PDRB per Luas Lahan PCA Variabel-variabel Kinerja Pembangunan

5.2.4. PDRB per Luas Lahan

Hasil analisis PDRB per luas lahan terlihat pada Tabel 5.7 dan pola spasialnya pada Gambar 5.14 menunjukkan bahwa nilai PDRB perluas lahan tertinggi adalah DKI Jakarta sedangkan terendah adalah kabupaten dan kota Tasikmalaya. Sedangkan yang termasuk sedang adalah Kota Tangerang, Kota Bandung dan Kota Cirebon. Kab. Cianjur Kab. Lebak Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Bogor Kab. Subang Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Tangerang Kab. Purwakarta DKI Jakarta Kota Depok Kota Cilegon Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Bandung Kota Tangerang Kota Bogor Kab. Kuningan Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi 100 100 Kilometers N U Gambar 5.14. Pola spasial PDRB per luas lahan tahun 2004. PDRB per luas lahan menunjukkan tingkat produktifitas tiap luasan suatu lahan land rent productivity. Produktifitas ini ditentukan oleh pola penggunaan lahan. Semakin banyak lahan yang terlantar maka produktifitas per luas lahan akan semakin kecil. Nilai PDRB per luas lahan untuk daerah non-pertanian industri, jasa, perdagangan rata-rata lebih tinggi dibandingkan daerah pertanian. Kapasitas fiskal suatu daerah berkaitan erat dengan produktifitas manusia dan produktifitas per luas lahan. Untuk meningkatkan kapasitas fiskal maka kedua produktifitas tersebut harus ditingkatkan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kemandirian suatu daerah yang tercermin dalam kapasitas fiskal sangat perlu untuk diperhatikan.

