ditunjukkan dalam bentuk tindakan yang mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Besarnya pengaruh dari tindakan tersebut dipengaruhi oleh modal yang dimiliki
oleh pemimpin lokal. Peran pemimpin lokal dalam pembangunan salah satunya adalah dengan
melihat partisipasi pemimpin lokal tersebut dalam program pembangunan. Mengaitkan dengan teori Cohen dan Uphoff 1979 yang membagi partisipasi ke
dalam beberapa tahapan kegiatan, tahapan tersebut yaitu sebagai berikut: 1 Tahap pengambilan keputusan, diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat
dalam rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah proses perencanaan suatu kegiatan. 2 Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap
terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3 Tahap
menikmati hasil, yang menjadi indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi
masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4 Tahap
evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan
proyek selanjutnya. Merujuk pemaparan Cohen dan Uphoff di atas maka tahapan
pembangunan dapat dianalogikan dengan tahapan partisipasi dalam kegiatan, terkait hal ini, penelitian ini melihat pengaruh pemimpin lokal dalam tiga tahapan
saja, yaitu tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.1.2. Kepemilikan Modal dan Pengaruh Pemimpin Lokal
Menurut Bordieu dalam Pengantar Paling komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu 1990 modal memiliki definisi yang sangat luas dan mencakup
hal-hal material yang dapat memiliki nilai simbolik dan berbagai atribut yang tak tersentuh, namun signifikan secara kultural, misalnya prestise, status, dan
otoritas yang dirujuk sebagai modal simbolik, serta modal budaya yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi.
Selain itu, Bordieu juga menambahkan bahwa modal berperan sebagai sebuah relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini
diperluas pada segala bentuk barang-baik materil maupun simbol, tanpa perbedaan- yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak
untuk dicari dalam sebuah formasi tertentu. Modal juga dipandang Bordieu sebagai basis dominansi meskipun tidak
selalu diakui demikian oleh partisipan. Beragam jenis modal dapat ditukar dengan jenis-jenis modal lainnya-
yang artinya modal bersifat ’dapat ditukar’. Penukaran paling hebat yang telah dibuat adalah penukaran pada modal simbolik,
sebab dalam bentuk-bentuk modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai sesuatu yang legitimit.
Bordieu juga menambahkan bahwa ranah dapat dipahami sebagai ranah kekuatan dan perjuangan posisi dan otoritas legitimit, sementara logika yang
mengatur perjuangan-perjuangan ini adalah logika modal. Terkait modal di atas, Casey 2008 membagi modal menjadi tujuh bagian
yaitu modal manusia, modal institusi, modal sosial, modal simbolik, modal ekonomi, modal budaya, dan modal moral. Pembagian modal yang dilakukan
Casey sebenarnya merujuk dari empat pembagian modal yang dilakukan oleh Bordieu. Penjelasan pembagian modal menurut Casey adalah :
1. Modal Manusia
Modal manusia merupakan kombinasi dari kemampuan dan ketrampilan, pengalaman serta pendidikan. Modal manusia biasanya dilihat
dari dua hal yaitu pengalaman dan pendidikan. Pengalaman dibagi menjadi dua yaitu pengalaman pemimpin dibidangnya dan pengalaman pemimpin
diluar dari bidang yang ditekuninya. Analisis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Iberamsjah, 1988;
Yanti, 2004; Patton, 2003; dan Ginting, 1999 terlihat bahwa elemen yang paling sering ditemukan dalam modal manusia adalah pengalaman.
Pengalaman merupakan elemen yang paling banyak dimiliki oleh pemimpin lokal yang memiliki modal manusia, hal ini dikarenakan pengalaman
merupakan elemen modal yang didapatkan dengan mengawinkan implementasi dengan waktu. Dengan demikian, pengalaman merupakan
elemen modal yang dihasilkan bukan secara instan, oleh sebab itu secara otomatis masyarakat akan lebih percaya pemimpin lokal yang memiliki
pengalaman yang mencukupi. Selain itu hal ini bukan berarti pendidikan dan kemampuan tidak diperhitungkan dalam mengidentifikasi modal manusia
yang dimiliki oleh pemimpin lokal. 2.
Modal Intitusi Pada umumnya untuk melihat derajat modal institusi yang dimiliki
oleh aktor dapat dilihat dari tiga hal yaitu: dukungan institusi terhadap aktor, ideologi institusi, dan pengaruh institusi kepada pemimpin lokal.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Sajogyo dan Sajogyo, 2002; Iberamsjah, 1988; Patton, 2003; dan Ginting, 1999 terlihat bahwa dari tiga
elemen modal institusi yaitu dukungan institusi terhadap pemimpin lokal, ideologi institusi, dan pengaruh intitusi, dukungan institusi adalah elemen
modal institusi yang paling sering dimiliki oleh para pemimpin lokal. Terlihat dari kasus-kasus ini adalah dalam kehidupan masyarakat pedesaan cukup
hanya dengan dukungan dari institusi baik berupa pengakuan maupun keterlibatan secara langsung ternyata mempengaruhi tingkat pengaruh aktif
terhadap masyarakat. 3.
