PELAKSANAAN PENGAJARAN PERBAIKAN MATEMATIKA KELAS VIII SMP RSBI.
PELAKSANAAN PENGAJARAN PERBAIKAN MATEMATIKA KELAS
VIII RSBI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 8 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Awalia Febri Fajarwati
NIM 06104241027
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
MOTTO
Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu
adalah untuk dirinya sendiri
(terjemahan Q. S. Al Ankabut : 6)
Learning without thought is labor lost; thought without learning is
perilous
(6)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Kedua orangtuaku, terimakasih atas kasih sayang
dan segalanya yang telah diberikan untukku
Suami dan anakku terima kasih atas semangat,
bantuan, motivasi dan doa untukku
Almamater Universitas Negeri Yogyakarta,
Fakultas Ilmu Pendidikan
(7)
PELAKSANAAN PENGAJARAN PERBAIKAN MATEMATIKA
KELAS VIII SMP RSBI
Oleh
Awalia Febri Fajarwati
NIM 06104241027
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetaui pelaksanaan
pengajaran perbaikan matematika kelas VIII SMP RSBI.
Penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian kualitatif yang
secara spesifik menggunakan metode penelitian evaluasi. Subyek dalam penelitian
ini adalah 1 (satu) orang guru matematika yang mengajar kelas VIII RSBI pada
SMP N 8 Yogyakarta.
Ditentukan melalui kriteria subyek penelitian guru yaitu
guru matematika kelas VIII RSBI SMP N 8 Yogyakarta yang melaksanakan
pengajaran perbaikan sebagai pihak yang diharapkan mampu memberikan
informasi yang kaya dan mendalam mengenai pengajaran perbaikan matematika
kelas VIII RSBI SMP N 8 Yogyakarta. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Uji
keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi data. Teknik analisis data
menggunakan konsep
Interactive model
yang diklasifikasikan dalam tiga langkah
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pengajaran perbaikan
matematika kelas VIII SMP RSBI dilaksanakan melalui tiga prosedur pengajaran
perbaikan yaitu; 1) perencanaan pengajaran perbaikan, langkah ini didasarkan
pada pencapaian nilai siswa dan gejala kesulitan belajar yang nampak, 2)
pelaksanaan pengajaran perbaikan, dilakukan dengan menggunakan metode
metode ceramah, demonstrasi dengan menggunakan alat bantu peraga, diskusi,
tanya jawab, tutor teman sebaya dan pemberian tugas, 3) evaluasi pengajaran
perbaikan: evaluasi hasil belajar, perubahan tingkahlaku dan kesesuaian metode
dengan kesulitan belajar siswa
(8)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul “Pelaksanaan Pengajaran Perbaikan Matematika Kelas
VIII SMP RSBI.”
Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, doa, dan
dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat meminimalisir segala keterbatasan,
kekurangan dan memperlancar penulisan. Oleh karena itu, penulis haturkan terima
kasih setulusnya kepada:
1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
3.
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah membimbing
dan memberikan motivasi.
4.
Bapak Sugihartono, M. Pd sebagai pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi.
5.
Bapak Agus Basuki, M. Pd sebagai pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi.
6.
Dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu dan
wawasan yang sangat berguna bagi masa depan kami kelak.
7.
Bapak NS sebagai subyek dalam penelitian ini serta NA, SU, BS, MH dan DT
sebagai informandan seluruh civitas akademis SMP N 8 Yogyakarta yang telah
(9)
bersedia dan bekerja sama memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
8.
Kedua orang tuaku tercinta Bapak dan Mama yang telah memberikan segala
cinta, doa, semangat dan perjuangan yang tidak akan pernah habis dan berhenti
sampai kapanpun.
9.
Suamiku yang tercinta dan anakku tersayang Binar terima kasih atas segala
doa, dukungan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan.
10.
Isna , Nopi, Made, Nurdin, Yuyun dan teman-teman bimbingan skripsi.
11.
Teman-teman BK angkatan 2006,2007,2009 terima kasih atas dukungannya.
12.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu baik secara
langsung-maupun tidak langsung yang ikut memberikan bantuan tenaga dan pikiran
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Demikian, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Yogyakarta, Juni 2013
(10)
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi Masalah ... 7
C.
Batasan Masalah ... 7
D.
Rumusan Masalah ... 7
E.
Tujuan Penelitian ... 8
F.
Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika SMP ... 10
1.
Pengertian Pembelajaran Matematika ... 10
2.
Tujuan Pembelajaran Matematika SMP ... 12
3.
Karakteristik Matematika ... 13
4.
Materi Pembelajaran Matematika ... 16
5.
Model-model Pembelajaran Matematika ... 16
B.
Tinjauan tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
1.
Pengertian Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ... 19
(11)
3.
Asas-asas Pelaksanaan Kurikulum dan Proses Pembelajaran Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional ... 21
C.
Tinjauan tentang Pengajaran Perbaikan ... 23
1.
Prestasi Belajar ... 23
2.
Diagnosa Kesulitan Belajar ... 35
3.
Siswa Berkesulitan Belajar ... 38
4.
Pengertian Pengajaran Perbaikan ... 52
5.
Tujuan dan Fungsi Pengajaran Perbaikan ... 53
6.
Metode Pengajaran Perbaikan ... 56
7.
Prosedur Pengajaran Perbaikan ... 59
D.
Kerangka Berpikir ... 66
E.
Pertanyaan Penelitian ... 68
BAB III METODE PENELITIAN
A.Pendekatan Penelitian ... 69
B.
Subyek Penelitian ... 70
C.
Variabel Penelitian ... 71
D.
Setting Penelitian ... 71
E.
Metode Pengumpulan Data ... 72
F.
Instrumen Penelitian ... 74
G.
Keabsahan Data ... 80
H.
Teknik Analisis Data ... 81
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 84
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 84
2. Deskripsi Subyek Penelitian ... 86
3. Analisis Data ... 87
a) Reduksi Data ... ... .. 87
b) Display Data... ..98
c) Verifikasi ... 101
B.
Pembahasan ... 103
(12)
BAB V KESIMPULAN
A.Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 116
(13)
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Materi Pengajaran Perbaikan Matematika ... 16
Tabel 2. Norma Penilaian ... 32
Tabel 3. Pedoman Konversi Nilai ... 34
Tabel 4. Deskriptor Pedoman Wawancara Untuk Guru...77
Tabel 5. Pedoman Wawancara Untuk Guru ... 77
Tabel 6. Descriptor Pedoman Wawancara Untuk Siswa ... 79
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 120
Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 128
Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 129
Lampiran 4. Transkip Wawancara...133
Lampiran 5. Display Data………...165
Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian FIP ...166
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Provinsi...167
Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian Pemerintah Kota...168
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan memiliki fungsi untuk membimbing anak ke arah suatu
tujuan yang nilai tinggi. Benyamin S. Bloom dkk ( dalam Mustaqin, 2008:
36-39) merumuskan sasaran pendidikan yang sebut
”taxconomi of education
objective”,
yang menyebutkan bahwa sasaran pendidikan dibagi menjadi tiga
ranah yaitu; ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotor. Manifestasi dari
ketiga ranah tersebut menurut Abin Syamsudin Makmun (2003:160-161)
berupa: (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, informasi,
prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau teori sistem nilai-nilai dan
sebagainya; (2) penguasaan pola-pola proses berpikir, mengingat atau
mengenali kembali, sikap-sikap apresiasi, pengahayatan dan sebagainya,
ketrampilan psikomotorik; (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian.
Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik
kepada tujan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami oleh semua siswa
(Nasution, 2008:35). Masih menurut Nasution (2008:35) tujuan guru mengajar
adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasi sepenuhnya oleh semua
murid, bukan hanya oleh beberapa orang saja. Pemahaman harus penuh, bukan
tiga perempat, setengah atau seperempat saja.
Perbedaan individual harus dipertimbangkan dalam strategi mengajar
agar tiap anak dapat berkembang sepenuhnya serta menguasai bahan pelajaran
(16)
secara tuntas. Seperti yang dikatakan Suyatinah (2000:21-22) bahwa murid
dalam suatu kelas memiliki kemampuan, sikap, minat dan kesehatan fisik
yang membedakan sekaligus menunjukan kesamaannya dengan murid yang
lain. Oleh sebab itu seorang guru harus dapat mengenal dan memahami reaksi
anak didiknya yang berbeda-beda dalam proses pendidikan.
Namun kenyataannya dalam proses belajar-mengajar yang kebanyakan
masih dilakukan secara klasikal, cara mengajar yang dilakukan guru seragam
untuk semua murid. Diharapkan dan dituntut dari setiap anak untuk belajar
dengan kecepatan yang sama. Dengan begitu berarti guru masih mengabaikan
perbedaan individu yang ada yang kemudian berakibat pada pemahaman yang
diterima murid tidak sama satu dengan lainnya, terdapat murid yang mampu
menyerap dan memahami materi pelajaran yang diberikan dengan baik
sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran dengan baik dan ada pula yang
sebaliknya, mereka yang mengalami kesulitan dalam mencerna bahan
pelajaran, lambat dalam mencerna bahan pengajaran, menemui kesulitan,
maupun dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar lainnya yang
mengakibatkan mereka gagal mencapai tujuan pengajaran. Bagi mereka yang
telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal tidak akan mengalami masalah
untuk melanjutkan pelajaran berikutnya, namun tidak dengan para murid yang
belum mencapai KKM tersebut, salah satu bantuan yang diberikan kepada
mereka yaitu dengan cara kembali mempelajari bagian pelajaran sampai
terpecahkan masalah belajar yang mereka hadapi sehingga mereka mampu
mencapai tujuan pengajaran hingga pada akhirnya kemudian mereka dapat
(17)
melanjutkan ke bagian pelajaran berikutnya. Mempelajari kembali bagaian
pelajaran ini kemudian disebut sebagai proses pengajaran perbaikan.
