembelajaran sejarah kontrovesial. Apresiasi peserta didik dapat dilihat dalam beberapa pokok, yakni apresiasi terhadap pelajaran sejarah secara umum, apresiasi terhadap materi, apresiasi terhadap metode pengajaran yang diterapkan oleh guru, apresiasi terhadap sumber dan media pembelajaran yang dimanfaatkan, serta apresiasi terhadap penugasan dan proses belajar sejarah secara mandiri oleh peserta didik. Secara keselurahan peserta didik menyatakan bahwa sebenarnya pelajaran sejarah menyenangkan. Dian Perwita Sari wawancara 25 Januari 2010 menyatakan bahwa “pelajaran sejarah menyenangkan karena dapat mengetahui sejarah dan peistiwa di masa lampau”. Akan tetapi ada pula yang menganggap bahwa walaupun pada dasarnya pelajaran sejarah menyenangkan, Umu Nur Imamah wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa “pelajaran sejarah kadang membosankan karena materi begitu banyak”. Kemudian ada pula pendapat dari Kandu Risma wawancara 23 Januari 2010 yang menyatakan bahwa “pelajaran sejarah menyenangkan, tetapi seharusnya diadakan observasi agar mengenal lebih dalam tentang sejarah”. Terkait dengan apresiasi peserta didik terhadap guru sejarah, Umu Nur Imamah wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa “beliau cara mengajarnya nyaman dan mudah untuk menerima materi”. Selain itu Dian Perwita wawancara 23 Januari 2010 menambahkan bahwa guru sejarah “asyik, menyenangkan karena cara pembelajarannya tidak monoton”. Selain itu ada pula padangan dari Iana Turroshidah wawancara 23 Januari 2010 bahwa ia menganggap guru sejarah “tegas dalam mendidik”. Eko Wahyu P wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa “ibu guru menyenagkan, tapi kadang menjengkelkan”. Dari pendapat para peserta didik tampak bahwa ada kalangan yang menganggap guru menyenangkan, tetapi ada pula yang menganggap menjengkelkan. Apresiasi yang berbeda-beda ini menurut Heri Rohayuningsih wawancara 23 Januari 2010 selaku guru sejarah adalah hal yang wajar. Peserta didik menanggapi berbeda dengan cara mengajar guru dan materi yang disampaikan. Pada pembelajaran sejarah, peserta didik tertarik terhadap materi- materi tertentu. Materi-materi yang dianggap menarik oleh peserta didik adalah 1 materi zaman prasejarah, 2 materi tentang kerajaan-kerajaan, 3 revolusi Industri, 4 zaman pergerakan nasional, 5 peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan, serta peristiwa Gerakan 30 September. Dea Agnes wawancara 25 Januari 2010 menyatakan bahwa dirinya tertarik dengan materi prasejarah karena “dapat mengetahui kehidupan zaman dahulu kala dengan alat batu, dan asal-usul manusia zaman dahulu”. Sementara itu, Iana Turrhosidah wawancara 25 januari 2010 lebih menyukai materi tentang proklamasi kemerdekaan “karena dapat mengetahui betapa bersejarahnya saat Indonesia menuju kemerdekaan”. Secara umum pandangan peserta didik cukup positif dengan pelajaran sejarah. Akan tetapi, walaupun peserta didik berpandangan positif, mereka mengakui bahwa terdapat hambatan dalam belajar sejarah. Rizky Montrya, Kandu Risma, Eka Wahyu Purnama, Dian Sadewo wawancara 25 januari 2010 menyatakan bahwa hal yang paling menjadi hambatan adalah pada aspek menghapalkan peristiwa sejarah. Iana Turroshidah wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa “hambatan yang ditemui dalam belajar sejarah adalah malas menghapal peristiwa yang lampau, seperti mengingat tanggal-tanggal bersejarah”. Selain aspek kesulitan dalam menghafal, ada pula pendapat dari Umu Nur Imamah wawancara 23 Januari 2010 yang menyatakan bahwa “hambatan yang ditemui karena terlalu banyak teori dan membuat malas untuk mempelajari”. Banyaknya materi yang diberikan menyebabkan Siti Isnaeni mengalami kesulitan dalam membaca ulang dan kebingungan dalam meringkas. Selain itu ada pula pandangan dari Dea Agnes wawancara 23 Januari 2010 yang menyatakan bahwa hambatan yang ditemui dalam belajar sejarah adalah “tidak bisa melihat langsung dalam mempelajarinya”. Permasalahan ini merupakan gambaran masih abstraknya konsep yang dipahami oleh peserta didik sehingga mempersulit pemahaman secara utuh terhadap suatu pokok bahasan. Pendapat ini dikuatkan oleh pandangan dari Dian Perwita Sari wawancara 23 Januari 2010 yang menyataka bahwa “sejarah sulit dicerna kalau tidak ada gambar … hanya teks saja”. Secara lebih spesifik, terkait dengan permasalahan sejarah kontroversial, peserta didik di SMAN 12 Semarang mengakui bahwa mereka tertarik dengan materi tentang Gerakan 30 September. Hal in seperti diungkapkan oleh Dian Perwita Sari wawancara 23 Januari 2010 “materi yang menarik G 30 SPKI karena berisikan peristiwa penting di mana beberapa jenderal dibunuh secara tragis”. Ketertarikan peserta didik terhadap peristiwa tahun 1965 tersebut diperoleh dari penjelasan yang dilakukan oleh guru. Selain itu Kandu Risma wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa selain dari guru ia mendapatkan informasi dari internet. Informasi dari internet ini menjadi sumber yang banyak