Ketersediaan Anggaran Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat Dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008

Kondisi ini tentu akan terus terjadi hingga masa-masa datang, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Oleh sebab itu, diperlukannya sinkronisasi antara rencana pembangunan pemerintah daerah yang tertuang dalam RPJMD dan Renja SKPD dengan kebutuhan masyarakat melalui forum perencanaan pembangunan seperti Musrenbang dan Forum SKPD. Masyarakat juga diharapkan lebih cerdas dalam membuat usulan kegiatan dengan benar-benar memperhatikan tingkat prioritas dan urgensi suatu kegiatan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan apabila adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan para stakeholer di tingkat Kabupaten Eksekutif dan Legislatif untuk membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Seluruh informan dalam penelitian ini sepakat menyatakan bahwa keterbatasan anggaran yang tersedia menjadi penyebab utama rendahnya tingkat penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008. Sistem anggaran berbasis kinerja yang dicanangkan Pemerintah sejak diterbitkannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 merupakan salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan anggaran yang dihadapi dalam APBD. Dengan penganggaran berbasis kinerja setiap kegiatan yang diusulkan dalam RPBD harus benar-benar memiliki dasar yang kuat, baik input, output maupun sasaran yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan terhadap salah satu kegiatan. Intinya adalah penghematan anggaran agar semakin besar aspirasi masyarakat yang dapat terserap. Informan dari Panitia Anggaran Legislatif menyatakan : “.........konsep otonomi daerah belum dipahami oleh eksekutif dan legislatif, sehingga pagu anggaran yang tersedia terkesan hanya untuk dihabiskan pada tahun berjalan.”

2. Kepentingan Politik

APBD seringkali menjadi ajang pertarungan politik, baik elit ditingkat Desa maupun ditingkat Kabupaten eksekutif dan legislatif. Dari hasil wawancara dengan informan dari SKPD menyatakan bahwa banyak dari kegiatan-kegiatan yang diusulkan dalam APBD merupakan kegiatan “titipan” dari pihak-pihak tertentu yang sudah pasti bukan merupakan hasil dari penyerapan aspirasi masyarakat dalam Musrenbang. Informan menyatakan : “..........kita sudah berusaha untuk sedapat mungkin membuat usulan dalam RAPBD sesuai dengan hasil Musrenbang, tetapi apa boleh buat, titipan-titipan dari pihak-pihak tertentu yang sifatnya politis juga tidak bisa ditolak. Sehingga kita harus mengorbankan usulan Musrenbang.” Intervensi politik memang sudah bukan lagi rahasia umum. Dengan dalih untuk kepentingan masyarakat, berbagai pihak seringkali dengan kekuasaan yang dimilikinya memaksakan suatu kegiatan untuk dimasukkan kedalam APBD. Hilangnya usulan masyarakat berdasarkan Musrenbang tidak hanya terjadi pada proses pengusulan RAPBD, tetapi juga pada saat pembahasan dilakukan. Menurut informan dari TPAD : “..........sebagian dari programkegiatan yang disusun TAPD dapat berubah ketika pembahasan RAPBD dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan oleh DPRD, padahal jika dikaji tidak semua kegiatan tersebut penting dan menggambarkan kebutuhan masyarakat.” Sedangkan informan dari SKPD menyebutkan : “.........seringkali dikarenakan adanya kepentingan pihak Legislatif dalam memperjuangkan satu paket yang tujuannya guna kepentingan buat satu daerah pemilihannya, yang mana mungkin sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan masyarakat.” Penambahan kegiatan dalam proses pembahasan RAPBD inilah yang seringkali membuat rendahnya kualitas dari APBD dan proses pengesahan APBD menjadi terlambat. Bagaimana tidak, kegiatan yang diusulkan pada proses pembahasan RAPBD pada umumnya adalah kegiatan yang bersifat fisik jalan, jembatan, parit, bangunan gedung dsb. Setiap kegiatan fisik tentu memerlukan ukuran yang jelas kan dapat ditetapkan anggarannya sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan. Namun kegiatan yang diusulkan tidak pernah menyertakan hal tersebut, bahkan terkadang ada kegiatan yang lokasinya saja belum pasti. Dampak dari intervensi politik sangat beragam apabila tidak dipenuhi, dari mulai pencopotan jabatan hingga keterlambatan pengesahan RAPBD menjadi APBD.