Abin Syamsudin Makmun (2003:342) menyatakan bahwa secara
esensial proses pengajaran perbaikan pada hakikatnya serupa dengan proses
belajar-mengajar biasa. Perbedaannya terutama terletak pada dua hal, yaitu;
pertama,pada kegiatan pengajaran perbaikan tujuannya lebih diarahkan kepada
peningakatan prestasi, sehingga paling tidak siswa dapat memenuhi kriteria
keberhasilan minimal yang telah ditetapkan, dan atau peningkatan kemampuan
penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Perbedaan yang kedua yaitu terletak pada strategi pendekatan yang mencakup
metode/teknik, materi/program, bentuk/jenis tugas, dan sebagainya yang lebih
menekankan kepada kebutuhan dan keadaan individu siswa yang dianggap
sesuai sebagai remodulasi atau modifikasi dari proses pelajar-mengajar biasa
di mana siswa mengalami kesulitan.
Dengan memperhatikan kedua perbedaan tersebut secara singkat Abin
Syamsudin Makmun (2003:343) pengajaran perbaikan dapat diartikan sebagai
upaya guru dengan atau tanpa kerja sama dengan pihak lain untuk
mencipatakan suatu situasi yang memungkinkan siswa yang mengalami
kesulitan belajar lebih mampu utnuk mengembangkan diri seoptimal mungkin
untuk dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan melalui
proses yang terencana yang mengutamakan kesesuaian dengan keadaan
objektif siswa serta daya dukung sarana dan lingkungannya.
(18)
Kegiatan pengajaran perbaikan sebagai bentuk bantuan dalam proses
belajar mengajar harus diberikan secara terprogram dan disusun secara
sistematis. Bukan sekedar kegiatan yang timbul karena inisiatif guru pada
saat-saat tertentu dan saat secara kebetulan menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus dapat diketahui dan
dapat diatasi sedini mungkin, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai
dengan baik. Ishak dan Warji (1987:1) menyebutkan bahwa sebuah proses
pengajaran perbaikan akan dapat dilaksanakan secara efektif jika dapat
dipahami tingkat kesulitannya, diketahui secara tepat faktor penyebabnya dan
ditemukan cara-cara mengatasinya dengan tepat.
Namun dalam kenyataan, bantuan seperti apa yang diperlukan, siapa
yang seharusnya bertugas memberikan bantuan, bagaimana cara dan bentuk
kerja samanya masih banyak belum diketahui sehingga pemberian bantuan
tersebut belum dapat dilaksanakan secra optimal. Namun demikian, pemberian
pengajaran perbaikan harus dilakukan oleh orang yang terlatih, supaya para
siswa yang mendapatkan bantuan dapat berkembang secara optimal.
Dalam dunia pendidikan masih banyak yang belum memahami
sepenuhnya pengajaran perbaikan. Sebagian besar orang menganggap bahwa
kegiatan perbaikan semata-mata hanyalah kegiatan pengajaran yang
merupakan ulangan terhadap bahan-bahan pokok yang belum dikuasai oleh
siswa. Padahal sebenarnya jauh lebih luas dari pada itu. Kegiatan perbaikan
mencakup segala bantuan yang diberikan kepada siswa, baik kepada siswa
(19)
yang lamban, kurang mengerti, menemui kesulitan, maupun yang gagal dalam
mencapai tujuan pengajaran .
Belajar akan lebih berhasil bila bahan belajar sesuai dengan kebutuhan
dan minat anak (Nasution,2008:23), begitu pula dengan proses pengajaran
perbaikan yang tidak berbeda dengan proses belajar pada umumnya maka
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak.
Demikian pula dalam pelaksanaan pengajaran perbaikan. Seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, bahwa pengajaran perbaikan sangat memperhatikan
kondisi objektif siswa. Dalam melaksanakan kegiatan pengajaran perbaikan
ini, guru haruslah memahami konsep dasar pengajaran perbaikan, mencakup
tujuan dan fungsi pengajaran perbaikan, prosedur, serta metode
pelaksanaannya yang semuanya disesuaikan dengan kondisi masing-masing
siswa. Sehingga kesulitan yang dialami siswa dapat terpecahkan dengan baik.
Demikian pula dengan pembelajaran Matematika. Matematika
merupakan salah satu ilmu dasar yang perkembangannya cukup pesat. Hal ini
dibuktikan dengan semakin banyak kegunaan penerapan ilmu Matematika
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu konsep dasar Matematika sejak
dini harus dikuasi oleh peserta didik, agar mereka mampu menerapkannya
dalam kehiudpan sehari-hari.
Pengertian Matematika (Dekdikbud, 1994/1995 : 91-92) adalah istilah
Matematika berasal dari ”Matheis”, berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan
deduktif, di mana kesimpulan tidak ditarik dari kaidah-kaidah tertentu melalui
(20)
deduksi. Di jenjang sekolah menengah pertama, pembelajaran Matematika
ditekannkan pada pengenalan fakta, penanaman konsep dan penemuan prinsip.
Melihat pentingnya pembelajaran Matematika pada Sekolah
Menengah Pertama, maka seorang guru dituntut secara profesional dapat
menanamkan konsep dasar Matematika pada seluruh anak didiknya. Namun
kenyataannya, secara umum nilai Matematika masih dibawah nilai tiga mata
pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa
Ingrgris, dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Bahkan dalam Ujian Nasional tahun 2010, dari empat mata pelajaran
yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN) peserta didik banyak gagal di mata
pelajaran Matematika, yaitu sebanyak 1.654 orang. Berdasarkan data dari
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, jumlah siswa yang dinyatakan harus
mengikuti UN ulangan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris adalah 1.518
orang, IPA sebanyak 1.361 orang dan Bahasa Indonesia sebanyak 239 orang.
Secara umum, nilai yang rendah menunjukkan gejala kesulitan belajar
siswa. Apabila nilai pelajaran rendah atau belum mencapai KKM yang
ditentukan oleh sekolah, maka secara teori siswa tersebut harus diberikan
pengajaran perbaikan. Proses pengajaran perbaikan yang tepat maka akan
membuahkan hasil sesuai harapan, demikian pula sebaliknya.
Berdasarkan kondisi dan hal tersebut yang telah diuraikan di atas,
peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan
Pengajaran Matematika Kelas VIII SMP RSBI.
(21)
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1.
Di kelas yang terdiri dari berbagai macam individu, guru menggunakan
metode mengajar yang sama untuk semua siswa sehingga tidak semua
siswa dapat menerima isi pengajaran dengan baik.
2.
Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika.
3.
Masih banyak guru belum memahami konsep dasar pengajaran perbaikan
matematika.
4.
Pemberian pengajaran perbaikan Matematika belum sesuai dengan
kesulitan yang dihadapi siswa sehingga hasilnya kurang efektif.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka
peneliti membatasi pada pengajaran perbaikan matematika kelas VIII SMP
RSBI. Mengingat akan keterbatasan kemampuan, biaya dan waktu maka
peneliti membatasi masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini yaitu
mengenai “pelaksanaan pengajaran perbaikan matematika kelas VIII SMP
RSBI”
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
pelaksanaan pengajaran perbaikan matematika kelas VIII SMP RSBI.
(22)
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan yang telah dirumuskan tersebut. Maka tujuan dari penelitian in
adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengajaran perbaikan matematika kelas
VIII SMP RSBI.
F.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai pelaksanaan pengajaran matematika. Berbagai pihak yang
terkait dengan pendidikan, khususnya guru mata pelajaran Matematika
dapat memahami dengan jelas konsep pengajaran perbaikan matematika
hingga pengajaran perbaikan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
dan keadaan siswa yang mengalami kesulitan sehingga membuahkan hasil
yang optimal.
2.
Manfaat Praktis :
a.
Bagi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini
sebagai kontribusi ilmiah bagi pengembangan orientasi BK di sekolah
khususnya bidang layanan Bimbingan Belajar.
b.
Bagi sekolah dan guru mata pelajaran Matematika, penelitian ini
digunakan sebagai rujukan dalam pelaksanaan pengajaran perbaikan
Matematika yang tepat.
(23)
c.
Bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar Matematika, dengan
penelitian ini diharapkan mereka mendapatkan pengajaran perbaikan
Matematika sesuai dengan kebutuhan dan kondisi individu mereka.