5.2.5. PCA Variabel-variabel Kinerja Pembangunan

Variabel-variabel : persentase PAD terhadap total penerimaan, rataan persentase LPE, PDRB per kapitaribu , dan PDRB per luas lahan jutakm 2 kemudian dianalisis menggunakan PCA untuk memperoleh indeks komposit kinerja pembangunan. Gambar 5.15. Plot eigenvalues variabel-variabel kinerja pembangunan. Plot of Eigenvalues 1 2 3 4 Number of Eigenvalues 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 Val ue Berdasarkan nilai eigenvalue pada Tabel 5.8 dan plot dari eigenvalue pada Gambar 5.15 diambil dua faktor utama hasil dari penyederhanaan variabel- variabel kinerja pembangunan, dengan pertimbangan adanya nilai cummulative eigenvalue relatif besar dan dalam plot eigenvalue yang kurvanya masih curam. Dengan dua faktor tersebut nilai eigen-nya adalah 89,2 yang berarti hasil PCA tersebut mewakili lebih dari 89 keragaman data. Tabel 5.8. Eigenvalues. Extraction: Principal components :Variabel-variabel kinerja pembangunan. Total Cumulative Cumulative Eigenvalue variance Eigenvalue 1 2,604174 65,10436 2,604174 65,1044 2 0,963666 24,09166 3,567841 89,196 3 0,324856 8,12139 3,892696 97,3174 4 0,107304 2,68259 4 100 Berdasarkan Tabel 5.9 dibawah, dapat diketahui bahwa variabel Rataan LPELaju Pertumbuhan Ekonomi communalities lebih dari 99 dan factor loading lebih dari 99 . Kemudian PAD terhadap Total Penerimaan nilai communalities sebesar 93. Sedangkan PDRB per kapita dan PDRB per luas lahan mempunyai factor loading hampir sama yaitu sekitar 80. Faktor I hasil PCA yang merupakan variabel-variabel tingkat produktifitas ekonomi disusun oleh variabel-variabel: PAD Terhadap Total Penerimaan, PDRB Perkapita, dan PDRB per Luas Lahan. Untuk Faktor II nilai yang nyata adalah variabel Rataan LPE sehingga dapat disebut variabel tingkat pertumbuhan ekonomi. Variabel-variabel penyusun tingkat produktifitas semua memiliki factor loading positif, berarti masing-masing secara nyata saling terkait positif, setiap kenaikan salah satu faktor akan berpengaruh pada kenaikan faktor-faktor lain. Analisis ini dapat membuktikan bahwa kapasitas fiskal yang tercermin dalam besarnya PAD berkaitan erat dengan produktifitas orang PDRB perkapita dan produktifitas lahan PDRB per luas lahan. Tabel 5.9. Factor loading dan communalities variabel-variabel kinerja pembangunan. Factor Factor Variabel Communa lites 1 2 1. PAD thd total penerimaan 0,931005 0,950468 0,166176 2. Rataan LPE 0,99806 0,082292 0,995635 4. PDRB per Kapitaribu 0,825359 0,908489 0,00244 5. PDRB per Luas Lahan jutakm2 0,813417 0,89868 0,076101 Expl.Var 2,543141 1,0247 Prp.Totl 0,635785 0,256175 Bobot 0,712795 0,287205 Sumber : DJAPK, Data diolah Terdapat hal yang cukup menarik ternyata variabel laju pertumbuhan ekonomi kurang berkaitan dengan variabel-variabel tingkat produktifitas. Hal ini karena untuk daerah-daerah penelitian terdapat daerah yang pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi produktifitasnya masih rendah. Terdapat pula daerah yang produktifitasnya tinggi tetapi pertumbuhan ekonominya rendah. Tabel 5.10. Nilai factor scores hasil PCA variabel-variabel kinerja pembangunan. Komponen Utama Hasil PCA No. KABUPATENKOTA Faktor I Produktifitas Ekonomi Faktor II Pertumbuhan Ekonomi 1 DKI Jakarta 1,000 0,354 2 Kab. Bogor 0,070 1,000 3 Kab. Sukabumi 0,013 0,297 4 Kab. Cianjur 0,026 0,081 5 Kab. Bandung dan Kota Cimahi 0,084 0,093 6 Kab. Garut 0,009 0,314 7 Kab. Dan Kota Tasikmalaya 0,004 0,123 8 Kab. Ciamis dan Kota Banjar 0,026 0,015 9 Kab. Kuningan 0,000 0,291 10 Kab. Cirebon 0,027 0,305 11 Kab. Majalengka 0,025 0,052 12 Kab. Sumedang 0,030 0,528 13 Kab. Indramayu 0,111 0,288 14 Kab. Subang 0,031 0,405 15 Kab. Purwakarta 0,116 0,000 16 Kab. Karawang 0,061 0,643 17 Kab. Bekasi 0,288 0,063 18 Kota Bogor 0,096 0,124 19 Kota Sukabumi 0,111 0,145 20 Kota Bandung 0,292 0,240 21 Kota Cirebon 0,318 0,048 22 Kota Bekasi 0,167 0,144 23 Kota Depok 0,077 0,137 24 Kab. Pandeglang 0,007 0,093 25 Kab. Lebak 0,011 0,025 26 Kab. Tangerang 0,103 0,102 27 Kab. Serang 0,085 0,025 28 Kota Tangerang 0,214 0,085 29 Kota Cilegon 0,418 0,156 Sumber:BPS, DJPK Departemen Keuangan, data diolah Dari pola spasial kategori daerah berdasarkan tingkat produktifitas seperti pada Gambar 5.16 terlihat bahwa sebagian besar wilayah penelitian yaitu 23 daerah termasuk dalam kategori rendah. DKI Jakarta satu-satunya yang termasuk kategori tinggi, sedangkan yang masuk kategori sedang ada lima daerah, yaitu Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung