Pembobot Spasial Matriks Ketetanggaan

inipun belum bisa memberi gambaran pengaruh kinerja pembangunan antar daerah dengan mitra dagang. Tabel 5.15. Hasil Spatial Auto Regressive Model dengan pembobot spasial matriks aliran barang. Regression Summary for Dependent Variable: Y 1 R= .95421580 R²= .91052779 Adjusted R²= .87473891 F8,20=25.442 p.00000 Std.Error of estimate: .07033 Durbin- Watson d : 1,956 Beta Std.Err. B Std.Err. t20 p-level of Beta of B Intercept 0,320737 0,111064 2,88786 0,009097 X1 0,479386 0,214704 0,549012 0,245888 2,23278 0,037155 X2 0,105762 0,109782 0,097576 0,101285 0,96338 0,346864 X3 0,44128 0,215617 0,460559 0,225037 2,04659 0,054068 X4 0,049329 0,082958 0,056432 0,094902 0,59463 0,558757 X5 0,010918 0,079288 0,001958 0,014217 0,1377 0,891854 X6 0,002496 0,099124 0,003795 0,150689 0,02518 0,98016 X7 -0,32767 0,077746 -0,60635 0,143868 -4,21463 0,000426 W3Y1 -0,10048 0,095324 -0,12501 0,118603 -1,05405 0,304428 Keterangan : Angka yang dicetak tebal menunjukkan nilai koefisien yang signifikan pada p-level 5. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan analisis spatial auto regressive model pada daerah penelitian kerjasama antar daerah mitra bisnis atau mitra perdagangan belum memberi pengaruh terhadap tingkat produktifitas.

5.3.1.3. Model Ketiga dengan Analisis Spatial Durbin Model

Model ini untuk menganalisis komponen-komponen yang mempengaruhi kinerja pembangunan suatu daerah yang meliputi:pola penganggaran daerah yang bersangkutan, kinerja pembangunan daerah disekitarnya, dan pola penganggaran daerah disekitarnya. Rumus yang dipergunakan adalah: Y 1 =FWY 1 ,WX 1 ,WX 2 ,WX 3 ,WX 4 ,WX 5 ,WX 6 ,WX 7 ,X 1 ,X 2 ,X 3 ,X 4 ,X 5 ,X 6 ,X 7 , dimana: WX 1 , WX 2 ,WX 3 ,WX 4 ,WX 5 ,WX 6 ,WX 7 : komponen pengaruh dari pola penganggaran daerah disekitarnya