(24)
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika SMP
1. Pengertian Pembelajaran Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Latin mathematike, yang berarti “bertalian dengan ilmu pengetahuan” (The Liang Gie dan Andrian The, 1997: 283). Secara etimologis, Elea Tinggih (1972: 5) mengartikan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Sedangkan Herman Hudojo (2005: 13) menyatakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu. Sedangkan James dan James (Erman Suherman, 2003: 18-19) menyebutkan bahwa matematika adalah suatu ilmu tentang logika mengenai susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lain dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Dalam perkembangannya, matematika menjadi salah satu ilmu yang diajarkan di dalam dunia sekolah. Matematika yang diajarkan dalam dunia sekolah disebut juga matematika sekolah, yaitu salah satu unsur atau bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan dan berorientasi pada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK (R.Soedjadi, 2000: 37).
(25)
Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa matematika yang diajarkan di sekolah adalah sebuah ilmu pasti yang diperoleh dengan cara bernalar yang terbagi dalam bidang aljabar, analisis dan geometri yang berorientasi pada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK.
Dalam UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa yang pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Serupa dengan pengertian tersebut Sudjana (Sugihartono, dkk, 2007: 80) adalah upaya yang dengan sengaja dilakukan oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo (Sugihartono, 2007:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.
Sedangkan Nasution (Sugihartono, dkk, 2007: 80) menyatakan bahwa pembelajaarn merupakan aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Gagne & Briggs (1979: 3) mengungakap pengertian pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung proses belajar siswa yang bersifat internal.
Dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebuah interaksi antara pendidik
(26)
dengan peserta didik yang dirancang sedemikian rupa agar terjadi proses belajar yang optimal.
2. Tujuan Pembelajaran Matematika SMP
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 disebutka bahwa tujuan pembelajaran merupakan gambaran proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Aktivitas mengajar menyangkut peran guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan komunikasi inilah yang menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang berlangsung dengan baik. Dengan demikian tujuan pembelajaran adalah tujuan dari suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk lebih jelas berikut tujuan dari pembelajaran matematika di SMP.
Andi Hakim Nasution (1981: 10) menyebutkan lima tujuan pembelajaran matematika di SMP sebagai berikut:
a. Matematika dapat digunakan untuk mengetahui gejala-gejala alam. b. Dengan penggunaan metode matematika dapat diperhitungkan segala
sesuatu dalam pengambilan keputusan.
c. Matematika penting sebagai sains untuk perkembangan budaya bangsa. d. Matematika dapat digunakan dalam lapangan kerja.
e. Matematika dapat menyampaikan ide-ide secara benar, tepat dan jelas kepada orang lain.
(27)
Sedangkan berdasarkan Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (2004: 216) dicantumkan empat tujuan umum pengajaraan matematika, yaitu:
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelididkan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
b. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui cara lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan masalah.
Dari pemaparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari mempelajari matematika di SMP adalah untuk melatih cara berpikir dan bernalar siswa yang dapat mengembangkan kreatifitas mereka untuk berpikir divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, percobaan dan memecahkan masalah matematis secara tepat dan benar dan mampu menyampaikan hasilnya melalui cara lisan, catatan, grafik, peta maupun diagram.
3. Karakteristik Matematika
Sebagai salah satu cabang ilmu, matematika memiliki karakteristik yang membedakannya dari cabang ilmu yang lain. Menurut R. Soedjadi (2003: 13) secara umum matematika memiliki enam karakteristik:
(28)
a. Memiliki Objek Kajian yang Abstrak
Objek matematika adalah mental atau pikiran. Oleh karena itu bersifat abstrak. Objek matematika yang dipelajari di sekolah adalah fakta, konsep, operasi (skill ), dan prinsip.
Fakta yang dimaksud di sini adalah kesepakatan atau konvensi yang meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Konsep merupakan ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan suatu objek, sehingga objek itu termasuk suatu contoh konsep atau bukan konsep. Sedangkan operasi merupakan aturan pengerjaan (hitung, aljabar, matematika, dll) tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Dan prinsip di sini dapat berupa aksioma, teorema atau dalil, sifat dll yang menghubungkan beberapa objek dasar matematika yang terdiri dari beberapa kata, konsep dan dikaitkan dengan suatu operasi.
b. Mengacu Pada Kesepakatan
Fakta matematika meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Fakta merupakan kesepakatan atau konvensi. Dengan kesepakatan tersebut pembahasan matematika mudah untuk dikomunikasikan. Pembahasan dalam matematika bertumpu pada kesepakatan-kesepakatan.
(29)
c. Berpola Pikir Deduktif
Matematika memiliki pola pikir yang didasarkan pada hal yang bersifat umum dan diterapkan pada hal yang bersifat khusus, atau pola pikir yang didasarkan pada suatu pernyataan yang sebelumnya telah diakui keberadaannya.
d. Konsisten Dalam Sifatnya
Matematika memiliki berbagai macam sistem. Saling Sistem ini terbentuk dari prinsip-prinsip matematika. Tiap sistem dapat saling berkaitan namun dapat pula lepas (tidak berkaitan). Dalam suatu sistem matematika berlaku hukum konsistensi, yang berarti tidak boleh terjadi kontradiksi di dalamnya.
e. Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti
Dalam matematika terdapat banyak simbol. Rangkaian simbol-simbol ini membentuk sebuah kalimat matematika yang disebut model matematika. Secara umum, simbol dan model matematika sebenarnya kosong dari arti, yang berarti simbol atau model matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan dengan konteks tertentu.
f. Memperhatikan Semesta dari Pembicaraan
Karena simbol-simbol dan model-model matematika kosong dari arti dan akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan. Lingkup atau konteks ini sering diistilahkan dengan nama ‘semesta
(30)
pembicaraan’. Ada-tidak, benar-salah penyelesaian permasalahan dalam matematika dikaitkan dengan semesta pembicaraan.
4. Materi Pembelajaran Matematika Kelas VIII
Sekolah RSBI yang menjadi setting dan lokasi penelitian adalah SMP N 8 Yogyakarta, berikut adalah materi pembelajaran yang diberikan dalam kelas pengajaran perbaikan matematika:
Tabel. 1 Materi Pengajaran Perbaikan Matematika
Semester Pokok Materi Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
II Geometri dan
Pengukuran
Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah
1. Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
2. Membuat matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.
3. Menyelsaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.
5. Model – model Pembelajaran Matematika
Model pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari para pakar psikologi dengan pendekatan setting eksperimen yang dilakukan. Konsep model pembelajaran dikemangkan pertama kali oleh Bruce, dkk (Bruce ,dkk, 1992: 103).
Fajar Shadiq (2009: 13-28) mengemukakan beberapa model pembelajaran matematika, yaitu;
a. Model Pemecahan Masalah
Dalam model pembelajaran ini siswalah yang banyak berperan aktif. Mereka didorong untuk berpikir dan menganalisa sendiri data
(31)
yang disediakan oleh guru hingga dapat menemukan prinsip umum. Sedanagkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang berperan memberikan bimbingan, membantu siswa menggunakan ide, konsep dan ketrampilan yang telah mereka kuasai untuk memperoleh pengetahuan baru.
b. Model Penemuan
Pada model penemuan ini, siswa didorong untuk berpikir, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasar bahan yang telah disediakan dan bantuan guru. Model ini dibagi menjadi dua, yaitu model penemuan murni dan model penemuan terbimbing. Pada model penemuan murni, mulai dari pemilihan strategi sampai jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Sedangkan model penemuan terbimbing, siswa dibebaskan untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis), melakukan uji coba (trial and error), mencari dan menemukan pola, menyusun rumus dan bentuk umum, membuktikan benar atau tidak dugaan itu. Peran guru dalam model ini adalah sebagai penunjuk jalan, membantu dan memberi kemudahan bagi siswa sehinga para siswa tersebut dapat menggunakan ide, konsep, dan ketrampilan yang telah dipelajari untuk menemukan pengetahuan baru. Penggunaan pertanyaan akan membantu siswa menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama yang telah dia kuasai.
(32)
c. Model Missouri Mathematics Projects (MMP)
Model pembelajaran ini memuat lima langkah. Pada langkah awal dilakukan pendahualuan atau review, yaitu membahas PR, meninjau ulang pelajaran terdahulu yang berkaitan dengan materi baru, dan membangkitkan motivasi siwa untuk mempelajari materi baru tersebut. Langkah kedua yaitu pengembangan, pada langkah ini guru menyajikan ide baru sebagai perluasan konsep matematika terdahulu, kemudian melakukan penjelasan melalui diskusi demonstrasi dengan contoh konkret yang sifatnya piktorial dan simbolik. Langkah ketiga adalah latihan dengan bimbingan guru, siswa merespon soal, guru mengawasi sehingga tercipta suasana belajar yang kooperatif. Pada langkah keempat dilakukan kerja mandiri, siswa bekerja sendiri untuk latihan dan perluasan konsep pada langkah kedua. Dan langkah terakhir adalah penutup, siswa membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal-hal baik yang telah dikerjakan, serta hal-hal yang kurang baik yang jarus dihilangkan, serta diberi PR.
d. Model Pembelajaran Kooperatif
Krismanto (Fadjar Shidiq, 2009: 23) menyatakan bahwa pada kegaitan ini sekelompok siswa belajar sesuai porsi utamanya mediskusikan tugas-tugas matematika, dalam arti saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah matematika. Model ini terkait dengan banyak pendekatan atau metode seperti; eksperimen, investigasi, eksplorasi dan pemecahan masalah.
