Faktor-Faktor Penyusunan Anggaran Yang Mempengaruhi Kinerja

pertumbuhan wilayah berbatasan administrasi dan laju pertumbuhan daerah mitra dagang atau mitra industri. Hubungan yang terjadi dengan wilayah-wilayah gravitasi potensial menghasilkan hubungan saling memperlemah yang ditunjukkan dengan variabel laju pertumbuhan ekonomi wilayah gravitasi potensial yang bernilai negatif. Hasil analisis spatial durbin model menunjukkan ternyata hubungan yang terjadi dengan wilayah-wilayah gravitasi potensial menghasilkan hubungan saling memperlemah yang ditunjukkan dengan variabel variabel laju pertumbuhan ekonomi wilayah gravitasi potensial yang bernilai negatif. Hubungan negatif terjadi juga pada variabel indeks diversitas wilayah gravitasi potensial. Hubungan negatif tersebut berarti terjadi saling melemahkan yang diakibatkan oleh pengurasan sumber daya wilayah sekitarnya.

5.4. Faktor-Faktor Penyusunan Anggaran Yang Mempengaruhi Kinerja

Pembangunan Agar penyusunan anggaran dapat memenuhi sasaran maka harus sesuai dengan prioritas program yang ditetapkan, berjalan secara konsisten dengan tidak terjadi duplikasi kegiatan yang dapat menghamburkan waktu dan biaya. Untuk memenuhi hal tersebut maka besaran penganggaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan. Besaran tersebut dapat berdasarkan luas wilayah ataupun berdasarkan jumlah penduduk. Bila besarannya kurang dari kebutuhan maka program yang akan dilaksanakan tentu tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sedangkan bila terlalu berlebih maka akan terjadi pemborosan dana. Penganggaran yang baik tidak semata-mata dilihat dari besar atau jumlahnya tetapi harus memperhatikan komposisinya yang sesuai dengan proporsi penganggaran pada sektor-sektor tertentu. Untuk mewujudkan proporsi penganggaran yang ideal diperlukan usaha yang sungguh-sungguh karena dilapangan sering terjadi perumusan kebijakan masing-masing pihak mementingkan kepentingan kelompoknya daripada upaya untuk mengembangkan pembangunan secara menyeluruh. Berdasarkan hasil analisis PCA terhadap variabel-variabel belanja APBD dan variabel-variabel sektor perekonomian yang dirasiokan dengan jumlah penduduk pada Tabel 5.20 dapat dijelaskan korelasi antar masing-masing variabel tersebut. Tabel 5.20. Hasil PCA Communalities dan factor loading keterkaitan antara belanja APBD kabupatenkota terhadap sektor-sektor perekonomian di Jawa bagian barat. Factor Factor Factor Variabel Comm. 1 2 3 1. Pertanian 0,657719 0,060573 -0,334900 -0,73613 2. Pertambangan Penggalian 0,140578 0,095706 0,006355 -0,36246 3. Industri Pengolahan 0,864537 -0,052250 0,928143 0,018918 4. Listrik, Gas Air Bersih 0,806568 -0,125390 0,887439 -0,057420 5. Bangunan 0,932757 0,871148 0,199939 0,365899 6. Perdag., Hotel Restoran 0,854436 0,570405 0,545011 0,481702 7. Pengangkutan Komunikasi 0,782916 0,381728 0,698307 0,386738 8. Keuangan Persewaan Jasa Perusahaan 0,940600 0,888083 0,235982 0,310194 9. Jasa-Jasa 0,902099 0,839217 0,174183 0,409237 Bel. Pertanian dan Perikanan 0,486214 0,654628 0,155876 -0,182700 Bel. Pertambangan dan Energi 0,578868 0,709738 -0,1444 -0,233000 Bel. Perindustrian dan Perdagangan 0,679324 0,438522 0,263054 0,646394 Bel. Penanaman Modal 0,575119 0,117019 -0,06947 0,746056 Bel. Ketenagakerjaan 0,760399 0,868159 0,035918 0,073542 Bel. Pekerjaan Umum 0,659945 0,336705 0,72292 0,154792 Bel. Perhubungan 0,645243 0,322127 0,064557 0,733014 Bel. Kepariwisataan 0,850965 0,912616 -0,06119 0,119801 Expl.Var 5,696201 3,322858 3,099229 Prp.Totl 0,335071 0,195462 0,182308 Sektor-sektor: Industri Pengolahan; Listrik, Gas Air Bersih; Bangunan; Hotel Restoran; Pengangkutan Komunikasi; Keuangan Persewaan Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa, Belanja Ketenagakerjaan dan Belanja Kepariwisataan memberi kontribusi yang nyata dengan ditunjukkan oleh nilai communalities 0,7. Sektor pertanian berkorelasi dengan belanja penanaman modal dan belanja perhubungan. Nilai factor loading sektor pertanian negatif yang berarti penambahan belanja penanaman modal dan penambahan belanja perhubungan justru akan menurunkan sektor pertanian. Hal ini disebabkan penambahan dua belanja tersebut berakibat melemahnya sarana dan prasarana pertanian yang berupa konversi lahan pertanian ke penggunaan lain, beralihnya tenaga kerja sektor pertanian ke sektor lain. Sedangkan sektor-sektor: Bangunan; Keuangan Persewaan Jasa Perusahaan; Jasa-Jasa secara nyata berkorelasi positif dengan belanja-belanja: Pertambangan dan Energi Ketenagakerjaan dan