1
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pendidikan  memiliki  fungsi  untuk  membimbing  anak  ke  arah  suatu tujuan yang nilai tinggi. Benyamin S. Bloom dkk  dalam Mustaqin, 2008: 36-
39  merumuskan  sasaran  pendidikan  yang  sebut  ”taxconomi  of  education objective”, yang menyebutkan bahwa sasaran pendidikan dibagi menjadi tiga
ranah  yaitu;  ranah  kognitif,  ranah  afektif  dan  psikomotor.  Manifestasi  dari ketiga  ranah  tersebut  menurut  Abin  Syamsudin  Makmun  2003:160-161
berupa:  1  pertambahan  materi  pengetahuan  yang  berupa  fakta,  informasi, prinsip  atau  hukum  atau  kaidah  prosedur  atau  teori  sistem  nilai-nilai  dan
sebagainya;  2  penguasaan  pola-pola  proses  berpikir,  mengingat  atau mengenali  kembali,  sikap-sikap  apresiasi,  pengahayatan  dan  sebagainya,
ketrampilan  psikomotorik;  3  perubahan  dalam  sifat-sifat  kepribadian. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik
kepada  tujan  itu.  Apa  yang  diajarkan  hendaknya  dipahami  oleh  semua  siswa Nasution, 2008:35. Masih menurut Nasution 2008:35 tujuan guru mengajar
adalah  agar  bahan  yang  disampaikannya  dikuasi  sepenuhnya  oleh  semua murid, bukan hanya oleh beberapa orang saja. Pemahaman harus penuh, bukan
tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Perbedaan  individual  harus  dipertimbangkan  dalam  strategi  mengajar
agar tiap anak dapat berkembang sepenuhnya serta menguasai bahan pelajaran
2 secara  tuntas.  Seperti  yang  dikatakan  Suyatinah  2000:21-22  bahwa  murid
dalam  suatu  kelas  memiliki  kemampuan,  sikap,  minat  dan  kesehatan  fisik yang  membedakan  sekaligus  menunjukan  kesamaannya  dengan  murid  yang
lain. Oleh sebab itu seorang guru harus dapat mengenal dan memahami reaksi anak didiknya yang berbeda-beda dalam proses pendidikan.
Namun kenyataannya dalam proses belajar-mengajar yang kebanyakan masih dilakukan secara klasikal, cara mengajar yang dilakukan guru seragam
untuk  semua  murid.  Diharapkan  dan  dituntut  dari  setiap  anak  untuk  belajar dengan kecepatan yang sama. Dengan begitu berarti guru masih mengabaikan
perbedaan individu yang ada yang kemudian berakibat pada pemahaman yang diterima  murid  tidak  sama  satu  dengan  lainnya,  terdapat  murid  yang  mampu
menyerap  dan  memahami  materi  pelajaran  yang  diberikan  dengan  baik sehingga  dapat  mencapai  tujuan  pengajaran  dengan  baik  dan  ada  pula  yang
sebaliknya,  mereka  yang  mengalami  kesulitan  dalam  mencerna  bahan pelajaran,  lambat  dalam  mencerna  bahan  pengajaran,  menemui  kesulitan,
maupun  dalam  mengatasi  kesulitan-kesulitan  belajar  lainnya  yang mengakibatkan mereka gagal mencapai tujuan pengajaran. Bagi mereka yang
telah  mencapai  Kriteria  Ketuntasan  Minimal  tidak  akan  mengalami  masalah untuk melanjutkan pelajaran berikutnya, namun tidak dengan para murid yang
belum  mencapai  KKM  tersebut,  salah  satu  bantuan  yang  diberikan  kepada mereka  yaitu  dengan  cara  kembali  mempelajari  bagian  pelajaran  sampai
terpecahkan  masalah  belajar  yang  mereka  hadapi  sehingga  mereka  mampu mencapai  tujuan  pengajaran  hingga  pada  akhirnya  kemudian  mereka  dapat
3 melanjutkan  ke  bagian  pelajaran  berikutnya.  Mempelajari  kembali  bagaian
pelajaran ini kemudian disebut sebagai proses pengajaran perbaikan. Abin  Syamsudin  Makmun  2003:342  menyatakan  bahwa  secara
esensial  proses  pengajaran  perbaikan  pada  hakikatnya  serupa  dengan  proses belajar-mengajar  biasa.  Perbedaannya  terutama  terletak  pada  dua  hal,  yaitu;
pertama,pada kegiatan pengajaran perbaikan tujuannya lebih diarahkan kepada peningakatan  prestasi,  sehingga  paling  tidak  siswa  dapat  memenuhi  kriteria
keberhasilan minimal yang telah ditetapkan, dan atau peningkatan kemampuan penyesuaian  diri  baik  terhadap  dirinya  sendiri  maupun  lingkungannya.
