Koefisien Determinasi R-Square Analisis Regresi Linear Berganda 1.

tingkat suku bunga, dan lain-lain. Juga faktor fundamental perusahaan lainnnya yang belum diteliti, seperti dividend payout, pertumbuhan aktiva, likuiditas, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu penelitian mengenai pengaruh indikator fundamental return on equity, earning per share, price earning ratio dan makro ekonomi inflasi dan suku bunga terhadap beta saham-saham kelompok properti dan real estate periode tahun 2004-2008. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa secara simultan seluruh variabel return on equity, earning per share, price earning ratio, inflasi dan suku bunga Indonesia secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap beta saham, dengan persentase besarnya pengaruh variabel independen yaitu sebesar 50. 66

d.Interpretasi Model Regresi

Berdasarkan hasil output SPSS di atas, maka diperoleh persamaan model regresi antara variabel beta saham dan variabel return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per share EPS, price earning ratio PER sebagai berikut: Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa: 1 Konstanta sebesar 1,077 menunjukkan bahwa jika variabel independen ROE, DER, EPS, dan PER adalah nol, maka beta saham adalah sebesar 1,077. 66 Ahmad Fauzi,”Analisis Pengaruh Indikator Fundamental dan Makro Ekonomi Terhadap Beta Saham-saham kelompok properti dan real estate. Periode tahun 2004- 2008”, Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h.85. e PER EPS DER ROE Beta y       012 , 000019 , 002 , 013 , 077 , 1 ˆ 2 Koefisien regresi sebesar -0,013 menunjukkan bahwa jika nilai ROE naik sebesar 1 poin akan menurunkan nilai beta saham sebesar -0,013. 3 Koefisien regresi sebesar 0,002 menunjukkan bahwa jika nilai DER naik sebesar 1 poin akan menaikkan nilai beta saham sebesar 0,002. 4 Koefisien regresi sebesar 0,000019 menunjukkan bahwa jika nilai EPS naik sebesar Rp. 1,- maka akan menaikkan nilai beta saham sebesar 0,000019. 5 Koefisien regresi sebesar 0,012 menunjukkan bahwa jika nilai PER naik sebesar 1 kali, maka akan menaikkan nilai beta saham sebesar 0,012. 6 Dari hasil perhitungan berdasarkan output SPSS, variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap beta saham yaitu return on equity ROE dan price earning ratio PER, sedangkan debt to equity ratio DER dan earning per share EPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap beta saham. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa, naiknya nilai return on equity ROE akan menurunkan nilai beta saham dan naiknya nilai price earning ratio PER akan menaikkan nilai beta saham.

e. Pembahasan Hasil Penelitian

Secara umum kondisi perekonomian Indonesia selama tahun 2004-2010 berada dalam kondisi yang cukup stabil. Pasar modal di Indonesia baru mulai bangkit kembali pada tahun 2003 setelah sebelumnya pada tahun 1997 krisis finansial memukul perekonomian Indonesia. Kebangkitan harga saham-saham yang terdaftar di bursa dipengaruhi oleh membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia sejak tahun 2002. Pertumbuhan ekonomi, meskipun belum mencapai tingkat pertumbuhan seperti pada waktu sebelum krisis, telah mencapai tingkat pertumbuhan yang cukup baik, yaitu 4,1 pada tahun 2003 dan 5,1 pada tahun 2004. 67 Dari tahun 2005 sampai dengan 2009 kinerja pasar modal Indonesia mengalami tren pertumbuhan yang meningkat, kecuali penurunan yang tajam di tahun 2008 sebagai akibat dari krisis global diparuh kedua tahun 2008. Pada akhir tahun 2009 indeks harga saham gabungan IHSG yang mencapai level 2.534,36 mengalami kenaikan sebesar 117,98 dibandingkan dengan IHSG pada tahun 2005 yang berada pada level 1.162,63. Pada semester kedua tahun 2008 dan kuartal pertama tahun 2009, telah terjadi krisis global yang sangat besar yang dampaknya telah menjatuhkan secara drastis indeks harga saham di bursa-bursa dunia termasuk Indonesia. Pergerakan IHSG dalam kurun waktu 2005 - 2009 dapat dibagi menjadi 3 tiga periode, yakni periode pertumbuhan cepat rapid growth dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, periode penurunan drastis crisis sepanjang tahun 2008, dan periode pemulihan recovery sepanjang tahun 2009. Pada periode rapid growth, IHSG mengalami kenaikan yang relatif cepat dari 1.162,63 menjadi 2.745,83, yakni dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 41,20 per tahun. Sedangkan pada periode krisis, sebagai dampak daripada krisis global, IHSG mengalami penurunan drastis sebesar 50,64 yakni dari 2.745,83 di akhir tahun 2007 menjadi 1.355,41 di akhir tahun 2008. IHSG terendah terjadi pada tanggal 28 Oktober 2008 yaitu sebesar 67 Suad Husnan, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, h.16.