Aspirasi Masyarakat dalam APBD
identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus anak cacat fisik atau bekas para
pengguna pelayanan kesehatan mental. Miriam Budiarjo 2005 mengutip pendapat Harold J. Laski, bahwa masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama a society is a group of human
beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants.
Berdasarkan fungsinya, maka masyarakat berfungsi sebagai penyedia dan pendistribusi barang-barang dan jasa, lokasi kegiatan bisnis dan pekerjaan, keamanan
publik, sosialisasi, wadah dukungan bersama atau gotong royong, kontrol sosial, organisasi dan partisipasi politik Suharto, 2006 ; 47.
Masyarakat dalam konteks pembangunan merupakan unsur utama, oleh sebab itu aspirasi masyarakat menjadi hal paling dasar yang harus diserap agar
pembangunan yang dilakukan menjadi lebih bermakna dan terarah. Tanpa adanya aspirasi masyarakat maka pembangunan akan bermakna ganda : Pertama, sebagai
ajang tipu daya elit kepada masyarakat. Kedua, sebagai perwujudan demokrasi palsu, sebab pembangunan tidak lebih sebagai gagasan dan kepentingan elit belaka.
Secara definitif, konsep aspirasi mengandung dua pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat peran struktural. Di tingkat ide, konsep aspirasi berarti
sejumlah gagasan verbal dari lapisan masyarakat mana pun. Di tingkat peran dalam struktur, adalah keterlibatan langsung dalam suatu kegiatan amirudin, 2003 ; 3.
Menurut Bank Dunia 2005 ; 3 aspirasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mendukung dalam proses pembangunan.
Apabila mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur pengelolaan keuangan Negara dan daerah, Undang-
undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 mengatur perencanaan dan penganggaran di daerah, dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam
penyusunan dan pengambilan keputusan Anggaran. Selanjutnya pasal 17 Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, menyatakan bahwa
dalam penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD harus diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 4
yang kemudian diganti Permendagri 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,
efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan
dalam APBD, serta adanya peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat
untuk menjadi program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Stuglitz dalam Hardojo 2008 ; 64 menyatakan partisipasi warga merupakan sine qua non untuk kebijakan yang pro rakyat. Partisipasi warga dalam perencanaan
dan penganggaran menjadi cara untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan terhadap rakyatnya. Sebab, perencanaan dan penganggaran adalah proses yang
menentukan ke arah mana anggaran publik APBNAPBD telah memenuhi aspirasi rakyat.
Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dibutuhkan pembangunan yang mantap dan berkesinambungan, yang dijamin pelaksanaannya
oleh adanya arah dan kebijakan serta perencanaan program yang komprehensif, realistis dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Dengan berkembangnya
pelaksanaan demokrasi, diharapkan rakyat dapat berupaya secara optimal untuk memperbaiki kesejahteraannya melalui berbagai program pembangunan sesuai
dengan kepentingan dan potensinya, dan pemerintah bertindak sebagai katalisator. Untuk itu, DPRD dan Eksekutif harus lebih dekat dengan rakyat. Upaya
memberdayakan masyarakat dan melawan kemiskinan harus terus dijadikan agenda penting dalam kegiatan pembangunan.
Pembangunan dalam berbagai bidang harus dilaksanakan dengan spektrum kegiatan yang menyentuh pemenuhan kebutuhan masyarakat - khususnya pemenuhan
kebutuhan fisiologis berupa : pangan, papan, kesehatan dan pendidikan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung atau
mampu melepaskan dari belenggu struktural yang menyengsarakan, dan meningkat kesejahteraannya.
Untuk dapat menyerap aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh dalam perencanaan penganggaran diperlukan pergeseran cara pandang, yakni tidak lagi
memandang masyarakat sebagai objek dari pembangunan. Menurut Archon Fung yang dikutip Purwoko 2008, Secara umum dikenal
tiga metode untuk memahami aspirasi rakyat yaitu : 1.
Luas lingkup partisipasi akan menentukan siapa saja yang berhak menyalurkan aspirasinya untuk mempengaruhi sebuah kebijakan. Terdapat lima model dasar
yang membedakan luasnya ruang partisipasi bagi penyaluran aspirasi rakyat ; pertama, self selected, yaitu mekanisme yang sepenuhnya membebaskan
masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya atau tidak. Kedua, rekrutmen terseleksi, yaitu hanya orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan saja
yang memiliki hak untuk menyalurkan aspirasinya dalam proses pembuatan kebijakan. Ketiga, Random Selection yang juga sering dikenal dengan teknik
polling, yaitu penyerapan aspirasi masyarakat dengan memilih secara acak beberapa individu yang dianggap mewakili masing-masing komunitas. Keempat,
Lay Stakeholders, yaitu proses penyerapan aspirasi yang melibatkan beberapa warga negara yang secara sukarela mau bekerja tanpa dibayar. Sekelompok
warga diberi kepercayaan untuk memikirkan atau menangani suatu kebijakan tertentu. Kita sudah mengenal prinsip penyaluran aspirasi semacam ini, misalnya
melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kelima, Professional Stakeholders, yaitu pembuatan kebijakan publik yang melibatkan tenaga-tenaga
profesional yang digaji atau diberi honorarium. Asumsinya, tenaga-tenaga
profesional ini memiliki kapasitas menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
2. Melihat jenis komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan warganya,
apakah satu arah atau timbal balik. Model komunikasi timbal balik memberikan ruang yang lebih luas bagi proses penyerapan aspirasi yang lebih berkualitas.
