34
diadopsi. Masyarakat di negara-negara yang ekonominya jauh berada di bawah Amerika akan menganggap Amerika sebagai yang superior pada akhirnya.
Dampak yang lain adalah adanya ketergantungan pada Amerika yang akan menguntungkan perusahaan-perusahaan Amerika.
Tidak saja dideskripsikan bagaimana bentuk propaganda Amerika tetapi juga digambarkan bagaimana Cina mempertahankan diri dari gempuran
imperialisme dan hegemoni Amerika. Allal menyebutkan Cina menggempur dunia film mereka untuk menandingi film-film buatan Hollywood. Dan bahkan
kini film-film Hollywood mulai menyelipkan budaya-budaya Cina dalam film- film mereka. Bahkan Cina juga melarang impor barang dari Amerika meskipun
aksi ini dinilai ilegal. Cina juga berpartisipasi dalam Konvensi Keragaman Budaya yang ditentang oleh Amerika atas dasar melanggar perjanjian
perdagangan bebas. Hal yang menarik dari penelitian Allal adalah Cina faktanya juga
mengadopsi hal-hal positif dari luar dan Amerika. Cina tidak menutup diri tetapi menangkal beberapa elemen budaya Amerika dengan aksi nyata dan mengadopsi
beberapa diantaranya. Jika penelitian ini mencakup pesan dan pola propaganda budaya Amerika ke negara Cina dan dampak yang disebabkan, penelitian Ajeg
Bali hanya memfokuskan pada pesan dan alasan-alasan di baliknya melalui analisis wacana kritis.
2.8.5 If Indonesia is Too Hard To Understand Let’s Start With Bali
Graeme MacRae dari Universitas Massey adalah salah satu peneiliti yang aktif meneropong masalah-masalah kebudayaan, politik, dan sosial budaya Bali
termasuk gerakan Ajeg Bali. Dalam sebuah artikel jurnal, MacRae 2010 menyajikan perspektif masyarakat Bali dalam memandang dirinya sendiri dan
Indonesia terutama yang berkaitan dengan stereotip-stereotip yang melingkupinya.
Stereotip yang paling menonjol adalah perbedaan agama. Bom Bali menurut MacRae 2010 memiliki dampak yang besar tentang bagaimana
masyarakat Hindu Bali memandang masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang budaya dan agama yang berbeda. Terlebih semenjak adanya gerakan
commit to user
35
Ajeg Bali yang dikembangkan oleh Kelompok Media Bali Post. MacRae dalam artikelnya melihat bahwa masyarakat Bali yang merasa terancam baik dari segi
ekonomi, identitas diri, keamanan memandang bahwa masalah-masalah yang muncul berasal dari masyarakat pendatang dari Jawa, Jakarta, dan negara barat.
Satu catatan penting MacRae adalah meskipun ide untuk memproteksi budaya ini bertujuan baik namun Ajeg Bali sebenarnya memiliki ketidakjelasan yang
membuat banyak orang memiliki intepretasi sendiri-sendiri 2010:18. Dari segi ekonomi, masyarakat Bali menurut MacRae tidak mencerminkan
bagian dari masyarakat Indonesia tetapi masyarakat global yang berciri khas lokal Bali. Masyarakat Bali juga melihat bahwa pemerintah pusat menjadikan Bali
sebagai sapi perah dengan pendapatan dari segi pariwisata. Untuk masyarakat Bali menginginkan adanya otonomi daerah sehingga dapat mengatur keuangan dan
peruntukkannya dengan maksimal misalnya. Dengan kaitannya dengan hubungan dengan negara barat, Bali dan Indonesia memiliki hubungan ‘love-and-hate’.
Masyarakat Bali dan Indonesia merasakan keuntungan dengan adanya hubungan dengan negara barat menyoal pariwisata tetapi merasa sangat dirugikan jika
menyangkut pengaruh buruk seperti alkohol dan narkoba MacRae 2010: 28. Pada akhirnya meskipun Ajeg Bali telah memudar dalam masyarakat namun nilai-
nilainya masih dipegang. MacRae dalam artikel ini banyak mengupas Ajeg Bali dan bagaimana
masyarakat Bali memandang dirinya sendiri dan Indonesia dengan melihat konteks sosial dan mengupas artikel yang berkaitan di Bali post dan harian
lainnya. Serupa, penelitian ini akan menggali lebih dalam Ajeg Bali dalam Bali Post dan memberikan intepretasi tambahan tentang Ajeg Bali yang dianggap
MacRae ‘vague’ atau tidak jelas.
2.9 Kerangka Pemikiran