5.2.6. Indeks Diversitas Struktur Ekonomi
Indeks diversitas struktur ekonomi dihitung menggunakan indeks entropi. Semakin besar nilai indeks entropinya maka semakin proporsional komposisi
antar sektor-sektor ekonominya, sedangkan semakin kecil nilai indeks entropinya maka terdapat sektor perekonomian yang dominan pada suatu daerah.
Kab. Cianjur Kab. Lebak
Kab. Garut Kab. Sukabumi
Kab. Bogor Kab. Subang
Kab. Pandeglang Kab. Serang
Kab. Indramayu Kab. Karawang
Kab. Dan Kota Tasikmalaya Kab. Bekasi
Kab. Bandung dan Kota Cimahi Kab. Sumedang
Kab. Cirebon Kab. Majalengka
Kab. Tangerang Kab. Purwakarta
DKI Jakarta Kota Depok
Kota Cilegon
Kota Cirebon Kota Bekasi
Kota Bandung Kota Tangerang
Kota Bogor Kab. Kuningan
Kab. Ciamis dan Kota Banjar Kota Sukabumi
Klasifikasi Rendah
Sedang Tinggi
100 100 Kilometers
N U
Gambar 5.20. Pola spasial indeks diversitas struktur ekonomi PDRB 9 sektor.
Indeks diversitas struktur ekonomi kabupatenkota Jawa bagian barat paling rendah Kabupaten Bekasi yaitu 0,26 dan tertinggi Kabupaten Majalengka. Hal ini
berarti di Kabupaten Bekasi terjadi konsentrasi perekonomian pada sektor-sektor tertentu. Sedangkan Kabupaten Majalengka memiliki struktur perekonomian
paling merata ke seluruh sektor. Setelah diklasifikasikan maka ada delapan daerah yang termasuk klasifikasi tinggi, delapan daerah termasuk klasifikasi rendah dan
sisanya masuk klasifikasi sedang. Nilai terendah indeks diversitas pola penganggaran sebesar 0,09 dimiliki
oleh Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, tetapi ternayata kedua wilayah tersebut memiliki indeks diversitas struktur
ekonomi yang masuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini kemungkinan peran swasta atau konsumsi dari kedua daerah tersebut cukup tinggi, sehingga peran pemerintah
dalam hal ini belanjapenganggaran kurang begitu berpengaruh dalam perekonomian. Kemungkinan lain yang mungkin terjadi adalah pola
penganggaran dari kedua daerah tersebut meskipun terpusat pada bidang tertentu tetapi kurang sesuai dengan sektor-sektor perekonomian yang dominansektor-
sektor unggulan atau penganggarannya kurang tepat sasaran. Berdasarkan data APBD tahun 2003, untuk Kabupaten dan Kota Tasikmalaya persentase
penganggaran terbesar pada belanja bidang administrasi pemerintahan yaitu 25 disusul dengan belanja bidang pendidikan dan kebudayaan sebesar 5,3.
Kemudian ada beberapa bidang yang tidak memperoleh alokasi anggaran atau nila anggarannya sebesar 0, yaitu bidang-bidang: penanaman modal, penataan ruang,
lingkungan hidup, kependudukan, olah raga dan pertanahan. Untuk Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar persentase penganggaran terbesar pada belanja bidang
administrasi pemerintahan yaitu 26 disusul dengan belanja bidang pendidikan dan kebudayaan sebesar 5,0 dan juga terdapat beberapa bidang yang tidak
memperoleh alokasi anggaran yaitu bidang-bidang: penataan ruang, pekerjaan
umum dan olah raga. 5.3.
Hubungan antara Pola Penganggaran dan Keterkaitan Antar Daerah dengan Kinerja Pembangunan
Analisis ini untuk mencari hubungan antara pola penganggaran dengan kinerja pembangunan. Hubungan tersebut meliputi pengaruh kinerja
pembangunan suatu daerah dengan kinerja pembangunan daerah disekitarnya, pengaruh pola penganggaran daerah yang bersangkutan dengan kinerja
pembangunan daerah yang bersangkutan, dan pengaruh pola penganggaran daerah disekitarnya dengan kinerja pembangunan suatu daerah. Variabel-variabel yang
digunakan adalah : • Y
1
: Indeks komposit I kinerja pembangunan tingkat produktifitas ekonomi
• Y
2
: Indeks komposit II kinerja pembangunan laju pertumbuhan ekonomi
• X
1
: Indeks komposit faktor utama II belanja bidang per jumlah penduduk belanja administrasi dan produksi meliputi Total
Belanja, Bidang Administrasi Pemerintahan, Bidang Perikanan,
Bidang Perindustrian dan Perdagangan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Kependudukan, Bidang Olah Raga, dan Bidang
Kepariwisataan • X
2
: Indeks Komposit Faktor Utama II Belanja Bidang per Jumlah Penduduk belanja penanaman modal meliputi Bidang
Penanaman Modal • X
3
: Indeks Komposit Faktor Utama I Belanja Bidang per Luas Wilayah belanja sarana prasarana meliputi Total
Belanja,Bidang Administrasi Pemerintahan, Bidang Pertanian, Bidang Perikanan, Bidang Pertambangan Dan Energi, Bidang
Perindustrian Dan Perdagangan, Bidang Perkoperasian, Bidang Penanaman Modal, Bidang Ketenagakerjaan ,Bidang Kesehatan,
Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan, Bidang Sosial, Bidang Permukiman, Bidang Pekerjaan Umum, Bidang Perhubungan,
Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Kependudukan, Bidang Olahraga, Bidang Kepariwisataan
• X
4
: Indeks Komposit Faktor Utama II Belanja Bidang per Luas Wilayah belanja tata ruang dan hutbun meliputi Bidang
Kehutanan dan Perkebunan dan Bidang Penataan Ruang • X
5
: Persentase Pengeluaran Tak Terduga • X
6
: Indeks Diversitas Pola Penganggaran • X
7
: Indeks Diversitas Struktur Ekonomi Untuk matriks pembobot spasial contiguity matrix yang digunakan adalah:
• W
1
: wilayah berbatasanketetanggaan
• W
2
: kebalikan jarak antar centroidgravitasi potensial
• W
3
: data aliran barang antar kabupatenkotamitra dagang
Karena keterbatasan jumlah sampel yang hanya 29 kabupatenkota, maka dilakukan pengujian nilai Y
1
dan Y
2
dengan pembobot spasial satu persatu dengan tiga macam model.
5.3.1. Pengujian Tingkat Produktifitas Ekonomi