Perbedaan yang kedua yaitu terletak pada strategi pendekatan yang mencakup metodeteknik, materiprogram, bentukjenis tugas, dan sebagainya yang lebih
menekankan  kepada  kebutuhan  dan  keadaan  individu  siswa  yang  dianggap sesuai  sebagai  remodulasi  atau  modifikasi  dari  proses  pelajar-mengajar  biasa
di mana siswa mengalami kesulitan. Dengan memperhatikan kedua perbedaan tersebut secara singkat Abin
Syamsudin Makmun 2003:343 pengajaran perbaikan dapat diartikan sebagai upaya  guru  dengan  atau  tanpa  kerja  sama  dengan  pihak  lain  untuk
mencipatakan  suatu  situasi  yang  memungkinkan  siswa  yang  mengalami kesulitan belajar lebih mampu utnuk mengembangkan diri seoptimal mungkin
untuk dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan melalui proses  yang  terencana  yang  mengutamakan  kesesuaian  dengan  keadaan
objektif siswa serta daya dukung sarana dan lingkungannya.
4 Kegiatan  pengajaran  perbaikan  sebagai  bentuk  bantuan  dalam  proses
belajar  mengajar  harus  diberikan  secara  terprogram  dan  disusun  secara sistematis.  Bukan  sekedar  kegiatan  yang  timbul  karena  inisiatif  guru  pada
saat-saat  tertentu  dan  saat  secara  kebetulan  menemukan  siswa  yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus dapat diketahui dan
dapat  diatasi  sedini  mungkin,  sehingga  tujuan  pendidikan  dapat  tercapai dengan  baik.  Ishak  dan  Warji  1987:1  menyebutkan  bahwa  sebuah  proses
pengajaran  perbaikan  akan  dapat  dilaksanakan  secara  efektif  jika  dapat dipahami tingkat kesulitannya, diketahui secara tepat faktor penyebabnya dan
ditemukan cara-cara mengatasinya dengan tepat. Namun  dalam  kenyataan,  bantuan  seperti  apa  yang  diperlukan,  siapa
yang  seharusnya  bertugas  memberikan  bantuan,  bagaimana  cara  dan  bentuk kerja  samanya  masih  banyak  belum  diketahui  sehingga  pemberian  bantuan
tersebut belum dapat dilaksanakan secra optimal. Namun demikian, pemberian pengajaran  perbaikan  harus  dilakukan  oleh  orang  yang  terlatih,  supaya  para
siswa yang mendapatkan bantuan dapat berkembang secara optimal. Dalam  dunia  pendidikan  masih  banyak  yang  belum  memahami
sepenuhnya  pengajaran  perbaikan.  Sebagian  besar  orang  menganggap  bahwa kegiatan  perbaikan  semata-mata  hanyalah  kegiatan  pengajaran  yang
merupakan  ulangan  terhadap  bahan-bahan  pokok  yang  belum  dikuasai  oleh siswa.  Padahal  sebenarnya  jauh  lebih  luas  dari  pada  itu.  Kegiatan  perbaikan
mencakup  segala  bantuan  yang  diberikan  kepada  siswa,  baik  kepada  siswa