Gambar 14. Grafik Tingkat Penyerapan Aspirasi Masyarakat Pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa, penyerapan aspirasi masyarakat pada Dinas
Kelautan dan Perikanan
sudah sangat baik dan merupakan yang terbaik dari 7 tujuh SKPD yang lain. Penyerapan aspirasi pada Dinas
Kelautan dan Perikanan bisa dikatakan sempurna
dimana jumlah usulan masyarakat dalam Musrenbang yang masuk ke dalam APBD pada tahun anggaran 2008 jauh lebih besar dari jumlah usulan SKPD
yaitu 22 kegiatan atau sebesar 79 dari total 28 kegiatan yang ada pada APBD tahun anggaran 2008. Ditinjau dari penyerapan anggaran juga sangat baik yaitu sebesar
Rp. 2.631.686.535,- atau 82,56 dari total anggaran belanja langsung sebesar Rp. 3.187.547.535,-
Hal ini jelas sangat membanggakan, sebab Kabupaten Aceh Tamiang selain merupakan daerah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang luas juga
merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Dan Dinas
Kelautan dan Perikanan mampu menyerap aspirasi masyarakat pesisir tersebut dengan baik.
Informan Dinas
Kelautan dan Perikanan menyatakan
: “.........karena melalui Musrenbang telah 80 usulan tersebut benar yang juga
diketahui oleh Datok Penghulu dan Kecamatan.”
Selain sudah sesuai dengan hasil Musrenbang, kegiatan yang dituangkan dalam APBD juga telah melalui proses survei untuk menentukan prioritas dan apa yang
diusulkan bukan merupakan kepentingan kelompok tertentu. Seperti yang diungkapkan informan Dinas
Kelautan dan Perikanan
: “.........usulan masyarakat itukan banyak dan beragam, dan semua menyatakan
bahwa itu adalah prioritas. Untuk itu kita lakukan survei terhadap usulan-usulan tersebut untuk menentukan prioritas dan kebenarannya.”
Kalau pun masyarakat masih beranggapan bahwa APBD masih belum
mencerminkan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya dan tidak sesuai Musrenbang hal tersebut lebih dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat.
Informan Dinas
Kelautan dan Perikanan berpendapat
: “..........kurangnya masyarakat mendapat informasi tentang APBD. Padahal
APBD sudah sesuai dengan Musrenbang yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten bersama masyarakat dan sesuai dengan skala prioritas.”
Apa yang diungkapkan informan Dinas
Kelautan dan Perikanan
tentu ada benarnya, ada bagian dari masyarakat atau Desa yang usulan kegiatan mereka belum
dapat serap karena mungkin usulan dari masyarakat atau Desa lain lebih menjadi prioritas berdasarkan hasil survei yang dilakukan. Penentuan prioritas menjadi
penting dilakukan oleh pihak Dinas mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia bila dibandingkan dengan jumlah kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat.
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, faktor ketersediaan anggaran menjadi sangat menentukan terhadap tingkat penyerapan aspirasi
masyarakat. Semakin besar anggaran yang tersedia, maka semakin besar pula aspirasi masyarakat dapat diserap, demikian sebaliknya, terbatasnya anggaran maka terbatas
pula aspirasi masyarakat yang dapat diserap.
4.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Aspirasi Masyarakat
dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008
Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undang-
undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 mengatur perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam
penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Selanjutnya pasal 17 Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, menyatakan bahwa
dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD harus diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4
yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Dengan demikian, secara legalitas formal jelas bahwa bahwa masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan
dan dianggarkan dalam APBD, serta adanya peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat untuk menjadi program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Stuglitz dalam Hardojo 2008 ; 64 menyatakan partisipasi warga merupakan sine qua non untuk kebijakan yang pro rakyat. Partisipasi warga dalam perencanaan
dan penganggaran menjadi cara untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Sebab, perencanaan dan penganggaran adalah proses yang
menentukan ke arah mana anggaran publik APBNAPBD telah memenuhi aspirasi rakyat.
Namun, hingga saat ini partisipasi masyarakat masih menjadi masalah hampir diseluruh daerah. Di Kabupaten Aceh Tamiang permasalahan partisipasi masyarakat
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah yang berkaitan dengan input, proses dan output.