3. Melihat relevansi antara perkembangan aspirasi dengan substansi kebijakan.
Semakin relevan produk kebijakan yang dihasilkan dengan persoalan riil yang berkembang di masyarakat, maka proses penyerapan aspirasi yang terjadi di
masyarakat bisa dikatakan semakin berkualitas. Dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, haruslah terjadi
pergeseran fungsi birokrasi, yakni hanya sebatas sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali ke hakikat fungsinya, yaitu sebagai public servant pelayan
masyarakat, bukan lagi sebagai pelaksana pembangunan. Artinya pemilihan program pembangunan harus betul-betul didasarkan pada kebutuhan masyarakat bukan atas
dasar keinginan atau ketertarikan pejabat pengelolanya. Rakyat memegang hak dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat
secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari pemerintah, melalui penggunaan hak dan kewajibannya secara proporsional.
Masyarakat harus diberdayakan untuk mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, maka Pemerintah Eksekutif
maupun DPRD akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dan guna
menjamin bahwa apa yang direncanakan oleh Pemda sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat, maka dalam penyusunan strategi dan prioritas program serta RAPBD
harus melibatkan masyarakat, sejak dari proses analisis masalah dan identifikasi kebutuhan masyarakat ke perumusan program.
ANGGARAN PRO RAKYAT
Gambar 1. Sendi Anggaran Pro Rakyat dan Prasyaratnya
Secara prinsipil, anggaran pro rakyat dibuhul oleh tiga sendi yang bertautan. Gambar 1. menunjukkan bagaimana proses penyusunan anggaran demokratis
melibatkan partisipasi, mekanisme pengelolaan yang desentralistik, transparan dan akuntabel, serta alokasi sumber daya bagi kebijakan yang berpihak kepada kaum
miskin, saling bertautan dalam implementasi anggaran pro rakyat. Kendala yang
Alokasi bagi
Kebutuhan Masyarakat
Pengelolaan Transparan
Akuntabel
Proses Partisipatif
Pras
yarat Komitmen politik, desain kelembagaan, kapasitas masyarakat sipil
dihadapi oleh satu buhul sendi akan berpengaruh terhadap sendi yang lain serta capaian optimal dari anggaran pro rakyat secara keseluruhan Hardojo, 2008 ; 152-
153. Implementasi hak rakyat dalam APBD bisa dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pemerintah Daerah sebagai pemegang kuasa pengelolaan Keuangan Daerah harus mengimplementasikan hak rakyat tersebut melalui Eka, 2008 :
1. Adanya keterlibatan rakyat secara partisipatif dalam proses penganggaran.
Teknis pelaksanaannya bisa menggunakan beberapa model atau melakukan kreasi dari berbagai model yang telah dikembangkan oleh banyak
negara. Tentu saja, kreatifitas ini perlu didukung oleh iklim demokrasi yang substantif liberatif. Selama ini, partisipasi hanya menjadi jargon pemerintah,
metode dan implementasi partisipasi hanya berjalan dalam lingkungan masyarakat yang “dekat“ dengan Pemerintah. Sementara, dengan kelompok
masyarakat yang kritis dan “jauh“ dengan Pemerintah, dijadikan formalitas belaka dan masukan serta hasil kajian mereka selalu dikesampingkan. Memang,
partisipasi tidak dapat dilakukan pada orang perorangan atau semua kelompok, karena keterbatasan pemerintah. Tetapi, semestinya pemerintah harus memiliki
sebuah kriteria yang jelas dalam pelibatan publik. Kriteria ini harus didukung oleh metodelogi yang tepat sehingga tidak terjebak pada inefisiensi. Metodelogi
menggalang partisipasi ini, yang tidak dimiliki oleh pemerintah. Mereka hanya mengikuti secara tekstual apa yang tertulis di UU, Kepmendagri. Sangatlah naif,
mengharapkan hasil yang efektif jika partisipasi dibangun melalui RT, RW,
Dewan Kelurahan, dan Badan Perwakilan Desa. Karena hampir seluruh badan tersebut dipilih dengan intervensi pemerintah. Sehingga, badan-badan tersebut
tidak bisa merumuskan kebutuhan warganya. Perlu kearifan menyusun metodelogi agar partisipasi masyarakat bisa efektif untuk kepentingan bersama.
2. Adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan maupun
pertanggungjawaban APBD pada Rakyat. Selama ini, mekanisme pertanggungjawaban dilakukan melalui saluran
formal Lembaga Legislatif DPRD. Jika ingin membangun transparansi maka harus dimulai dari para pihak yang akan terlibat dari proses tersebut. Dengan
tidak mengkerdilkan peran DPRD dalam proses transparansi dan Akuntabilitas APBD, tetapi Lembaga ini juga menjadi sorotan dalam transparansi dan
Akuntabilitas. Bagaimana bisa berharap pada DPRD, yang dalam banyak kasus korupsi APBD mereka juga terlibat bahkan terkadang menjadi inisiator. Perlu
kiranya Pemerintah merancang sebuah model transparansi dan akuntabilitas APBD selain melalui saluran formal DPRD bisa dilakukan melalui saluran
informal langsung pada masyarakat. Tentu, model ini harus dikaji dan dipertimbangkan dengan matang sehingga bisa efektif dan sesuai dengan sumber
daya yang dimiliki. 3.
Adanya Hak untuk alokasi anggaran yang pro Rakyat miskin. Keadilan dan kesejahteraan adalah tujuan utama dari sebuah negara
kesejahteraan. Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai negara kesejahteraan. Artinya keberpihakan pada kaum lemah dan miskin menjadi
prioritas dalam pembangunan yang dilakukan. Namun sayangnya, doktrin tersebut belum berwujud, masih sebatas angan-angan.
4. Adanya pengawasan APBD oleh rakyat baik secara perseorangan maupun secara
Lembaga atau kelompok. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat ini semestinya mendapat
apresiasi positif dari pemerintah. Caranya adalah memberikan akses seluas- luasnya pada masyarakat untuk mendapatkan informasi, data dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pengelolaan APBD.
Tabel 1. Jalur Pengarusutamaan Partisipasi Didorong oleh Negara
Top-Down Didorong oleh Masyarakat
Sipil Bottom-Up Partisipasi
melalui parlemen
Didorong melalui prosedur demokrasi perwakilan
menggunakan parlemen dan partai-partai politik di tingkat
nasional •
Menggunakan partai politik lokal bagi proses di parlemen
lokal
• Mengembangkan mekanisme
alternatif penyusunan anggaran dengan melibatkan
kelompok masyarakat sipil yang lebih luas untuk
kemudian diajukan ke parlemen, contoh : people’s
budget di Afrika Selatan dan Alternative budget di Kanada
Partisipasi tanpa melalui
parlemen Didorong melalui penciptaan
prosedur penyusunan anggaran yang melibatkan pemangku
kepentingan luas diluar prosedur demokrasi perwakilan yang ada
extra-parliamentary, seperti ; referendum, plebesit,
mekanisme NSEC di Irlandia, maupun
Participatory Budgenting di Brazil.
Inisiatif warga lokal di Swiss dan beberapa kota di Amerika Serikat
untuk mengajukan anggaran versi warga kepada pemerintah
lokal
Sumber : Hardojo 2008 ; 161
Sedangkan Willmore dalam Hardojo 2008 ; 160 mengidentifikasikan 4 tipologi proses bagi pengintegrasian partisipasi warga dalam penyusunan anggaran.
Seperti yang bisa dilihat pada tabel 1, partisipasi tersebut bisa didorong oleh Negara top-down maupun masyarakat sipil bottom-up baik melalui parlemen maupun
tanpa parlemen participation that by-pass parliament. Dalam kerangka Wilmore tersebut, pengarusutamaan partisipasi dalam proses
penganggaran yang terjadi di Indonesia lebih diwarnai oleh proses top-down yang dipimpin oleh negara melalui parlemen. Dalam jalur ini, proses yang terjadi
ditentukan oleh prosedur formal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Prosedur- prosedur tersebut akan diakomodasi dalam system demokrasi perwakilan, dimana
lembaga Eksekutif dan lembaga Legislatif representasi wakil-wakil politik di parlemen yang dipilih rakyat melalui Pemilihan Umum akan menentukan hasil akhir
dari proses penganggaran. Warga dan masyarakat sipil belum mempunyai cukup kapasitas untuk mendorong perluasan partisipasi warga dalam prosedur formal
tersebut atau, jika hambatan partisipasi dalam prosedur formal tersebut terlalu kuat, untuk membangun mekanisme tanding bagi suatu proses penyusunan penganggaran
yang lebih partisipatif Hardojo, 2008 ; 161-162. Prinsip dalam melibatkan masyarakat secara langsung adalah bahwa apa yang
disebut dengan “melibatkan kepentingan rakyat” hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian. Keterlibatan rakyat akan menjadi penjamin
bagi suatu proses yang baik dan benar. Melibatkan masyarakat secara langsung akan membawa tiga dampak penting Abe, 2005 ; 91 yaitu :
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan masyarakat akan
memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat. 2.
Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.