(33)
e. Model Pembelajaran Kontekstual dan Realistik
Konsep Pembelajaran Matemartika Realistik sangat mirip dengan pembelajaran kontekstual, yaitu konsep pembelajaran yang membantu siswa untuk mengaitkan materi yang dipelajarinya dengan situasi dalam dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni; konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat enam model pembelajaran matematika yaitu; 1) model pemecahan masalah, 2) model penemuan, 3) model Missouri Mathematics Projects (MMP), 4) model pembelajaran kooperatif dan 5) model pembelajaran kontekstual dan realistik.
B. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
1. Pengertian Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) adalah sekolah standar nasional (SSN) yang menyiapkan perserta didik berdasarakan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional (www.file.upi.edu).
(34)
2. Tujuan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Tujuan pelaksanaan program rintisan sekolah bertaraf internasional dibagi menjadi tujuan khusus dan tujuan umum, berikut tujuan program rintisan sekolah bertaraf internasional dikuti dari laman www.file.upi.edu.com.
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan program rintisan sekolah bertaraf internasional adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat tujuan nasional dalam pembuakaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No. 20 tahun 2003 tentangg SISDIKNAS, PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pemdidikan) dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
2) Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
3) Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
(35)
b. Tujuan Khusus
Sedangkan yang menjadi tujuan khusus pelaksanaan program rintisan sekolah bertaraf internasional adalah sebagai berikut menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum dalam standar kompetensi lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan internasional.
3. Asas-asas Pelaksanaan Kurikulum dan Proses Pembelajaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Berikut adalah asas-asas pelaksanaan kurikulum dan proses pembelajaran pada rintisan sekolah bertaraf internasional menurut dikutip dari www.file.upi.edu.com:
a. Menggunakan kurikulum yang berlaku secara nasional dengan mengadaptasi kurikulum sekolah di negara lain.
b. Mengajarkan bahasa asing, terutama penggunaan bahasa Inggris, secara terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Metode pengajaran dwi bahasa ini dapat dilaksanakan dengan 2 kategori yakni Subtractive Bilingualism dan Additive Bilingualism, yang menekankan pendekatan Dual Language.
c. Pengajaran dengan pendekatan Dual Language menekankan perbedaan adanya Bahasa Akademis dan Bahasa Sosial yang pengaturan bahasa pengantarnya dapat dialokasikan berdasarkan subjek maupun waktu
(36)
d. Menekankan keseimbangan aspek perkembangan anak meliputi aspek kognitif (intelektual), aspek sosial dan emosional, dan aspek fisik. e. Mengintegrasikan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence)
termasuk Emotional Intelligence dan Spiritual Intelligence ke dalam kurikulum.
f. Mengembangkan kurikulum terpadu yang berorientasi pada materi, kompetensi, nilai dan sikap serta prilaku (kepribadian ).
g. Mengarahkan siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif dan analitis , memiliki kemampuan belajar (learning how to learn) serta mampu mengambil keputusan dalam belajar. Penyusunan kurikulum ini didasarkan prinsip ”Understanding by Design” yang menekankan pemahaman jangka panjang (Enduring Understanding). Pemahaman (understanding) dilihat dari 6 aspek: Explain, Interpret, Apply, Perspective, Empathy, Self Knowledge.
h. Kurikulum tingkatan satuan pendidikan dapat menggunakan sistem paket dan kredit semester.
i. Dapat memberikan program magang untuk siswa SMA, MA dan SMK. j. Menekankan kemampuan pemanfaatan Information and
Communication Technology (ICT) yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran.
(37)
C. Pengajaran Perbaikan 1. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengala man belajarnya, demikian diungkapkan oleh Sudjana (1990:22). Gagne dan Briggs (1992:72) menjabarkan prestasi belajar sebagai perubahan tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh murid setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran.
Lebih lanjut Soedijarto (1993: 25) mendefinisikan prestasi belajar sebagai tingkat penguasaan sutau pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Senada dengan hal tersebut, Muhibbin Syah (2004: 11) menjelaskan prestasi belajar sebagai taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah meteri pelajaran tertentu. Secara lebih luas Altbach dkk (1999: 201) menyatakan bahwa prestasi belajar prestasi belajar adalah ukuran keberhasilan di sekolah yang berupa penyesuaian diri, perubahan emosional, atau pun perubahan tingkah laku.
Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar mengajar di sekolah siswa baik berupa penyesuaian diri atau perubahan tingkah laku
(38)
dan juga hasil dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari tes materi pelajaran.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi dua yaitu; 1) faktor internal, yang merupakan faktor dari dalam diri individu sendiri dan 2) faktor eksternal yang berasal dari luar individu, namun ada beberapa ahli juga yang menambahkan faktor lain yaitu faktor pendekatan belajar.
Slameto (2003: 54-72) menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai berikut:
1) Faktor Internal, meliputi:
a) Faktor jasmaniah, berkaitan dengan kesehatan dan cacat tubuh. Tubuh dalam kondisi sehat lebih mendukung dalam penyerapan informasi dalam belajar, begitu pula dengan kondisi fisik yang tanpa cacat lebih leluasa dari pada keadaan orang yang menyandang cacat.
b) Faktor psikologis, berkaitan dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan. 2) Faktor Eksternal, meliputi:
a) Faktor keluarga, berkaitan dengan pola asuh orang tua, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
(39)
ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah, berkaitan dengan metode mengajar guru, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat penunjang kegiatan belajar mengajar, waktu sekolah, standar belajar di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat, berkaitan dnegan kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Sedangkan Muhibbin Syah (2008: 132-139) menambahkan satu lagi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa selain kedua faktor di atas, ketiga faktor tersebut adalah:
1) Faktor internal, yaitu berkaitan dengan keadaan jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor eksternal, yaitu kondisi disekitar lingkungan siswa, dan 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk umtuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pembelajaran
Secara lebih detil M. Dalyono (1997: 57) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestas belajaran sebagai berikut:
(40)
1) Faktor Internal
a) Kesehatan jasmani dan rohani, faktor ini sangat berpengaruh terhadap proses penyerapan infromasi dalam belajar. Jasmani yang sehat dan tanpa cacat ditunjang dengan rohani yang juga sehat akan berdampak pada penyerapan informasi yang maksimal, dan begitu juga sebaliknya. Tetapi faktor ini dapat diatasi dengan menenpatkan seseorang tersebut pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu khusus agar dapat mengurang atau menghindari pengaruh dari kecacatan agar kecacatan tersebut tidak mengganggu proses belajarnya. b) Intelegensi, yang pada umumnya disebut juga dengan
kecerdasan. Intelegensi ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang, bila orang dengan tingkat intelegensi tinggi maka dia tidak akan menemui hambatan berarti dalam belajar, sedangkan seseorang dengan intelegensi rendah akan membutuhkan lembaga pendidikan khusus.
c) Bakat, adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat dalam atri potensi utnuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d) Minat, berarti kecenderungan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Jadi minat adalah kecenderungan utnuk
(41)
memperhatikan sesuatu yang dicapai terus-menerus disertai dengan rasa senang maka jika kecenderungan lebih diperhatikan maka akan tumbuh minat untuk belajar lebih giat demi mencapai hasil terbaik.
e) Motivasi menurut Mc Donald (Oemar Hamalik, 2003:158) adalah perubahan energi dalam tubuh seseoran yang ditandai dengan munculnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan prestasi yang baik, tetapi jika sebaliknya akan mendapatkan prestasi yang rendah.
f) Cara belajar, bila seseorang dapat menemukakn cara belajar yang tepat maka hasil belajar yang dicapai akan lebih maksimal, dan sebaliknya bila cara be;ajar yang dipakai tidak sesuai maka akan berdampak pada rendahnya hasil belajar seseorang.
2) Faktor Eksternal
a) Keluarga, anggota keluarga yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar seseorang adalah ayah, ibu, serta saudara-saudara yang tinggal serumah. Faktor orang tua sangat berpengaruh terhadap baik buruk prestasi belajar yang dicapai anaknya. Tinggi rendah latar pendidikan orang tua, besar kecilnya pendapatan, cukup atau tidaknya perhatian serta bimbingan
(42)
orang tua, serta harmonisasi hunbungan antar anggota keluarga sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar anak. Semua faktor tersebut turut berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang.
b) Sekolah, faktor sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi belajar anak adalah metode mengajar, kurikulum, hubungan siswa dengan gurunya, hubungan siswa dengan teman-temannya, disiplin sekolah, materi pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan fisik sekolah serta sarana dan prasarana yang tersedia, metode belajar serta tugas rumah. Semua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
c) Masyarakat, faktor masyarakat juga ambil andil dalam proses belajar siswa karena siswa merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Faktor masyarakat yang mempengaruhi proses belajar siswa adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, media massa serta bentuk kehidupan masyarakat. Dari pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, faktor tersebut meliputi faktor internal yang meliputi faktor fisik dan psikologis, faktor eksternal berupa faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar serta pendekatan belajar sebagai faktor terakhir. Semua faktor tersebut berperan sama besar dalam pencapaian prestasi belajar siswa.