Pertama, masalah yang berkaitan dengan input terutama menyangkut keterlibatan masyarakat yang rendah sebagai dampak dari ketidaktahuan akan peran
masyarakat dalam pembuatan keputusan, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
dan kurangnya informasi yang dimiliki serta masih kuatnya budaya yang didominasi oleh yang di”tua”kan.
Kedua, masalah yang berkaitan dengan proses, yaitu masih lemahnya sistem informasi dan dokumentasi di tingkat Kabupaten mengakibatkan kerumitan dan tidak
efisiennya pelaksanaan kegiatan. Keterbatasan kemampuan menyebabkan sulitnya menentukan permasalahan yang strategis dan berjangka menengah.
Ketiga, masalah dalam output berkaitan dengan masih kuatnya paradigma lama yang berlomba untuk menyusun “shoping list” atau “daftar belanja” yang sebanyak-
banyaknya tanpa memperhatikan kebutuhan. Masalah penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh
Tamiang sebenarnya dimulai dari pelaksanaan Musrenbang yang merupakan tahapan awal dari proses penyerapan aspirasi masyarakat. Tingkat keterlibatan masyarakat
dalam pelaksanaan Musrenbang masih sangat rendah, sehingga seringkali usulan dalam Musrenbang bukanlah hasil dari aspirasi masyarakat namun merupakan
kepentingan dari sekelompok elit di Desa yang memiliki akses informasi lebih besar. Rendahnya tingkat keterlibatan masyarakat ini disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu : a.
Masyarakat enggan karena usulannya belum tentu dapat mempengaruhi proses penganggaran. Usulan yang terdahulu pun belum direalisasikan. Jadi merasa
percuma saja datang ke Musrenbang.
b. Waktu pelaksanaan Musrenbang sangat singkat, sehingga masyarakat tidak
mempunyai kesempatan untuk mengkritisi maupun mengklarifikasi usulannya. c.
Masyarakat kurang memahami proses Musrenbang d.
Masyarakat kurang menguasai substansi dari program-program yang diusulkan oleh dinas-dinas.
e. Pemahaman partisipasi dari pemerintah daerah yang muncul dalam Musrenbang
adalah menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah mulai dari tingkat Desa, Kecamatan,
KotaKabupaten, dan Provinsi f.
Keengganan Pemerintah untuk melibatkan masyarakat karena memerlukan waktu yang cukup panjang dan biaya yang relatif cukup besar.
Dari uraian diatas dan hasil analisis terhadap penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD pada 8 delapan SKPD maka dapat dijelaskan bahwa tingkat
penyerapan aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008 dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Ketersediaan Anggaran
Tingkat ketersediaan dana dalam APBD menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat penyerapan aspirasi masyarakat. Jumlah kegiatan yang
diusulkan oleh masyarakat selalu berbanding terbalik dengan anggaran yang tersedia.
Kondisi ini tentu akan terus terjadi hingga masa-masa datang, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Oleh sebab itu, diperlukannya
sinkronisasi antara rencana pembangunan pemerintah daerah yang tertuang dalam RPJMD dan Renja SKPD dengan kebutuhan masyarakat melalui forum perencanaan
pembangunan seperti Musrenbang dan Forum SKPD. Masyarakat juga diharapkan lebih cerdas dalam membuat usulan kegiatan
dengan benar-benar memperhatikan tingkat prioritas dan urgensi suatu kegiatan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan apabila adanya kerjasama yang baik antara
masyarakat dan para stakeholer di tingkat Kabupaten Eksekutif dan Legislatif untuk membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat.
Seluruh informan dalam penelitian ini sepakat menyatakan bahwa keterbatasan anggaran yang tersedia menjadi penyebab utama rendahnya tingkat penyerapan
aspirasi masyarakat dalam APBD Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2008. Sistem anggaran berbasis kinerja yang dicanangkan Pemerintah sejak
diterbitkannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 merupakan salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan anggaran yang dihadapi dalam APBD. Dengan penganggaran
berbasis kinerja setiap kegiatan yang diusulkan dalam RPBD harus benar-benar memiliki dasar yang kuat, baik input, output maupun sasaran yang ingin dicapai dari
suatu kegiatan. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan terhadap salah satu kegiatan. Intinya adalah penghematan anggaran agar semakin besar aspirasi
masyarakat yang dapat terserap.