memuat informasi terbaru. Namun demikian, sebagian peserta didik yang diwawancarai lebih berpendapat bahwa mereka mengetahui informasi tentang kontroversi sejarah dari buku paket dan LKS Lembar Kerja Siswa. Dari wawancara yang dilakukan, Dian Perwita wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa materi kontroversial menjadi materi yang menarik, karena ada hal-hal baru yang masih belum terungkap dan menjadi misteri. Dian Perwita pada materi tentang Gerakan 30 September telah memahami bahwa ada beberapa versi terkait dengan masalah tersebut. Ia mengetahui ada versi Soeharto ada pula versi PKI, selain itu ada pula versi tentang keterlibatan pihak asing. Pada saat wawancara pada 23 Januari 2010 Dian Perwita bahkan menanyakan ulang kepada peneliti tentang versi-versi dalam peristiwa Gerakan 30 September. Selain itu secara umum Siti Isnaeni wawancara 23 Januari 2010 menanggapi bahwa adanya kontroversi sejarah menunjukkan “kepalsuan-kepalsuan”. Pendapat yang berbeda dilontarkan oleh Iana Turrosidah wawancara 24 Januari 2010 yang menyatakan bahwa kontroversi dalam sejarah Indonesia “pertama-tama menggemparkan, tapi lama-lama dibiarkan”. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang apakah peserta didik mengalami kebingungan, ternyata memang ada semacam kebingungan di kalangan peserta didik dalam melihat peristiwa kontroversial, seperti G 30 S yang memiliki banyak versi. Hal ini diakui oleh Dian Permana wawancara 23 Januari 2010 yang menyatakan bahwa “saya kadang-kadang bingung dengan adanya versi-versi, ini buat kita penasaran”. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik memiliki ketertarikan terhadap materi kontroversial, terutama tentang G 30 S. Terkait dengan aspek penerapan metode pengajaran oleh guru, peserta didik mengakui bahwa pembelajaran yang dilakukan telah dialogis. Guru telah melakukan kegiatan diskusi walaupun dalam intensitas yang tidak terlalu sering. Tetapi walaupuun masih tidak terlalu sering, peserta didik menanggapinya sebagai berikut “menarik karena pelajaran tidak hanya ceramah saja” wawancara Dian Perwita S., 23 Januari 2010. Pengajaran dengan metode diskusi diakui oleh para peserta didik turut menjadi umpan balik dalam pelontaran isu kontroversial. Walaupun diskusi telah diterapkan dalam pembelajaran, guru mengakui bahwa belum ada format yang baku dalam mengajaarkan materi kontroversial. Hal ini ditanggapi oleh peserta didik dengan cukup beragam. Ada peserta didik yang menanggap bahwa guru perlu menerapkan metode observasi lapangan wawancara Siti Isnaenni, 23 Januari 2010. Terkait dengan sumber dan media yang digunakan dalam pembelajaran sejarah Kandu Risma wawancara 23 Januari 2010 menyatakan bahwa “guru tidak berpanduan pada buku teks saja, tapi guru mengajarkan kita dengan panduan sejarah yang lain”. Hal ini diakui pula oleh Umu Nur Imamah wawacara 24 Januari 2010 yang menyatakan bahwa “guru kadang memberikan catatan kecil yang belum ada di LKS”. Menurut pengakuan dari Dea Agnes wawacara 24 Januari 2010, guru juga memanfaatkan sumber internet sebagai sumber dan media. Namun demikian sebagian peserta didik mengakui bahwa pemanfaatan LKS lebih menonjol dalam pembelajaran. Kemudian ketika guru memanfaatkan LCD sebagai media pembelajaran, hal ini ditanggapi baik oleh peserta didik. Bekaitan dengan penugasan untuk materi-materi sejarah kontroversial, peserta didik mengakui bahwa mereka telah memanfaatkan internet untuk mencari sumber-sumber lain selain di buku teks. Hal ini diungkapkan oleh Kandu Risma wawancara 23 Januari 2010 yang menyatakan mendapatkan informasi tentang G 30 S dari internet. Selain itu penugasan yang diberikan adalah pencarian artikel tentang sejarah sebagai tambahan materi yang belum ada dalam bukuLKS, seperti pada materi tentang G 30 S PKI wawancara Dian Perwita, 23 Januari 2010. Berdasarkan pengakuan dari Heri Rohayuningsih wawancara 20 Januari 2010 pada saat pembelajaran peserta didik memang ada yang memperhatikan, tetapi ada pula yang mengabaikan. Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa ada hambatan-hambatan bagi peserta didik untuk belajar secara mandiri di rumah. Ia menjelaskan bahwa buku pegangan yang miliki oleh peserta didik hanya LKS, sementara buku teks tidak dimiliki oleh seluruh peserta didik. Selain itu, lokasi yang berada di kawasan selatan Semarang yang berbatasan dengan kaki Gunung Ungaran menyebabkan akses internet menjadi tidak mudah untuk dijangkau oleh peserta didik. permasalahan inilah yang menjadi penghambat apresiasi yang tinggi di kalangan peserta didik. Ketika dikonfirmasi tentang ketersediaan fasilitas, Heri Rohayuningsing wawancara 20 Januari 2010 menyatakan bahwa belum adanya media dalam kuantitas yang mencukupi menyebabkan pembelajaran minim dalam memanfaatkan media. Hal ini menurutnya menjadi hal yang mengkhawatirkan karena peserta didik bisa merasa bosan jika pembelajaran tidak disertai dengan pemanfaatan media pembelajaran yang variatif secara bersinambung.