(43)
Bila ada salah satu atau beberapa faktor yang bermasalah akhirnya akan berpengaruh dan mengahambat proses belajar siswa yang akhirnya berujung pada pencapaian prestasi belajar yang tidak maksimal.
c. Cara Mengukur Prestasi Belajar
Sugihartono, dkk (2007:130) menyebutkan bahwa dalam proses belajar mengajar pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan tentang derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian, hasil pengukuran belum dapat mengartikan apa-apa bila hasil pengukuran tersebut tidak ditafsirkan dengan cara membandingkan dengan suatu patokan atau norma atau kriteria tertentu.
Masih menurut Sugihartono, dkk (2007:131) norma yang digunakan dalam rangka penilaian/pengukuran adalah hal-hal yang diturunkan dari tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan pengajaran tersebut. Di Indonesia terdapat dua pendekatan yang populer digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu; Penilaian Acuan Norma (Norm Reference Evaluation) dan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Evaluation).
1) Penilaian Acuan Norma (PAN)
Dalam pendekatan ini, penilaian dilakukan dengan membandingkan prestasi satu siswa dengan prestasi yang dicapai
(44)
oleh oleh teman-teman sekelas atau sekelompoknya (Tardif, 1989:227). Jadi pemberian nilai atau skor siswa merujuk pada perbandingan skor yang diperoleh teman-temannya dengan skor yang diperoleh siswa itu sendiri (Nasution, 1996: 195). Oleh karena itu norma yang digunakan dalam satu kelompok tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk kelompok lainnya, pun untuk tes yang berbeda. Serupa dengan pengertian sebelumnya, Sugihartono, dkk (2007:131) menyebut Penilaian Acuan Norma sebagai penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil belajar seorang siswa terhadap hasil belajar siswa lainnya dalam satu kelompok.
Penggunaan Penilaian Acuan Norma tidak dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan tingkat penguasaan bahan. PAN sering juga digunakan untuk fungsi prediktif, meramalkan keberhasilan siswa di masa yang akan datang atau untuk menetapkan peringkat/kedudukan siswa dalam kelompok (http: jurnalibadah.blogspot.com).
Berikut adalah ciri ciri dari Penilaian Acuan Norma :
a) Penilaian Acuan Norma digunakan untuk menentukan status satu peserta didik terhadap kemampuan perserta didik lainnya. Artinya Penilaian Acuan Norma digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam kelompok atau komunitasnya sendiri seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
(45)
b) Penialain Acuan Norma menggunakan kriteria yang bersifat relatif, yang berarti selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pada waktu tersebut.
c) Nilai dari hasil Penilaian Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan peringkat seorang siswa dalam kelompoknya.
d) Penilaian Acuan Norma cenderung untuk menggunakan rentang tingkat penguasaan seorang siswa terhadap kelompoknya, mulai dari siswa yang snagat istimewa sampai dengan siswa yang mengalami kesulitan serius.
e) Penilaian Acuan Norma memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
Langakah langkah dalam Penialaian Acuan Norma seperti dikutip dari www.file.upi.edu :
a) Menghitung mean atau rata rata dan simpangan baku (S) skor skor kelompok siswa.
b) Menentukan daerah skala sigma kurva normal dibagi dalam lima daerah skala sigma dengan jarak masing masing 1,2 S:
A = +1,8 S sampai dengan +3,0 S B = +0,6 S sampai dengan +1,8 S C = -0,6 S samapi dengan +0,6 S D = 1,8 S sampai dengan -0,6 S
(46)
c) Menyususn norma penilaian dengan sistem penilaian A, B, C, D dan E.
Contoh:
Hasil ulangan semester Matematika SMP Kelas VIII dari 40 siswa, diperoleh SMI = 100, nilai tertinggi = 64, nilai terendah = 50, mean = 36,80, simpangan baku = 11,90.
Tabel. 2 Norma Penilaian
Skala Sigma Nilai Mentah Nilai M + 3,0 S
M + 1,8 S M + 0,6 S M – 0,6 S M – 1,8 S M – 3,0 S
72,50 58,22 43,94 29,66 15,38 1,10 A B C D E
Jika Ani dengan nilai mentah 64, maka mendapatkan skor A. Roni dengan nilai mentah 30 maka dia mendapatkan skor C dst.
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan langkah-langkah dalam Penilaian Acuan Norma adalah menghitung rata-rata dan simpangan baku nilai siswa, menentukan daerah skala sigma kurva normal dibagi dalam lima daerah skala sigma dengan jarak masing masing 1,2 S dan yang terakhir adalah menyyususn norma penilaian dengan sistem penilaian A,B,C,D dan E.
2) Penialain Acuan Patokan
Sistem penilaian ini disebut juga dengan Penilaian Acuan Kriteria. Sugihartono, dkk (2007:132) mengartikan sistem
(47)
penilaian ini sebagai penialian yang dilaukan dengan membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tardif (Muuhibbin Syah, 2004:201) menjabarkan Penilaian Acuan Patokan sebagai proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik (well defined domain behaviour) sebagai patokan absolut.
Dari kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penilaian , terlebih dahulu ditetapkan kriteria yang disebut dengan “batas khusus” atau “tingkat penguasaan minimum”. Siswa yang mencapai batas lulus dapat melanjutkan untuk memperlajari bahan selanjutnya, sedangkan siswa yang belum mencapai batas lulus diberikan pengajaran perbaikan/remidi hingga dapat menguasai bahan sehingga mencapai tingkat penguasaan minimum tersebut. Oleh karena itu, penilaian ini biasanya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan bahan pelajaran.
Langkah – langkah dalam Penilaian Acuan Patokan dikutip dari http: www.file.upi.edu:
a) Menentukan terlebih dahulu presentase minimal penguasaan materi.
(48)
b) Menentukan nilai-nilai berdasarkan standar nilai (A,B,C,D, dan E) yang digunakan sesuai dengan prestasi yang dicapai masing-masing siswa.
Contoh:
Misalkan presentase minimalnya adalah 60%. Berarti bila jumlah soal seluruhnya 100 item, maka siswa harus mencapai minimal 60 item yang benar sedangkan siswa yang mencapai nilai kurang dari 60 memperoleh niali E atau F.
Nilai-nilai A,B,C,D dan E ditentukan sesuai dengan prestasi yang dicapai oleh masing-masing siswa, sebagai berikut:
Tabel. 3 Pedoman Konversi Nilai
Pedoman Konversi Tabel Konversi (SMI=100) 91% - 100% = A
81% - 90% = B 71% - 80% = C 61% - 70% = D < 60% = E
91 - 100 = A 81 - 90 = B 71 – 80 = C 60 – 70 = D < 60 = E
Jika Budi mendapat skor 85, berarti dia mendapat nilai B, dan bila Diana mencapai skor 55 maka nilai yang dia dapat adalah E, dst.
c) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan langkah-langkah dalam Penilaian Acuan Patokan adalah pertama menentukan presentase minimal penguasaan materi dan kemudian menentukan nilai-nilai berdasarkan standar nilai (A,B,C,D, dan E) yang digunakan sesuai dengan prestasi yang dicapai masing-masing siswa.
(49)
2. Diagnosa Kesulitan Belajar
a. Pengertian Diagnosa Kesulitan Belajar
Sugihartono (Sugihartono, dkk, 2007:149) menyebutkan bahwa diagnosa kesulitan belajar adalah kegiatan memahami kesulitan belajar peserta didik. Lebih lanjut Syahril (1991:45) mengemukakan pengertian diagnosa kesulitan belajar sebagai usaha untuk meneliti kasus, menemukan gejala, penyebab dan menemukan serta menetapkan kemungkinan bantuan yang akan diberikan terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa kesulitan belajar adalah suatu kegiatan memahami gejala dan penyebab kesulitan belajar siswa dan menetapkan bantuan yang akan diberikan pada siswa untuk mengatasi kesulitan belajarnya.
b. Prosedur Pelaksanaan Diagnosta Kesulitan Belajar
Sugihartono, dkk (2007: 165-170) menjabarkan prosedur pelaksanaan diagnosa kesulitan belajar sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi perserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Langkah ini adalah menetapkan siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan cara menggali latar belakang kesulitan tersebut baik psikologis maupun nonpsikologis. Kasus kesulitan belajar dapat diketahui melalui analisis perilaku dan analisis prestasi belajar.
(50)
Analisis perilaku dapat dilakukan melalui observasi atau lapoan proses pembelajaran yang berupa cepat lambatnya siswa menyelesaikan tugas,kehadiran dan ketekunan dalam proses pembelajaran, peranserta dalam mengerjakan tugas kelompok, kemampuan kerjasama dan penyesuain soal. Sedangkan analisi prestasi belajar dapat dilihat dengan cara menghimpun dan menganalisis serta menafsirkan hasil belajar siswa baik yang diperoleh melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan atau Penilaian Acuan Patokan (PAP).
2) Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka langkah selanjutnya adalah menemukan letak kesulitan belajar siswa tersebut. Untuk menemukan bidang studi apa siswa mengalami kesulitan dapat dilakukan dengan membandingkan nilai yang diperoleh siswa dengan nilai rerata dari masing-masing bidang studi. Apabila nilai siswa di bawah nilai rerata maka disimpulkan siswa mengalami kesulitan pada bidang studi tersebut.