Kepariwisataan. Hal ini berarti belanja-belanja tersebut akan secara nyata memberi pengaruh peningkatan produksi pada sektor-sektor yang bersangkutan. Produksi sektor Industri Pengolahan dan produksi sektor Listrik, Gas air bersih berkorelasi nyata dengan belanja Pekerjaan Umum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Belanja bidang Pekerjaan Umum cukup efektif untuk meningkatkan produksi Produksi sektor Industri Pengolahan dan produksi sektor Listrik, Gas air bersih. Lokasi dimana anggaran akan diterapkan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Dengan pemilihan lokasi pelaksanaan anggaran yang tepat maka hasil yang diperoleh akan semakin optimal yang akan memberi dampak positif terhadap daerah sendiri dan daerah sekitarnya. Waktu pelaksanaan anggaran juga harus diperhatikan. Dengan pemilihan waktu yang tepat tentunya hasil yang dicapai lebih optimal. Waktu yang tepat berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan yang diambil dalam keadaan siap menerima atau siap mendukung kebijakan tersebut .Terlalu cepat pelaksanaan anggaran menyebabkan pembangunan yang tidak tercapai sesuai yang diinginkan. Terlalu lambat demikian juga akan mengganggu pencapaian target. Berdasarkan seluruh hasil analisis pengaruh pola penganggaran dan kinerja pembangunan antar daerah tersebut maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai hal-hal yang perlu digarisbawahi agar kinerja pembangunan suatu daerah dapat lebih ditingkatkan. Salah satu program pembangunan regional yang bertujuan untuk mendorong laju pertumbuhan suatu daerah yang dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Dengan demikian hasil dari pengembangan wilayah tersebut secara nyata dapat dilihat dari semakin sedikitnya masyarakat miskin, mandirinya perekonomian daerah, optimalnya pelayanan masyarakat, rendahnya kesenjangan antar wilayah, dan lain sebagainya. Dengan tersedianya sumber daya yang terbatas, maka diperlukan spesialisasi atau mengkonsentrasikan penganggaran ke dalam bidang tertentu yang merupakan bidang unggulan suatu daerah. Dengan mengkonsentrasikan diri ke dalam bidang tertentu, maka suatu daerah akan mendapat nilai tambah yang lebih. Hal ini diperlihatkan dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa indeks diversitas pengangggaran dan indeks diversitas struktur ekonomi berkorelasi negatif dengan tingkat produktifitas ekonomi. Interaksi antar wilayah perlu mendapat perhatian atau pembangunan wilayah harus berdasarkan atas prinsip keterkaitan linkages antar wilayah. Berdasarkan potensi daerah, ada dua macam keterkaitan yang dapat dikembangkan, yaitu keterkaitan untuk mencapai skala ekonomi agregat dan keterkaitan complementary . Keterkaitan untuk mencapai skala ekonomi adalah bentuk keterkaitan antar daerah-daerah yang mempunyai potensi atau komoditas ekonomi yang sama. Keterkaitan complementary adalah bentuk keterkaitan antar daerah- daerah yang mempunyai potensi atau komoditas yang berbeda berkaitan dengan unggulan masing-masing daerah yang berbeda pula. Antar daerah dalam kawasan ini bisa saling melengkapi atau dengan kata lain pemasaran dan produksi dapat dilakukan di daerah itu. Pada kawasan ini hanya dibutuhkan infrastruktur transportasi yang menghubungkan daerah-daerah dalam kawasan tersebut. Keterkaitan fisik antar kawasan dengan membangun infra struktur fisik yang mendukung jaringan jalan, terminalpelabuhan, komunikasi yang dapat meningkatkan keterkaitan positif antar wilayah. Keterkaitan fisik harus didukung oleh kebijakan-kebijakan yang mendukung terjadinya hubungan positif saling menguntungkan antar wilayah. Kebijakan diharap dapat mendorong struktur insentif menuju keterkaitan positif, misalnya pola penganggaran untuk pembangunan yang memperhatikan daerah lain sehingga kinerja pembangunan yang didapat akan bermanfaat juga untuk daerah disekitarnya dan daerah yang bersangkutan dapat memperoleh manfaat dari daerah disekitarnya. Kebijakan yang salah justru akan membentuk keterkaitan yang memperlemah backwash. Keseimbangan pembangunan antar wilayah sangat diperlukan untuk membentuk hubungan yang saling memperkuat. Bila keseimbangan pembangunan bukan menjadi perhatian maka akan terjadi ketidakseimbangan pembangunan. Ketidakseimbangan akan menghasilkan struktur hubungan yang saling memperlemah. Wilayah yang tertinggal akan semakin tertinggal dan terjadi pengurasan sumber daya, sedangkan wilayah maju akan semakin maju dan terjadi penumpukan nilai tambah di pusat-pusat pertumbuhan secara berlebih.

