126
administrasi penduduk sidak KTP yang dilakukan di pelabuhan Gilimanuk dan di banjar-banjar beberapa kali menjadi topik berita di Bali Post.
4.4.2 Aspek Institusional dan Sosial
Dalam bukunya, Fairclough 1995 menyebutkan bahwa salah satu pengaruh kuat terhadap terbentuknya wacana dalam sebuah media adalah media
itu sendiri atau kekuatan-kekuatan dari luar yang mempengaruhi media tersebut. Fairclough tidak hanya mengamini bahwa wacana-wacana yang terbentuk dalam
media adalah akibat dari perubahan sosial yang terjadi tetapi juga sebagai sebab musabab sebuah perubahan sosial. Dalam subtopik ini akan dibahas lima filter
dalam model propaganda yang dikemukakan Herman Chomsky yang akan menguraikan bagaimana politik dan ekonomi media mempengaruhi isi dari
wacana Ajeg Bali di Bali Post.
4.4.2.1 Kepemilikan
Herman Chomsky menempatkan kepemilikan sebagai filter utama yang terkuat menyaring berita yang akan dipublikasikan media. Kepemilikan juga
menyangkut bagaimana para pemilik media yang kaya juga melayani kepentingan organisasi lain yang juga berorientasi pada keuntungan seperti pemerintah, Bank,
partai politik, dan lainnya Durham Kellner, 2001. Andai saja, Bali Post tak dimiliki Satria Naradha, maka sudah pasti nasib
Ajeg Bali tidak akan sama. Dengan sangat mudahnya Ajeg Bali yang merupakan buah keresahan Naradha akan Bali didaftar menjadi salah satu agenda penting
Bali Post pasca bom Bali 2002. Ini terlihat dari tidak ada pertentangan atau diskusi alot di jajaran dewan redaksi Bali Post mengenai Ajeg Bali. Meskipun
Bali Post berbentuk perseroan terbatas, 80 sahamnya masih miliki Satria Naradha dan 20 sisanya miliki karyawan Kelompok Media Bali Post.
Satria Naradha, putra satu-satunya dari pendiri Bali Post, Ketut Nadha, telah lama memikirkan nasib Bali, masyarakat, dan budayanya. Bahkan jauh
sebelum bom Bali meledak tahun 2002. Namun, bom Bali 2002 lah yang menjadi titik balik, pelatuk yang akhirnya mendorong Naradha membawa idenya tersebut
ke meja redaksi Bali Post wawancara dengan Alit Purnatha. Tidak ada diskusi
commit to user
127
panjang mengenai Ajeg Bali. Satu hal yang masih diingat oleh Alit Purnatha ketika rapat tersebut berlangsung saat itu adalah diskusi soal penamaan ide
sehingga mudah diingat dan diterima oleh masyarakat Bali. Ajeg Bali dinilai oleh rapat saat itu sebagai nama yang paling tepat karena menggunakan kata dari
bahasa Bali yakni ajeg. Tampaknya strategi Bali Post menggunakan kata dalam bahasa Bali berhasil membuat Ajeg Bali populer di masyarakat Bali. Untuk
membuatnya semakin familiar dan populer, Bali Post menerbitkan artikel Ajeg Bali secara berkala. Bahkan Satria Naradha, dalam pengantarnya dalam buku
menyebut: “Ajeg Bali” berjanji akan terus menerus mempertajam dan membuat
Ajeg Bali semakin konkret. “Tentu belum banyak yang bisa kami ungkap pada edisi khusus kali ini.
Oleh karena itu, hal serupa akan tetap kami pertajam pada agenda setting redaksional yang akan datang,” Naradha, 2004
Namun strategi Bali Post tak cukup hanya mempublikasikan berita secara reguler. Yang membuat Ajeg Bali menarik dan cepat diterima oleh masyarakat
Bali adalah beberapa tokoh nasional seperti Sultan Hamengku Bhuwono IX, Megawati, dan lainnya terpotret dalam berita mendukung konsep ini dengan
menandatangani prasasti Ajeg Bali. Atau sebut saja I Dewa Made Beratha Gubernur Bali 2004-2009, Cok Ratmadi bupati Badung, Mangku Pastika
gubernur Bali periode 2014-2019, dan A.A Puspayoga Walikota Denpasar juga kerap muncul di berita Ajeg Bali. Namun diantara sekian banyak tokoh yang
sering muncul, ada sebuah kesamaan yang cukup banyak yakni mereka berasal dari salah satu partai politik besar, PDI Perjuangan. Ini tidak bisa dilepaskan dari
preferensi politik Satria Naradha yang meskipun tidak berpolitik praktis tetapi dikenal dekat dengan elit PDI Perjuangan pusat maupun di Bali. Di beberapa
momen yang khusus yang mengikutsertakan PDI Perjuangan dan elitenya, Satria Naradha terpotret dalam berita. Sebut saja dalam peristiwa pembatalan Cok
Ratmadi menjadi kandidat Gubernur pada tahun 2004 dari PDIP yang menyebabkan pendukung partai ini sedikit chaos. Satria Naradha hadir di
kediaman Cok Ratmadi untuk menenangkan masa yang datang dan mendukung Ratmadi untuk menerima keputusan elit PDIP pusat. Keesokan harinya, Bali Post
commit to user