Untuk mengetahui pada bagaian mana kesulitan yang dialami siswa dapat dilakukan dengan memeriksa hasil tes, bila siswa tidak dapat menjawab dengan benar padda suatu pokok bahasan tertentu maka dapat disimpulkan siswa mengalami kesulitan pada bagian tersebut.
(51)
3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar
Langkah ini dilakukan dengan meneliti faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) dan dari luar diri siswa (eksternal) yang dapat mengahambat proses belajar siswa.
4) Memperkirakan alternatif bantuan
Perkiraan alternatif bantuan ini mempertimbangkan kemungkinan apakah kesulitan yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi, alokasi waktu yang diperlukan untuk memberikan bantuan, kapan dan di mana bantuan diberikan, dan siapa yang akan memberikan bantuan tersebut apakah konselor, guru bidang studi atau pihak lain yang relevan.
5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya
Langkah ini adalah untuk menentukan bantuan yanga kan diberikan pada siswa. Dalam menentukan bantuan ini perlu didiskusikan dengan pihak lain yang diperkirakan akan terlibat dalam pemberian bantuan. Rencana bantuan yanga kan diberikan harus sesuai dengan jenis kesulitan yang dihadapi siswa baik melalui pengajaran perbaikan, layanan bimbingan dan konseling atau referal.
6) Tindak lanjut
Langkah ini merupakan langakah terakhir dalam diagnosa kesulitan belajar yaitu memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui program yang telah
(52)
ditentukan pada langkah sebelumnya, melibatkan pihak yang dinilai mampu memberikan bantuan pada siswa, mengikuti perkembangan dan mengadakan evaluasi terhadap bantuan yang telah diberikan kepada siswa dan melakukan referal atau alih tangan pada ahli yang berkompeten dalam menangani kesulitan belajar siswa.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan diagnosa kesulitan belajar dilakukan melalui enam tahapan sebagai berikut: 1) menganaisa perilaku menyimpang sebagai gejala kesulitan belajar serta analisa hasil prestasi belajar baik secara PAN maupun PAP, 2) melokalisasi kesulitan belajar pada bidang studi dan pokok bahasan tertentu, 3) menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa, 4) memperkirakan alternatif bantuan yang akan diberikan, 5) menentukan kemungkinan cara mengatasi yaitu melalui pengajaran perbaikan, layanan bimbingan dan konseling, atau program referal, dan 6) tindak lanjut yang berupa penerpan program bantuan, melibatkan berbagai pihak yang dinali mampu memberikan bantuan, mengevaluasi bantuan yang diberikan dan melakukan referal pada ahli yang kompeten.
3. Siswa Berkesulitan Belajar a. Pengertian Kesulitan Belajar
Blassic dan Jones (Warkitri, 1990:83) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi
(53)
akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal intelegensinya, tetapi menunjukkan suatu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, atau pun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti, dkk (1994: 4-5) menyebutkan kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, yang mungkin bersifat psikologis atau pun fisiologis dalamproses belajarnya.
Burton ( Abin Syamsuddin, 2004:307) mengidentifikasi siswa yang mengalami kesuitan belajar bila siswa tersbut menunjukkan kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Senada dengan pendapat ersebut, Abin Syamsuddin (2004:308) mendefinisikan kesulitan belajar sebagai situasi di mana siswa tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi belajar tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat simpulkan bahwa kesulitan belajar merupakaan keadaan di mana siswa mengalami hambatan dalam proses belajar sehingga yang bersangkutan gagal mencapai kualifikasi hasil belajar tertentu.
(54)
b. Ciri-ciri Siswa Berkesulitan Belajar
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenali berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sugihartono, dkk (2007: 14) menjelaskan ciri-ciri anak yang mengalmai kesulitan belajar sebagai berikut:
1) Prestasi belajar rendah, ditandai dengan adanya nilai yang diperoleh di bawan standar yang telah ditetapkan (di bawah nilai 6), mendapat ranking terakhir di kelasnya.
2) Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan, ditandai dengan sering mengikuti les tambahan tapi hasilnya tidak maksimal. 3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar maupun terlambat datang
ke sekolah.
4) Menunjukan sikap yang tidak peduli dalam mengikuti pelajaran, ditandai dnegan mengobrol dengan teman saat proses pembelajaran berlangsung, makan di dalam kelas ketika mengikuti pelajaran.
5) Menunjukkan perikau menyimpang, seperti suka membolos sekolah, keluar masuk kelas ketika mengikuti pelajaran.
6) Menunjukkan adanya gelaja emosional yang menyimpang, misalnya mudah marah, pemurung teriak-teriak ketika mengikuti pelajaran dan sebagainya.
Menurut Warkitri (1990: 85-86), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
(55)
1) Hasil belajar yang dicapai rendah di bawah rata-rata kelompoknya. 2) Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah dibanding hasil
belajar sebelumnya.
3) Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
4) Lambat dalam melaksanakan tugas-tugas belajar.
5) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodo dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6) Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
7) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat dilihat berdasarkan manifestasi aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik seperti mendapatkan nilai rendah, mendapatkan nilai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan, serta menunjukan perilaku yang menyimpang.
c. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Menurut Burton (Abin Syamsuddin Makmun, 2003: 325-326), yang menjadi penyebab kesulitan belajar dapat berupa faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri ndividu sendiri atau faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu.
(56)
1) Faktor Internal, yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan/psikologis dan faktor jasmaniah/fisilogis.
a) Faktor kejiwaan/psikologis, antara lain: (1) Minat terhadap materi pembelajaran rendah (2) Motif belajar rendah (3) Rasa percaya diri kurang (4) Disiplin pribadi rendah (5)Sering meremehkan persoalan (6) Sering mengalami konflik psikis (7) Integritas kepribadian rendah.
b) Faktor jasmaniah/fisiologis, antara lain: (1) Keadaan fisik lemah (2) Adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan (3) Adanya gangguan pada fungsi panca indera (4) Kelelahan secara fisik.
2) Faktor Eksternal, yang dimaksud dengan faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini juga dibedakan menjadi dua, yaitu faktor instrumental dan faktor lingkungan.
a) Faktor Instrumental, anatara lain: (1) Kemampuan profesional yang kurang memadai (2) Kurikulum yang terlalu berat bagi peserta didik (3) Program belajar dan pembelajarn yang tidak tersusun dengan baik (4) Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tdiak sesuai dengan kebutuhan.
b) Faktor Lingkungan, antara lain: (1) Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga (2) Lingkungan sosial sekolah yang
(57)
kurang kondusif (3) Teman-teman bergaul yang kurang baik (4) Lokasi sekolah yang kurang atau tidak cocok untuk pendidikan. Hampir serupa dengan pendapat di atas, Koestor Partowisastro (1998: 11) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah (a). Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, (b). Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang.
1) Faktor Internal:
Faktor internal dibedakan menjadi beberapa faktor, yaitu intelegensi, minat, bakat dan kepribadian.
a) Faktor Intelegensi
Intelegensi ini dapat berpengaruh terhadap kesulitan belajar seorang anak. Keberhasilan belajar anak ditentukan dari tinggi rendah tingkat kecerdasan yang dimilikinya, anak yang memiliki kecerdasan tinggi cenderung akan berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak yang memiliki intelegensi rendah.
b) Faktor Minat
Faktor minat sangat berperan penting dalam belajar. Hasil belajar akan lebih optimal bila sisertai dengan minat. Dengan adanya minat akan mendorong ke arah keberhasilan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah untuk mempelajarinya dan sebaliknya, anak yang memiliki minat yang kurang akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
(58)
c) Faktor Bakat
Bakat ini akan menyebabkan kesulitan belajar jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap orang berbeda-beda. Orang tua kadang kurang memperhatikan perihal bakat ini (Singgih Gunarsa, 1992: 13). Bila terdapat pemaksaan dari orang tua dalam mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya dapat menjadi beban bagi anak, memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan dirasa anak sebagai tekanan yang akhirnya berakibat kurang baik terhadap proses belajar anak.
d) Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar bila faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan dengan baik. Hal ini dikarenakan fase perkembangan kepribadian seseorang tidak selalu sama. Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk belajar.
2) Faktor Eksternal:
Faktor eksternal ini dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan fakktor masyarakat.
a) Faktor Keluarga
Peran orang tua (keluarga) sebagai tempat yang utama dan pertama di dalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya.
(59)
Namun tidak semua orang tua dapat melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan permasalahan yang bersumber dari keluarga seperti: sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar, broken home, perceraian, percekcokan dan orang tua yang tidak mengenali kemampuan anaknya.
b) Faktor Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dapat menjadi permasalahan bila:
(1)Cara penyajian pelajaran kurang menarik (2)Hubungan guru dan murid kurang harmonis
(3)Buhungan antara murid dengan murid sendiri kurang harmonis (4)Bahan pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa, dan (5)Alat-alat pelajaranyang tersedia kurang memadai.
c) Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat sangat berperan di dalam pembentukan kepribadian anak, termasuk pula kemampuan/pengetahuannya. Di mana lingkungan masyarakat yang memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, seperti: suka minum minuman keras, judi dan sebagainya, dapat menghambat pembentukan kepribadian dan kemampuan, termasuk pula dalam proses belajar seseorang.
