yang diperoleh dari lokasi penelitian akan dianalisis secara kontinyu setelah dibuat catatan lapangan untuk menemukan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh Tamiang. Analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu
faktadata dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi. melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan dari
lokasi penelitian melalui wawancara, dan dokumen maka dilakukan pengelompokan data. Kemudian dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang
Faktor-faktor yang berpengaruh Terhadap Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam APBD di Kabupaten Aceh Tamiang.
Menurut Moeloeng 2004 ; 30, analisis data dilakukan juga dimaksudkan untuk menemukan unsur-unsur atau bagian-bagian yang berisikan kategori yang lebih
kecil dari data penelitian. Kata yang baru dapat terdiri dari catatan lapangan yang diperoleh melalui wawancara, dan studi dokumen. Lalu data tersebut dianalisis agar
diketahui maknanya dengan cara menyusun data, menghubungkan data, mereduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulanverifikasi selama dan sesudah
pengumpulan data. Analisis ini berlangsung secara sirkuler dan dilakukan sepanjang penelitian. Karena itu sejak awal penelitian, peneliti sudah mulai mencari pola-pola
tingkah laku aktor, penjelasan-penjelasan, konfirmasi yang mungkin terjadi, alur kausal, dan mencatat keteraturan.
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.7. Deskripsi Lokasi Penelitian
3.7.1. Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang
Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun
1330 - 1366 M. Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi daerah-daerah :
1. Sungai Raya Selat Malaka di bagian Utara
2. Besitang di bagian Selatan
3. Selat Malaka di bagianTimur
4. Gunung Segama gunung Bendahara Wilhelmina Gebergte di bagian Barat.
Pada masa kesultanan Aceh, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung Zainuddin, 1961, 136 - 137 dalam Bappeda dari Sultan
Aceh Darussalam, atas wilayah Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga
Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protektor bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung.
Pada tahun 1908 terjadi perubahan Staatblad No.112 tahun 1878, yakni Wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuverment Aceh en Onderhoorigheden
yang artinya wilayah tersebut berada dibawah status hukum Onderafdelling.
Dalam Afdeling Oostkust Van Atjeh Aceh Timur terdapat beberapa wilayah Landschaps dimana berdasarkan Korte Verklaring diakui sebagai Zelfbestuurder
dengan status hukum Onderafdelling Tamiang termasuk wilayah-wilayah : 1.
Landschap Karang 2.
Landschap Seruway Sultan Muda 3.
Landschap Kejuruan Muda 4.
Landschap Bendahara 5.
Landschap Sungai Iyu, dan 6.
Gouvermentagebied Vierkantepaal Kualasimpang. “TAMIANG” adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan data sejarah
berasal dari : “Te – Miyang” yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang
bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu Betong istilah Tamiang “bulooh” dan Raja ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu
mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar “Pucook Sulooh Raja Te – Miyang”, yang artinya seorang raja yang ditemukan
di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal. Data - data Kerajaan Tamiang yang dikutip dalam CD Selayang Pandang Aceh
Tamiang Tahun 2008 : 1.
Prasasti Sriwijaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nilkanta Sastri dalam The Great Tamralingga capable of Strong Action in dangerous Battle Moh. Said
1961:36.