128
menerbitkan sebuah berita dengan menyebut Ratmadi sebagai pahlawan Ajeg Bali sebagai headline. Tentu saja, keputusan menempatkan berita semacam ini sebagai
headline adalah sepenuhnya keputusan Satria Naradha yang kali itu menjabat
sebagai pemimpin redaksi sekaligus redaktur halaman pertama. Sama halnya ketika berita Megawati Soekarnoputri menandatangani prasasti Ajeg Bali dan
mengukuhkan eksistensi Ajeg Bali diletakkan di halaman depan dan fotonya menjadi headline. Menjadi partisipan rekonsiliasi diantara Cok Ratmadi dan Dewa
Beratha atau melempar Ajeg Bali ke pasar dan menjadikannya populer sehingga pembaca dibuat menikmati euphoria Ajeg Bali adalah sebagian keuntungan yang
ia dapat secara politik dan ekonomi. Karena semenjak itu ia sering digadang- gadang menjadi calon gubernur atau wakil gubernur Bali dari PDI Perjuangan dan
kerajaan medianya tetap solid bahkan cenderung menguat. Bahkan Nordholt 2007 menyebut bahwa Naradha memiliki kepentingan pribadi dengan
mendukung Dewa Beratha karena Beratha dinilai bisa membantunya dalam masalah kanal Bali TV dengan pihak pusat. Satria Naradha mendukung keputusan
yang diambil Cok Rat untuk mundur dari bursa calon gubernur. Ini bak menyelam dua tiga pulau terlampaui. Dengan artikel ini ia dapat menyelamatkan Bali TV
miliknya dan mengukuhkan propaganda Ajeg Bali dalam masyarakat. “Although the leader of the Bali Post had been close to Puri Satria, he
has his own reason to support Made Beratha. His television station was in jeopardy because it had started broadcasting before the new law on
local television Law No 322002 was in operation. Therefore Bali TV was strictly speaking illegal and Jakarta could close the station down.
Satria Naradha needed Made Beratha’s mediation to stay on air which eventually succeeded,” Nordholt, 2007:415
Sementara itu, opini dari beberapa elit partai ini juga mewarnai beberapa berita Ajeg Bali; A.A.N Puspayoga mantan walikota Denpasar dan wakil
gubernur Bali, A.A Dharmayuda walikota Denpasar, atau Mangku Pastika yang saat itu masih menjadi Gubernur Bali dari partai PDI Perjuangan yang tak jarang
juga tampil pada halaman utama. “AAN Oka Ratmadi bersama AAN Puspayoga yang juga wakil kota
Denpasar, Senin 287 kemarin du Puri Satria melakukan penandatanganan
prasasti “Persatuan
untuk Keajegan Bali”.
commit to user
129
Penandatanganan prasasti itu terkait HUT ke-1 Bali TV,” Bali Post, 2003
“Tiba di Gedung Pers Bali Ketut Nadha pukul 11.49 wita, Megawati diterima Satria Naradha, Penglisir Kelompok Media Bali Post Ibu Desak
Gede Raka Nadha dan Ketua Umum The Mega Centre Shri IB Darmika Wedastra Putra Suyasa, S.T. Setelah bercakap-cakap dengan Ibu Desak
Raka Nadha, Megawati dipersilakan membubuhkan tanda tangan pada prasasti,” Bali Post, 2003
Tentu saja ini berdampak baik juga terhadap partai politik tertentu yang didukung Satria Naradha. Seringnya anggota PDI Perjuangan muncul bak inisiator
atau pemikir ulung dalam berbagai berita Ajeg Bali, semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai partai politik terkuat di Bali. Karena PDI P mendukung
Ajeg Bali, karena kader-kader partai ini memiliki perhatian terhadap Bali. Artikel- artikel Ajeg Bali tak hanya mendukung partai berlambang banteng ini tetapi partai
ini juga melicinkan Ajeg Bali masuk dalam benak masyarakat Bali yang sebagian besar pemilih PDI Perjuangan. Karena tokoh-tokoh PDIP yang hadir dalam artikel
berita menunjukkan bahwa tokoh-tokoh tersebut mendukung konsep ini. Untuk keresahannya akan nasib Bali, ekonomi Bali, agama Hindu,
budayanya, Satria Naradha menggunakan alat dan media yang ia miliki untuk menginfusi ideologi dan tujuan pribadi yang ia buat sebagai tujuan bersama
masyarakat masyarakat Bali. Ada banyak media yang ia miliki baik cetak maupun audio visual yang dijadikannya saluran yang ampuh untuk mempropagandakan
Ajeg Bali. Media-media tersebut memiliki segmentasi pembaca yang berbeda. Dan ini membuat mudahnya Ajeg Bali masuk ke kalangan manapun; orang tua
Bali Post, Bali TV, anak muda Wiyata Mandala, pengusaha bisnis Bali, Bali Travel News, dan lainnya dengan waktu yang cepat dan target propaganda yang
beragam dan masif. Dengan ramainya Ajeg Bali dibicarakan publik dan mendapat perhatian maka kerajaan Kelompok Media Bali Post posisinya akan tetap merajai
media di Bali.
4.4.2.2 Iklan