(60)
Lebih lanjut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 201) mengungkapkan beberapa faktor penyebab kesulitan belajar:
a. Faktor Individu, meliputi:
1) Kecerdasan di bawah rata-rata.
2) Aktivitas belajar kurang, motivasi belajar rendah.
3) Faktor emosional yang kurang stabil, seperti mudah tersinggung, pemurung, pemarah, selalu bingung dalam menghadapi masalah, selalu sedih tanpa alasan yang jelas, dan lain sebagainya.
4) Bahan yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari atau diberikan oleh guru.
5) Ketahanan belajar (lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.
6) Cita-cita yang kurang relevan (tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari).
7) Latar belakang pendidikan yang dimasuki dengan sistem sosial dan kegiatan belajar mengajar di kelas yang kurang baik.
8) Penyesuaian sosial yang sulit, seperti terlalu cepatnya penyerapan bahan belajar oleh siswa tertentu menyebabkan siswa lainnya susah utnuk menyesuaikan diri untuk mengimbanginya dalam belajar. 9) Latar belakang pengalaman yang pahit, misalnya siswa sekolah
(61)
10)Keadaan fisik yang kurang menunjang, misalnya cacat tubuh seperti kurangnya pendengaran, penglihatan atau gangguan psikomotorik atau kesehatan yang kurang baik.
11)Seks dan pernikahan yang tidak terendali. b. Faktor Sekolah, meliputi:
a) Pribadi guru yang kurang baik.
b) Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan ataupun dalam penguasaan materi pelajaran yang dipegang.
c) Hubungan guru dengan siswa kurang harmonis.
d) Guru-guru mrenuntut standar pelajaran di atas kemampuan siswa. e) Guru tidak memiliki kecakapan dalam mendiagnosis kesulitan
belajar siswa didiknya.
f) Cara mengajar guru yang kurang baik. g) Alat media yang kuang memadai.
h) Perpustakaan sekolah kurang memadai dan kurang merangsang penggunaannya oleh siswa.
i) Fasilitas sekolah yang tidak memenuhi fasilitas kesehatan dan tidak terpelihara dengan baik.
j) Suasana sekolah yang kurang menyenangkan.
k) Bimbingan dan konseling yang kurang berfungsi atau tidak ada sama sekali.
(62)
c. Faktor Keluarga, meliputi:
a) Kurangnya perlengkapan alat-alat belajar bagi siswa di rumah. b) Kurangnya biaya pendidikan yang disediakan oleh orang tua
sehingga siswa harus ikut memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk biaya sekolah.
c) Siswa tidak memiliki tempat belajar di rumah.
d) Ekonomi keluarga yang terlalu lemah yang mengakibatkan siswa tidak bisa memenuhi peralatan sekolah maupun buku-buku pelajarannya.
e) Perhatian orang tua tidak memadai. f) Kesehatan keluarga kurang baik.
g) Kebiasaan dalam keluarga yang tidak menunjang. h) Kedudukan anak dalam keluarga yang menyedihkan. i) Siswa yang terlalu banyak membantu keluarga. d. Faktor Masyarakat Sekitar
Seperti keluarga yang berada di dalam komunitas masyarakat terkecil, pergaulan negatif dari orang dewasa di sekitar rumahnya, pengaruh media elektronik, dll.
Dari penjabaran para beberapa ahli di atas mengenai faktor penyebab kesulitan belajar, dapat disimpulkan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi semua kadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yaitu faktor psikis dan fisik.
(63)
Serta faktor eksternal yang berupa faktor keluarga, instrumental dan lingkungan/masyarakat.
d. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Bugelski (Kusno Efendi, 1987: 2) mengklasifikasikan kesulitan belajar mendi 3 jenis, yaitu: 1) the problems of action, 2) the problem of transfer of training and the problems of understanding dan 3) the problems of forgetting and extinction. Maksud dari ketiga klasifikasi kesulitan belajar tersebut adalah:
1) The problem of action, maksud dari kesulitan ini adalah adanya kesulitan belajar siswa yang menyangkut hubungan yang berkaitan dengan tindakan dan ketrampilan belajar.
2) The problems of transfer of training and the problems of understanding, yang dimaksudkan dalam kesulitan jenis ini adalah yang berkaitan dengan pemindahan ketrampilan serta pemindahan pemahaman. Pemindahan ketrampilan merupakan kemampuan seseorang memindahkan ketrampilan yang dimiliki kepada ketrampilan lainnya yang sejenis. Misalnya belajar matematika, bila telah dikuasai dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.
3) The problems of forgetting and extinction, dan jenis kesulitan yang terakhir ini adalah ketidakmampuan siswa untuk mengingat dan mengenali kembali kesan-kesan yang telah dipelajari. Kesulitan ini berkaitan dengan proses mengingat dan lupa yang meliputi tiga unsur, yaitu menerima kesan, menyimpan kesan, dan mereproduksi kesan.
(64)
Kesulitan dalam menerima kesan menunjukkan siswa lambat dalam memahami suatu objek yang dihadapinya. Begitu juga bila siswa tidak tepat dalam menangkap arti terhadap suatu objek yang dilihat, didenga, ataupun yang didapat melalui rabaan. Kesulitan dalam menyimpan kesan dapat berarti kesan yang telah diterima dan dicamkan tidak dapat disimpan dengan baik, atau tidak dapat menyimpan kesan dalam waktu yang lama, serta tidak dapat menyimpan kesan dalam jumlah yang banyak.
Kesulitan belajar dalam mereproduksi pesan adalah kesulitan siswa dalam mengangkat kembali dan serta memunculkan kembali kesan yang telah dicamkan. Kesulitan ini ada dua macam, yaitu tidak dapat mengingat kembali serta dan tidak mampu mengenali kembali. Mengingat kembali adalah proses di mana siswa tidak memiliki pegangan dalam melakukan reproduksi, sedangkan mengenal kembali adalah suatu objek yang dipakai sebagai tumpuan mereproduksi pesan. Artinya siswa mempunyai objek yang dijadikan dasar untuk mengenal kembali objek yang diharapkan.
Pendapat yang tidak jauh berbeda diajukan oleh Samuel Soeitoe (Kusno Efendi, 1987: 54), menurutnya terdapat empat kesulitan belajar, yaitu: 1) kesulitan belajar pemahaman, 2) kesulitan mendapatkan pengetahuan dan fakta, 3) kesulitan mengahafal, dan 4) kesulitan dalam pembentukan automatisme.
(65)
(1)Kesulitan belajar pemahaman, yaitu keadaan di mana siswa mengalami kesulitan untuk memahami secara logis terhadap objek yang dihadapnya, baik secara konkrit maupun abstrak.
(2)Kesulitan mendapatkan pengetahuan dan fakta, yaitu kesulitan memahami objek melalui pendengaran, penglihatan atau membaca, menulis dan rabaan.
(3)Kesulitan menghafal, adalah ketika siswa terganggu daya ingatnya sehingga menjadi mudah lupa.
(4)Kesulitan dalam pembentukan automatisme, adalah kesulitan yang dialami siswa dalam kegiatan praktik, misalnya dalam praktik olah raga, ketrampilan, dan lain sebagainya.
Selanjutnya adalah kesulitan belajar menurut Wasty Sumanto (Kusno Efendi, 1987: 55), menurutnya ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam berpikir. Ciri-ciri siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam berpikir adalah 1) tidak mampu membentuk pendapat, 2) tidak mampu membentuk pengertian, dan 3) tidak mampu menarik kesimpulan.
Dari klasifikasi yang disebutkan oleh tiga tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat enam klasifikasi belajar yang biasanya dialami oleh siswa, yaitu:
1) Kesuliatn belajar dalam menerima kesan, yang meliputi kesulitan membaca aatau mengamati, kesulitan dalam mendengarkan, dan kesulitan dalam mencatat atau menulis.
(66)
2) Kesulitan belajar dalam menyimpan kesan, yang meliputi ingatan yang kurang kuat, ingatan yang kurang jelas, dan ingatan yang kurang bertahan lama.
3) Kesulitan belajar dalam mereproduksi kesan, yang meliputi tidak mampu mengenal dan mengingat kembali kesan yang diterima.
4) Kesulitan transfer dalam belajar.
5) Kesulitan dalam berpikir, yang meliputi tidak mampu membentuk pendapat, tidak mampu membentuk pengertian, dan tidak mampu menarik kesimpulan.
6) Kesulitan dalam latihan atau praktik. 4. Pengertian Pengajaran Perbaikan
Ishak S.W. & Warji R. (1987: 33) menyebutkan bahwa pengajaran perbaikan bukanlah sekedar melakukan pengulangan terhadap bahan-bahan pelajaran pokok yang belum dikuasai secara tuntas oleh siswa, melainkan seorang guru harus mengetahui dengan pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan atau kegagalan yang dihadapi siswa, memperkirakan kemungkinan dapat atau tidak kesulitan atau kegagalan tersebut diatasi, serta menentukan alternatif yang tepat untuk mengatasinya. Pendapat senada diungkapkan oleh Abin Syamsudin Makmun (2003: 171) yang menjelaskan bahwa pengajaran perbaikan merupakan upaya guru untuk menciptakan situasi yang memungkinkan individu atau kelompok mengembangkan seoptimal mungkin sehingga kriteria ketuntasan minimal dalam belajar dapat tercapai.