BAB VI. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1.

Simpulan Berdasarkan semua hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang terjadi di wilayah Jawa bagian barat : 1. Peran pemerintah lewat belanja daerah atau pola penganggaran masih cukup berarti dalam meningkatkan kinerja pembangunan yang ditunjukkan dengan adanya pengaruh cukup nyata dari pola penganggaran terhadap kinerja pembangunan. Bidang-bidang penganggaran yang berpengaruh cukup nyata yang berarti bila bidang-bidang tersebut ditingkatkan jumlah anggaran belanjanya akan meningkatkan kinerja pembangunan adalah : i. Bila dihitung berdasar jumlah penduduk maka terdapat dua kelompok bidang yang berpengaruh nyata, yaitu: afaktor yang pertama merupakan belanja administrasi dan produksi dengan dengan penyusunnya adalah belanja-belanja: Total Belanja, Bidang Administrasi Pemerintahan, Bidang Perikanan, Bidang Perindustrian dan Perdagangan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Kependudukan, Bidang Olah Raga, dan Bidang Kepariwisataan. bfaktor kedua adalah belanja penanaman modal dengan kontribusi terbesar adalah bidang penanaman modal. ii. Untuk belanja bidang perluas lahan menghasilkan dua faktor, yaitu afaktor pertama berupa belanja sarana prasarana yang disusun dari belanja belanja: Total Belanja,Bidang Administrasi Pemerintahan, Bidang Pertanian, Bidang Perikanan, Bidang Pertambangan Dan Energi, Bidang Perindustrian Dan Perdagangan, Bidang Perkoperasian, Bidang Penanaman Modal, Bidang Ketenagakerjaan, Bidang Kesehatan, Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan, Bidang Sosial, Bidang Permukiman, Bidang Pekerjaan Umum, Bidang Perhubungan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Kependudukan, Bidang Olahraga dan Bidang Kepariwisataan.