B. Pokok-Pokok Temuan

1. Pemahaman Guru terhadap Critical Pedagogy sebagai Pendekatan

Pembelajaran Sejarah Kontroversial Critical pedagogy merupakan pendekatan yang baru dalam konteks pembelajaran dalam kelas formal di Indonesia. Dengan demikian, konsep critical pedagogy secara formal dan teknis belum diketahui secara luas di kalangan guru-guru, termasuk guru sejarah. Secara substansial dan konseptual, critical pedagogy merupakan sebuah pemikiran yang dapat dipahami secara universal. Guru memahami critical pedagogy dalam aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Pada pembelajaran sejarah kontroversial, guru-guru sudah memahami bahwa sejarah kontroversial memiliki fungsi yang penting, terutama untuk menumbuhkan kesadaran, pola pikir, dan sikap kritis peserta didik. Ketika konsep critical pedagogy dan pembelajaran sejarah kontroversial dipadupadankan, guru-guru memahami bahwa terdapat relevansi dan interdependensi dalam keduanya. Akan tetapi dalam ranah praksis, guru masih kurang berani untuk secara tegas mengimplementasikan critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial karena minimnya akses bagi guru.

2. Implementasi Critical Pedagogy dalam Pembelajaran Sejarah

Kontroversial Implementasi critical pedagogy dalam pembelajaran sejarah kontroversial dapat ditinjau dari aspek-aspek yang terkandung dalam critical pedagogy dan di dalam pembelajaran. Ada permasalahan berupa kecenderungan sikap guru untuk menghindari sejarah kontroversial, terutama sejarah kontroversial yang kontemporer dan politis karena belum optimalnya pengetahuan yang dimiliki. Kecenderungan itu menyebabkan critical pedagogy diimplementasikan setengah hati. Ditinjau dari aspek-aspek critical pedagogy , proses dialogis dan kontekstual dalam pembelajaran sejarah kontroversial pada dasarnya telah dicoba untuk dilaksanakan, tetapi belum secara menyeluruh. Proses dialogis dan kontekstual hanya dijalankan pada bagian-bagian tertentu dan tidak diterapkan secara berkesinambungan. Kemudian terkait dengan kaidah 4K, yakni kausalitas, kronologis, komprehensivitas, dan kesinambungan, dalam pelaksanaannya guru cenderung lemah dalam aspek komprehensivitas. Ditinjau dari aspek pembelajaran, pada perencanaan, guru-guru lemah dalam penyusunan perencanaan secara mandiri. Di aspek pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa kelemahan terutama dalam aspek pemanfaatan sumber-sumber belajar. Dalam aspek metode, guru cenderung menghindari permasalahan kontroversial dan memilih pembelajaran yang konformis, namun sesekali menerapkan diskusi dan penugasan mandiri. Sementara itu, pada aspek subjek belajar, evaluasi, fasilitas tidak terlalu terdapat permasalahan. Pada aspek pendukung belum tampak peran yang signifikan dari MGMP, MSI, LPTK, maupun kebijakan pemerintah yang mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial dengan pendekatan critical pedagogy. Di dalam penelitian ini, ada hal yang menjadi catatan bahwa status sekolah, baik RSBI, SKM, atau SSN tidak