Modal Sosial Modal Sosial biasanya dilihat dari tiga hal yaitu dukungan grup
kolektif, jaringan, dan reputasi. Dukungan grup kolektif biasanya diukur dari angka statistik yang diterima oleh kandidat jika dalam pemilihan umum,
dalam kasus ini adalah dukungan yang diberikan oleh masyarakat setempat. Jaringan berasal dari kelompok sosial dimana sang kandidat turut terlibat, dan
reputasi adalah seberapa diketahuinya pemimpin lokal oleh masyarakat. Umumnya jaringan lebih banyak dimiliki oleh pemimpin lokal
dibandingkan dukungan grup kolektif dan reputasi, walaupun bukan berarti kedua hal tersebut sama sekali tidak dimiliki oleh pemimpin lokal. Hal ini
dikarenakan jaringan yang semakin luas membuat pemimpin lokal lebih
banyak memiliki informasi sehingga memudahkan pemimpin lokal dalam mengakses banyak hal maupun mempengaruhi sesuatu keputusan karena
dianggap sebagai pihak yang lebih mengerti dibandingkan yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sajogyo dan Sajogyo,
2002; Iberamsjah, 1988; Patton, 2003; dan Ginting, 1999 4.
Modal Simbolik Modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Bordieu
mengemukakan bahwa
modal simbolik
merupakan simbol
yang melegitimasimembuktikan dominasi melalui strata sosial atau pembeda
terhadap orang lain, sehingga hal simbolik dapat memenuhi fungsi politik Swartz. Modal Simbolik dapat dilihat dari dua hal yaitu prestise yang
dibawa serta gelar. Modal Simbolik sangat bergantung pada masyarakatnya. Pemaparan tersebut ditemukan dalam hasil penelitian yang dilakukan
oleh Iberamsjah 1988 yang menggambarkan bahawa pengakuan dari masyarakat merupakan simbol dimana secara tidak langsung elit informal
agama memiliki prestise sendiri dan memiliki gelar sendiri yang mana apa yang diputuskannya merupakan keputusan yang terbaik. Hal ini menunjukkan
bahwa elit informal agama memiliki pengaruh terhadap masyarakat. 5.
Modal Ekonomi Modal ekonomi berasal dari produksi material dan petukaran atau
perdagangan, uang, atau materi yang dihasilkan seseorang, baik dagang dan produksi sendiri. Secara umum yang ditonjolkan adalah seberapa kuat
dukungan finansial atau kekayaan yang dimiliki kandidat atau pemimpin lokal.
Sebagai contoh adalah pada penelitian yang dilakukan Sajogyo dan Sajogyo 2002, pada kasus masyarakat Desa Cibodas, tuan tanah besar
memiliki modal, mereka dapat memiliki kira-kira setengah dari tanah yang terdapat didesa tersebut, dan hampir semua tanah yang dapat digolongkan
mempunyai kualitas kelas satu atau kelas dua menurut peraturan sewa tanah kepada petani berada ditangan mereka sehingga mereka mempunyai sumber
modal terbesar dan mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang.
Dikarenakan mereka memiliki sumber modal terbesar di desa tersebut, mereka mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Berkat laba yang
besar yang mereka tarik dari menanam kentang dan kubis untuk dipasarkan, mereka sanggup mendirikan bungalow-bungalow baru di desa itu atau di
Bandung.
6. Modal Budaya
Modal budaya merupakan hasil dari praktek sosial dan pengembangan sosial dari beberapa simbol dan arti yang termasuk kelas yang lebih tinggi
untuk melakukan kultur dominan mereka dalam siklus pengembangan kultur. Merujuk pada hal tersebut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Iberamsjah 1988 dan Patton 2003 terlihat bahwa tingkat pengaruh pemimpin lokal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau budaya dari
lingkungan pemimpin lokal tersebut. Jika budaya telah terbentuk, maka walaupun kemampuan pemimpin lokal tidak mencukupi, masyarakat akan
tetap mengikuti arahan dari pemimpin lokal tersebut. Hal ini terjadi khususnya didaerah-daerah yang kelembagaan adat nya masih kental.
7. Modal Moral
Modal moral adalah dimana pemimpin informal memiliki tujuan yang jelas dan bermanfaat untuk masyarakat. Pada umumnya modal moral dapat
dilihat dari opini publik tehadap pemimpin informal tersebut. Hasil
penelitian dari
Iberamsjah,1988; Yanti,2004;
dan Ginting,1999. Modal moral yang dimiliki oleh seorang pemimpin lokal dapat
dilihat dari opini publik tentang dirinya, semakin baik opini publik tentang dirinya semakin tinggi modal moral yang dimiliki pemimpin lokal tersebut.
Hal ini yang akhirnya berujung pada semakin berpengaruhnya pemimpin lokal terhadap masyarakat.
2.1.3. Tipologi Pemimpin Lokal