5.3.1.3.1. Pembobot Spasial Matriks Ketetanggaan

Dengan melihat hasil analisis pada Tabel 5.16 tersebut nampak bahwa persamaan yang dihasilkan mempunyai nilai R 2 yang cukup baik yaitu lebih dari 0,95. Hal ini berarti keragaman dari independent variable atau X mampu menggambarkan 95 dari keragaman dari dependent variable atau Y 1 . Sementara itu apabila dilihat dari hasil uji F terhadap model juga nampak bahwa model ini cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu p 0,00000. Bila dilihat dari nilai Durbin Watson statistic, nilai distribusi tabel DW tingkat signifikansi 5 dimana jumlah variabel bebas atau k’=15, observasi N = 29, d L =0,359 dan d U =2,992 4-d U =1,008 maka model yang dihasilkan adalah non- autokorelasi karena nilai DW adalah 2,27 berada diantara 4-d U dan d U . Kemudian nilai error menyebar normal lihat lampiran. Dengan demikian model ini cukup layak untuk bisa memberikan gambaran faktor-faktor apa saja yang telah mempengaruhi kinerja pembangunan daerah dalam hal ini tingkat produktifitas. Tabel 5.16. Hasil Spatial Durbin Model variabel Y 1 dengan pembobot spasial matriks ketetanggaan. Regression Summary for Dependent Variable: Y1 R= .97915424 R²= .95874303 Adjusted R²= .91113882 F15,13=20.140 p.00000 Std.Error of estimate: .05923 Durbin- Watson d: 2,2721 Beta Std.Err. B Std.Err. t13 p-level of Beta of B Intercept 0,31756 0,379923 0,83585 0,418336 X1 0,612003 0,238729 0,70089 0,273402 2,56359 0,023578 X2 0,330447 0,120527 0,30487 0,111198 2,74169 0,016803 X3 0,226007 0,216609 0,235881 0,226073 1,04339 0,315784 X4 0,047505 0,080696 0,054345 0,092316 0,58869 0,566157 X5 -0,0529 0,07438 -0,00948 0,013337 -0,71115 0,489558 X6 -0,19932 0,080731 -0,30301 0,122729 -2,46893 0,028192 X7 -0,32549 0,081309 -0,60232 0,150462 -4,00315 0,001503 W1Y -0,45554 0,51148 -0,72576 0,814875 -0,89063 0,389311 W1X1 0,795834 0,517045 1,569975 1,019997 1,5392 0,147736 W1X2 0,548263 0,183537 1,182675 0,395912 2,98722 0,010494 W1X3 -0,51105 0,449975 -0,89388 0,787055 -1,13573 0,276573 W1X4 -0,03121 0,089245 -0,12125 0,346754 -0,34968 0,732177 W1X5 -0,03473 0,096251 -0,00633 0,017549 -0,36086 0,724 W1X6 -0,25389 0,173514 -0,51473 0,351775 -1,46325 0,167156 W1X7 -0,19573 0,17354 -0,59455 0,527133 -1,12789 0,279754 Keterangan : Angka yang dicetak tebal menunjukkan nilai koefisien yang signifikan pada p-level 5. Berdasarkan p-level dapat dilihat bahwa terdapat beberapa variabel yang mempunyai nilai koefisien yang nyata pada taraf 5. Variabel indeks komposit faktor utama I belanja bidang per kapita belanja administrasi dan produksi dan variabel indeks komposit faktor utama II belanja bidang per kapita belanja penanaman modal memberi pengaruh nyata. Kedua variabel tersebut memberi pengaruh positif terhadap kinerja pembangunantingkat produktifitas, terlihat dengan koefisiennya masing masing 0,70 dan 0,30. Hal ini terjadi juga dengan variabel indeks komposit faktor utama II belanja bidang per kapita belanja penanaman modal wilayah berbatasan memberi pengaruh signifikan dengan pengaruh positif . Variabel indeks diversitas struktur ekonomi daerah yang bersangkutan dan variabel Indeks diversitas pola penganggaran daerah bersangkutan keduanya memberi pengaruh negatif terhadap variabel tingkat produktifitas. Hal ini terlihat dengan nilai koefisien -0,60 dan -0,30. Pengaruh yang diberikan kedua variabel tersebut negatif kemungkinan karena daerah-daerah yang dipakai untuk analisis memiliki PDRB yang disumbang dari sektor-sektor perekonomian yang dominan atau memiliki struktur ekonomi yang tidak merata ke seluruh sektor, atau daerah yang berkonsentrasi pada sektor perekonomian tertentu akan mendapatkan nilai tambah yang lebih. Makin merata struktur ekonominya ternyata variabel-variabel penyusun tingkat produktifitas justru semakin kecil. Hal tersebut terjadi juga dengan pola penganggaran yang diterapkan, bila suatu daerah membuat pola penganggaran dengan prioritas tertentu yang dianggap sektor unggulan maka akan diperoleh hasil yang lebih daripada penganggarannya disebar merata ke seluruh bidang. Kab. Cianjur Kab. Lebak Kab. Garut Kab. Sukabumi Kab. Bogor Kab. Subang Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Tangerang Kab. Purwakarta DKI Jakarta Kota Depok Kota Cilegon Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Bandung Kota Tangerang Kota Bogor Kab. Kuningan Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi 100 100 Kilometers N U Gambar 5.21. Pola Spasial nilai error analisis Spatial Durbin Model menggunakan matriks ketetanggaan. Variabel indeks komposit faktor utama II belanja bidang per kapita yang disusun dari bidang penanaman modal ternyata memberi pengaruh nyata terhadap daerah tetangga. Pengaruh yang diberikan bersifat positif yang berarti tingkat produktifitas suatu daerah dipengaruhi oleh penanaman modal daerah tetangga, begitu pula penanaman modal suatu daerah akan mempengaruhi tingkat produktifitas ekonomi daerah wilayah berbatasan. Berdasarkan hasil analisis spatial Durbin model menggunakan matriks ketetanggaan tersebut dilakukan pemetaan error. Nilai absolut error paling kecil di Kabupaten Karawang dengan nilai 0,001672, sedangkan nilai absolut error terbesar pada Kabupaten Garut dengan nilai 0,086421.

5.3.1.3.2. Pembobot Spasial Matriks Kebalikan Jarak Centroid