aspirasi antara suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.
2.1.5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri
Mulai Tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri yang terdiri dari PNPM
Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program
Pengembangan Kecamatan PPK, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi
kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Anonim,2006
Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses
sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: 1
peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; 2 pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; 3 pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal;
4 peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; 5 pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga
miskin RTM sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Alur
tahapan PNPM Mandiri lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: PTO PNPM Mandiri
Gambar 1
: Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan
Alur PNPM Mandiri Perdesaan berawal dari orientasi lapang yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah, kemudian pada tingkat
kecamatan dibentuk Musyawarah antar Desa MAD untuk sosialisasi program serta ketentuan mengikuti PNPM Mandiri. Setelah itu dilanjutkan dengan
Musyawarah Desa MUSDES untuk mensosialisasikan program PNPM Mandiri kepada warga desa. Tahap selanjutnya adalah tahap penggalian gagasan, pada
tahap ini dilakukan cukup banyak musyawarah di tingkat desa yang nantinya akan dibawa pada MAD Prioritas Usulan pada tingkat kecamatan.
Setelah MAD Prioritas Usulan, usulan tersebut ditetapkan pada MAD Penetapan Usulan yang selanjutnya diikuti dengan musyawarah desa untuk
mensosialisasikan usulan-usulan yang didanai. Setelah musyawarah desa tersebut, baru dilakukan pencairan dana dan tahap pelaksanaan pun dimulai, setelah
pelaksanaan diadakan dua kali musyawarah desa pertanggung jawaban yaitu musyawarah desa pertanggung jawaban 40 persen dan 80 persen yang kemudian
ditutup dengan Musyawarah Desa Serah Terima.
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi, tahap ini dilakukan untuk memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan program PNPM
Mandiri selanjutnya.
2.2. Kerangka Pemikiran
Pembangunan pada umumnya dilakukan secara bertahap, mulai dari kota besar sampai ke masyarakat pedesaan. Hal ini menjadi masalah ketika dalam
proses tersebut sering terjadi ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan. Ketimpangan tersebut akhirnya dapat memicu masalah kependudukan dimana
terjadinya pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar. Oleh sebab itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi maka pada daerah-darerah tertentu
khususnya pedesaan perlu digulirkan program-program yang bertujuan untuk membagun desa.
Program pembangunan yang digulirkan pemerintah ke pedesaan tentunya akan melibatkan pemimpin lokal desa. Namun tidak semua pemimpin lokal akan
terlibat. Keterlibatan pemimpin lokal ditentukan oleh pengaruh pemimpin lokal tersebut terhadap masyarakat.
Pengaruh pemimpin lokal terhadap masyarakat tidak terlepas dari modal yang dimilikinya. Merujuk dari pembagian modal oleh Casey, penulis mencoba
mengkategorikan ketujuh modal tersebut menjadi dua kategori. Kategorisasi ini didasarkan dari asal modal tersebut. Modal yang berasal dari dalam individu
pemimpin lokal disebut modal internal yang terdiri dari modal manusia, modal sosial, dan modal ekonomi. Kemudian modal yang berasal dari luar individu
pemimpin lokal atau dari atribut sosial pemimpin lokal termasuk dalam modal eksternal yang terdiri dari modal institusi, modal simbolik, modal budaya, dan
modal moral. Kedua kategori modal ini saling mempengaruhi yang nantinya akan
menentukan sejauhmana pemimpin lokal dapat terlihat dalam implementasi program. Pada penelitian ini akan dilihat keterlibatan pemimpin lokal dan
pengaruhnya dalam tiga tahapan program yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi program. Hal ini dapat lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2.