15
karangan narasi siswa hingga saat ini masih sangat rendah, belum memuaskan, dan masih perlu disempurnakan. Selain itu, penelitian dilakukan untuk
menemukan berbagai alternatif metode, teknik, atau media dalam membelajarkan keterampilan menulis khususnya menulis kembali karangan narasi. Oleh karena
itu, peneliti melakukan penelitian peningkatan kemampuan menulis kembali karangan narasi menggunakan metode IKP melalui media film kartun.
2.2 Landasan Teoretis
Beberapa konsep yang menjadi landasan teori adalah teori tentang hakikat menulis, tujuan menulis, jenis karangan, pembelajaran menulis kembali, media
pembelajaran, dan metode pembelajaran bahasa.
2.2.1 Pengertian Menulis
Menurut Sujanto 1988:58, keterampilan menulis merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang dan dapat dipelajari. Oleh karena itu, tulisan
seseorang tidak mungkin langsung menjadi sebuah tulisan yang utuh. Namun demikian, dalam proses penulisan memerlukan tahap-tahap untuk menjadi sebuah
tulisan yang utuh. Hal senada diungkapkan oleh Parera 1993:3, mengemukakan bahwa
menulis merupakan suatu proses yang dapat diartikan melalui beberapa tahap. Baberapa tahap tersebut yaitu tahap prakarsa, tahap lanjutan, tahap revisi, dan
tahap pengakhiran. Tahap-tahap inilah yang diharapkan akan dapat menghasilkan tulisan yang baik dan utuh.
16
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Syafi’ie 1996:53. Syafi’ie mengungkapkan keterampilan menulis merupakan kemampuan menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi menggunakan bahasa tulis. Jadi, bahasa tulis yang digunakan tidak sekadar jajaran kata dan simbol grafis. Syarat lain, bahasa tulis
yang digunakan harus dapat dimengerti oleh penulis dan pembaca. Pendapat Syafi’ie diperkuat oleh Gie 2002:10, Gie mengemukakan
bahwa mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan dalam mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis untuk dibaca dan dimengerti orang lain.
Buah pikiran tersebut dapat berupa pengalaman, pendapat, pengetahuan, keinginan, perasaan sampai gejolak kalbu seseorang. Buah pikiran ini
diungkapkan dan disampaikan kepada pihak lain dengan wahana berupa bahasa tulis, yakni bahasa yang tidak menggunakan peralatan bunyi dan pendengaran
melainkan berwujud berbagai tanda dan lambang yang harus dibaca. Hasil perwujudan melalui bahasa tulis itu menjadi karya tulis yang dapat berupa sesuatu
karangan apa pun, dari karangan faktawi atau fiksi, yang pendek beberapa lembar atau panjang berjilid-jilid sampai corak prosa atau puisi.
Lain halnya dengan Sujanto dan Syafi’ie, Supriyadi dalam Wagiran 2005:4 mengungkapkan bahwa menulis merupakan suatu proses kreatif yang
lebih banyak melibatkan cara berpikir divergen menyebar daripada konvergen memusat. Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak
gagasan untuk ditulisnya. Kemampuan sacara teknis ada dua kriteria yang dapat diikuti, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung kepada
kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan.
17
Berdasarkan uraian di atas tentang hakikat menulis, dapat disimpulkan bahwa menulis dapat diartikan sebagai kegiatan penyampaian pesan dalam rangka
menuangkan ide melalui bahasa tulis dengan memerhatikan ejaan, struktur kata, kosakata, serta keterpaduan antarkalimat agar dapat dipahami oleh pembaca.
Menulis kembali juga merupakan suatu proses, dan tidak terjadi begitu saja karena untuk memulai menulis seseorang membutuhkan pematangan terlebih dahulu.
Pematangan yang dimaksud adalah seperti mematangkan ide, tema, dan lain-lain.
2.2.2 Tujuan Menulis