(67)
Sugihartono, dkk (2007: 171) mendefinisikan pengajaran perbaikan sebagai bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam belajar bagi peserta didik. Hal senada diungkapkan oleh Sri Rumini (2003: 62) yang menyebutkan bahwa cara belajar, metode mengajar, materi pelajaran, gerak-gerik pengajar, alat dan lingkungan serta gangguan atau hambatan kepribadian adalah hal-hal yang harus disembuhkan atau dibetulkan dalam pengajaran perbaikan. Pengajaran perbaikan bersifat individual yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar sehingga siswa dapat mengikuti pelajaran secara klasikal sehingga tercapai hasil yang optimal. Sedangkan Uzher Usman (2003: 103) secara singkat mendefinisikan pengajaran perbaikan sebagai suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik.
Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa pengajaran perbaikan merupakan sebuah kegiatan pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar siswa dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami sehingga mampu menacapi nilai sesuai standar KKM.
5. Tujuan dan Fungsi Pengajaran Perbaikan
Seperti kegiatan pengajaran pada umumnya, pengajaran perbaikan juga memiliki tujuan. Ishak S.W. dan Warji R. (1987: 38) menyebutkan
(68)
bahwa ”pengajaran perbaikan memiliki maksud dan tujuan atau fungsi untuk membantu para siswa yang menemui kesulitan belajar, sehingga mereka mampu mencapai mastery level (tingkat ketuntasan) yang ditetapkan”. Sedangkan Izhar Hasis (2001: 67) menyatakan bahwa tujuan dari pengajaran perbaikan adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar dapat mencapai prestasi belajar dengan baik.
Abin Syamsudin Makmun (2003: 342) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran perbaikan lebih diarahkan kepada perbaikan prestasi dari prestasi yang telah dicapai dengan menggunakan proses belajar mengajar biasa. Hasil dari pengajaran perbaikan sekurang-kurangnya dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal atau meningkatkan kemampuan penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya.
Lebih lanjut Warkitri (Sugihartono, dkk, 2007: 173-175) memaparkan tujuan dan fungsi pengajaran perbaikan sebagai berikut:
a. Tujuan Pengajaran Perbaikan
Secara umum tujuan pembelajaran perbaikan sama dengan tujuan pembelajaran reguler yaitu membantu siswa mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Namun secara khusus pengajaran perbaikan bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar mencapai prestasi yang diharapkan melalui proses penyembuhan dalam aspek kepribadian atau dalam proses belajar mengajar.
(69)
b. Fungsi Pengajaran Perbaikan
1) Fungsi korektif, yaitu memperbaiki atau meninjau kembali sesuatu yang dianggap keliru.
2) Fungsi pemahaman, dalam proses pengajaran perbaikan guru membantu siswa untuk memahami dirinya dalam hal jenis dan sifat kesulitan yang dialami, kelemahan serta kelebihan yang dimilikinya.
3) Fungsi penyesuaian, dalam proses pengajaran perbaikan siswa dibantu untuk belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan yang dimilikinya.
4) Fungsi pengayaan, dalam pengajaran perbaikan dikembangkan alat dan metode mengajar yang digunakan.
5) Fungsi akselerasi, dalam pengajaran perbaikan guru mempercepat proses pengajaran dengan menambah frekwensi pertemuan dan materi pengajaran.
6) Fungsi terapeutik, karena dalam pengajaran perbaikan baik secara langsung atau tidak langsung dilakukan usaha penyembuhan gangguan atau hambatan yang dialami siswa yang mungkin menjadi penyebab kesulitan belajar siswa.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran perbaikan bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar agar dapat mengatasi kesulitan dan hambatan yang dialami
(70)
sehingga tercapai kriteria keberhasilan minimal serta meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa.
6. Metode Pengajaran Perbaikan
Metode pengajaran perbaikan menurut Sugihartono, dkk (2007: 178-179) adalah metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan kesulitan belajar mulai dari langkah identifikasi kasus sampai dengan langkah tindak lanjut. Masih menurut sumber yang sama disebutkan bahwa beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengajran perbaikan adalah sebagai berikut (2007: 179-182):
a. Metode Pemberian Tugas
Dalam pelaksanaan metode ini, siswa yang mengalami kesulitan diberi tugas atau kegiatan yang sesuai dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan yang dialami. Tugas dapat berupa tugas kelompok atau individu.
b. Metode Diskusi
Diskusi adalah bentuk interaksi antar individu dalam kelompok untuk membahas suatu masalah. Dalam kelompok ini masing-masing anggota saling membantu dan mengenal dirinya, kesulitan yang dialami, memecahkan masalah, mengembangkan kerjasama antar individu, menumbuhkan rasa percaya diri dan memupuk rasa tanggung jawab.
(71)
c. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab dalam pengajaran perbaikan dilakukan dalam bentuk dialog antara guru dan siswa baik secara individu maupun kelompok. Suasana dialog diusahakan agar menyenangkan, terbuka, penuh pemahaman, dan menggunakan tanya jawab yang terapeutik. d. Metode Kerja Kelompok
Anggota kelompok dalam metode ini harapkan heterogen, pria dan wanita. Dari metode ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dari masing-masing anggota, minat belajar dan rasa tanggung jawab siswa.
e. Metode Tutor Sebaya
Tutor sebaya adalah siswa yang ditunjuk untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar. Siswa yang ditunjuk sebagai tutor harus memiliki kemampuan akademik atau menguasai materi pelajaran dan memiliki keterampilan untuk membantu orang lain.
f. Metode pengajaran individual
Metode pengajaran individual adalah proses pembelajaran yang melibatkan hanya seorang guru dan seorang siswa. Pengajaran di sini bersifat penyembuhan yaitu memperbaiki cara belajar dengan mengulang bahan pelajaran yang telah diberikan atau latihan mengerjakan soal atau memberikan materi baru.
Rumini (2003:75) menyebutkan beberapa metode pengajaran perbaikan yang berbeda dengan metode di atas yaitu:
(1)
164
S Iya, karena lebih santai jadi saya lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan Pak guru.
24.
P Manfaat apakah yang anda rasakan setelah mendapatkan remidi?
S
Manfaat remidi bagi saya adalah nilai matematika saya meningkat bahkan melebihi standar KKM, itu karena saya menjadi lebih paham materi pelajaran yang disampaikan Pak guru. Jadi saat mengerjakan soal saya tidak banyak menemui kesulitan.
25.
P Apakah cara belajar anda berubah setelah anda mendapatkan remidi?
S
Perubahan yang saya alami, saya termotivasi untuk lebih serius mengikuti pelajaran, berusaha menambha waktu belajar saya di rumah. Tidak lagi belajar hanya saat menjelang ujian atau saat mengerjakan tugas saja.
(2)
165 Lampiran 5: Display Data
DISPLAY DATA Aspek yang ditinjau NS 1. Definisi pengajaran perbaikan
Pengajaran yang diberikan kepada siswa yang hasil evaluasi belajarnya kurang dari kriteria keberhasilan minimal
2. Alasan
pemberian pengajaran perbaikan
Penting, untuk mengatasi hambatan/kesulitan belajar siswa
3. Tujuan
pengajaran perbaikan
Agar siswa memahami materi yan diberikan sehingga dapat mengatasi hambatan/kesulitan belajar sehingga mampu mencapai standar KKM
4. Diagnosi
s kesulitan belajar siswa
a. Melihat perilaku menyimpang pada siswa dikelas
b. Menggunakan nilai dan penyesuaian sosial siswa
dalam mengelompokan kesulitan belajar
c. Meneliti faktor penyebab kesulitan belajar
5. Perenca
naan pengajaran perbaikan
a. Merumuskan tujuan pengajaran perbaikan
b. Menggunakan strategi dan pendekatan yang
mengarah pada hasil belajar yang lebih baik pada siswa
6. Pelaksa
naan pengajaran perbaikan
a. Melakukan pemeriksaan kembali kasus kesulitan
belajar
b. Materi diberikan dengan penugasan
c. Pelaksaan remidi dilakukan setelah mengadakan
uji blok pada sub pokok bahasan tertentu
d. Pengajaran perbaikan diberikan secara langsung
e. Pengajaran perbaikan dilaksanakan diruang kelas,
setelah pulang sekolah/saat pelajaran matematika
f. Menggunakan metode campuran ceramah,
demonstrasi menggunakan alat peraga, diskusi, tanya jawab dan penugasan
(3)
166
7. Evaluasi
pengajaran perbaikan
a. Melakukan evaluasi dalam bentuk tanya jawab
atau mengerjakan soal
b. Terjadi peningkatan nilai tapi tidak semua
mengalami perubahan tingkah laku/kebiasaan belajar
c. Hasil belajar siswa dijadikan sebagai patokan
keberhasilan pengajaran perbaikan
d. Melakukan evaluasi ketepatan metode dengan
(4)
(5)
(6)