Relasi Lingkungan and Tata Ruang

78 “Agama Hindu masih menjiwai cara hidup masyarakat Bali, ekspresi persembahan yadnya berupa banten dan berkesenian masih tetap menjadi identitas. Artefak dalam bentuk materialnya berupa pura, desa adat, Banjar, dan subak yang tatanannya serasi dengan alam dikelola untuk menopang keberlanjutan kehidupan Bali. Sistem dan struktur pengaturanya pun dibuatkan kesepakatan dalam bentuk awig awig, sebagaimana keseimbangan hidup bisa membimbing sampai ke tanah wayah . Tata nilai, tata laku, dan laksana diatur dalam kesepakatan bersama. Tata waktu dan upacara praksis aksi dan refleksi dalam menjalankan kehidupan. Sayang, semuanya seolah menjadi romantisme belaka saat ini ketika mendapati kondisi Bali saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman dan guliran peradaban serta meningkatnya kebutuhan manusia, warisan leluhur berupa konsep keseimbangan itu terabaikan,”Bali Post, Ajeg bali Melalui Paruman Agung Satu Bali, 2003 Pada kutipan diatas terlihat bahwa lingkungan direpresentasikan sebagai hal yang amat penting dan merupakan bagian dari filosofi hidup orang Bali. Namun, Bali Post menegaskan lingkungan Bali yang ‘memprihatinkan’ diperoleh dari kebijakan pemerintah dan desakan penduduk. Fokus berita tentang lingkungan dan tata ruang yang cenderung menyalahkan pihak luar tinimbang memperkuat konsep Tri Hita Karana ke dalam masyarakat Bali membuat teks-teks berita memuat gagasan-gagasan yang cenderung berada di luar konteks pelestarian budaya dan lebih bersifat politis. “Karena itu strategi dalam penanganan tata ruang, dia mengajak mari berpikir untuk Bali secara utuh. Tawaran otonomi khusus yang sempat diwacanakan dalam berbagai seminar dan diperjuangkan DPRD Bali, layak dikongkretkan. Di sisi lain, ketidakseimbangan pembangunan antarsektor, antarwilayah agar terus dikurangi,” Bali Post, Ketidakseimbangan Pemanfaatan Ruang, 2003

4.2.6.4 Relasi

Hubungan atau relasi yang terlihat pada teks berita tentang lingkungan dan tata ruang adalah relasi antara pembuat berita dengan masyarakat Bali, pendatang, dan pemerintah. Relasi yang tersingkap antara pembuat berita dengan masyarakat Bali adalah posisi yang lebih tinggi yang dimiliki oleh pembuat berita. Pembuat berita pada kutipan di bawah ini memberitahukan masyarakat Bali bahwa kondisi lingkungan dan tata ruang Bali tidak baik. Pembuat berita seolah-olah adalah pihak yang lebih mengetahui dengan menuturkan fakta-fakta yang ia temukan dan commit to user 79 apa-apa yang harus dikhawatirkan. Gaya bahasa yang tidak menggurui namun penuh dengan mistifikasi buruk akan lingkungan dan tata ruang Bali membuat teks-teks berita ini mudah menarik perhatian pembaca utamanya masyarakat Bali. “Selain melibatkan banyak pihak beserta kepentingan masing-masing, kesadaran akan arti penting lingkungan bagi manusia sendiri masih rendah. Hal ini setidaknya diekspresikan oleh sikap hidup dan tingkah warga sehari-hari yang mengabaikan keseimbangan lingkungan. Di lain pihak, instansi dan aparat keamanan masih tampak gamang dalam menindak tiap pelanggaran. Akibatnya kerusakan terus berlangsung dari waktu ke waktu,” Bali Post, Ajeg Bali Melalui Paruman Agung Satu Bali, 2003 “Kerusakan hutan di Jembrana kini makin parah. Penggantian pejabat rupanya tak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Bahkan kerusakannya makin menjadi-jadi. Salah satu penyebabnya adalah penebangan liar. Selain itu, hutan juga dikapling-kapling,” Bali Post, Paru-Paru Jembrana makin keropos, 2011 Sedangkan pembuat berita juga terlihat memiliki posisi yang lebih tinggi dari pendatang, Pendatang kembali digambarkan sebagai sebuah ancaman ajegnya Bali. Rumah susun ditolak bukan saja karena tak sesuai dengan konsep Tri Mandala dan Tri Angga dimana rumah harus memiliki pembagian yakni halaman depan, halaman suci, dan halaman belakang tetapi juga rumah susun akan menarik para pendatang baru. “Rumah susun semacam itu memang tak sesuai dengan filosofi hidup orang Bali dan menghadirkan ‘budaya baru’ yang dibawa oleh pendatang ke Bali,” Bali Post, Rumah Susun tak Sesuai Filosofi Orang Bali, 2003 Hubungan antara pembuat berita dengan pemerintah daerah terlihat setara. Tidak nampak Bali Post menyalahkan pemerintah daerah. Ini disebabkan karena narasumber berita yang digunakan pada teks berita berasal dari pemerintah daerah. Dalam konteksnya terhadap lingkungan dan tata ruang, Bali Post lebih meletakkan kesalahan pada pemerintah pusat atas kebijakan otonomi daerah yang diterapkan dan kebijakan lain yang merugikan Bali. “Ironisnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah orde baru itu justru menghasilkan proyek mangkrak. Misalnya, mega proyek Bali Pecatu Graha dan Bali Turtle Island Developmment,” Bali Post, Ketidakseimbangan Pemanfaatan Ruang, 2003 commit to user 80 “Pengelolaan secara parsial oleh masing-masing kabupaten dan kota ini dimungkinkan oleh penerapan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah….jika mereka berlomba-lomba menggali PAD terutama dari sektor yang dianggap potensial seperti pariwisata, dikhawatirkan akan merusak keserasian dan kelestarian tata ruang Bali. Itu berarti akan mengancam kelestarian ekosistem daerah Bali,” Bali Post, Ketidakseimbangan Pemanfaatan Ruang, 2003

4.2.6.5 Identitas