dan Kota Cirebon. Komposisi tipologi tersebut menunjukkan bahwa terjadi berbedaan tingkat produktifitas yang cukup tinggi. Kab. Cianjur Kab. Lebak Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Bogor Kab. Subang Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Tangerang Kab. Purwakarta DKI Jakarta Kota Depok Kota Cilegon Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Bandung Kota Tangerang Kota Bogor Kab. Kuningan Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi 100 100 Kilometers N U Gambar 5.16. Pola spasial kategori daerah berdasarkan tingkat produktifitas. Berdasarkan pola spasial kategori daerah berdasarkan tingkat pertumbuhan pada Gambar 5.17 dibawah, terlihat bahwa Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor termasuk daerah dengan tipologi tinggi, yang berarti kedua daerah tersebut mngalami perkembangan atau pertumbuhan ekonomi paling baik diantara daerah- daerah Jawa bagian barat. Kab. Cianjur Kab. Lebak Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Bogor Kab. Subang Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Tangerang Kab. Purwakarta DKI Jakarta Kota Depok Kota Cilegon Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Bandung Kota Tangerang Kota Bogor Kab. Kuningan Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi 100 100 Kilometers N U Gambar 5.17. Pola spasial kategori daerah berdasarkan tingkat pertumbuhan. 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 Y1 Y2 Gambar 5.18. Grafik plot antara variabel produktifitas ekonomi dan variabel pertumbuhan ekonomi. Bila nilai-nilai variabel Kinerja Pembangunan tersebut dibuat grafik plot seperti pada gambar 5.18 akan terlihat komposisi daerah-daerah berdasarkan tingkat produktifitas dan tingkat pertumbuhan. Tabel 5.11. Kategori daerah berdasarkan tingkat produktifitas dan tingkat pertumbuhan Tipologi Tingkat produktifitas Laju pertumbuhan Daerah 1 tinggi sedang DKI Jakarta 2 sedang sedang Kota Bandung, Kota Cilegon 3 sedang rendah Kab. Bekasi,,Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Tangerang 4 rendah tinggi Kab. Bogor dan Kab. Karawang 5 rendah sedang Kab. Cirebon, Kab. Garut, Kab. Kuningan, Kab. Subang, Kab. Sukabumi, Kab. Sumedang, Kab. Indramayu 6 rendah rendah Kab. Cianjur, Kab. Majalengka, Kab. Purwakarta, Kab. Dan Kota Tasikmalaya, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kab. Lebak, Kab. Tangerang, Kab. Ciamis dan Kota Banjar, Kota Depok, Kab. Pandeglang, Kab. Serang, Kab. Bandung dan Kota Cimahi Berdasarkan skor dari variabel tingkat produktifitas dan variabel tingkat pertumbuhan dilakukan query, menghasilkan klasifikasi daerah berdasarkan nilai tingkat produktifitas dan laju pertumbuhan seperti pada Tabel 5.11. Bila termasuk dalam tingkat pertumbuhan yang rendah berarti daerah yang bersangkutan memerlukan inovasi-inovasi baru, paradigma baru dalam perencanaan pembangunan. Kab. Cianjur Kab. Lebak Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Bogor Kab. Subang Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Tangerang Kab. Purwakarta DKI Jakarta Kota Depok Kota Cilegon Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Bandung Kota Tangerang Kota Bogor Kab. Kuningan Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi Klasifikasi Y1:Tinggi - Y2:Sedang Y1:Sedang - Y2:Sedang Y1:Sedang - Y2:Rendah Y1:Rendah - Y2:Tinggi Y1:Rendah - Y2:Sedang Y1:Rendah - Y2:Rendah 100 100 Kilometers N U Gambar 5.19. Pola Spasial Kategori daerah berdasarkan Tingkat Produktifitas Y 1 dan Tingkat Pertumbuhan Y 2 . Klasififikasi berdasarkan Tabel 5.11 dipetakan dalam peta administrasi lalu dilakukan analisis klasifikasi menghasilkan sebaran spasial seperti pada Gambar 5.19. Kabupaten Bogor dan Kabupaten Karawang termasuk tipologi tingkat produktifitas Y 1 rendah dan tingkat pertumbuhan Y 2 tinggi yang berarti kedua daerah ini sedang bangkit dari ketertinggalan dan diharapkan akan menjadi daerah dengan tingkat produktifitas yang tinggi. Wilayah DKI Jakarta termasuk tipologi tinggi - sedang, berati DKI Jakarta sudah hampir mencapai titik jenuh dan sudah melewati tahap pertumbuhan tinggi sehingga diperlukan penanganan dengan inovasi baru. Daerah yang termasuk dalam tipologi tingkat produktifitas Y 1 rendah dan tingkat pertumbuhan Y 2 rendah berarti daerah yang bersangkutan masih tertinggal atau daerah tersebut belum dapat bangkit dari ketertinggalan. Diperlukan kerja keras untuk membangun daerah tersebut agar terlepas dari ketertinggalan.

5.2.6. Indeks Diversitas Struktur Ekonomi