Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

34 ekspor naik 10 persen berpengaruh positif terhadap peubah harga tandan buah segar 5.09 persen dan konsumsi minyak sawit 25.81 persen, penurunan impor minyak diesel 5.85 persen dan kenaikan permintaan minyak goreng sawit dan margarin sebesar 8.41 dan 9.46 persen. Skenario ketiga yaitu pengembangan biodiesel 20 persen dan harga minyak dunia 10 persen. Adapun respon harga tandan buah segar naik 6.45 persen, konsumsi minyak sawit 11.40 persen, impor minyak diesel 2.19 persen dan produksi minyak goreng sawit naik 8.47 persen dan permintaan margarin naik 7.64 persen. Skenario keempat yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu, pengembangan biodiesel 20 persen dan penguatan nilai tukar 10 persen. Adapun respon harga tandan buah segar naik 6.01 persen, konsumsi minyak sawit 28.22 persen, impor minyak diesel turun 5.90 persen dan permintaan minyak goreng sawit naik 8.35 persen dan permintaan margarin naik 9.81 persen. Kurniadi 2013 melakukan penelitian mengenai dampak kebijakan penurunan tingkat suku bunga dan peningkatan penawaran minyak sawit terhadap produksi fatty acid di Indonesia. Tujuan penelitian adalah mengetahui faktor- faktor yang memengaruhi produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia yaitu fatty acid. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menganalisis dampak penurunan tingkat suku bunga dan kenaikan penawaran minyak sawit domestik terhadap produksi, penawaran, permintaan dan harga dari komoditas komoditas fatty acid serta harga dan permintaan dari komoditas minyak sawit domestik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2SLS dengan model persamaan simultan. Hasil estimasi model yang diperoleh kemudian diuji dengan uji statistik-F, uji statistik-t, uji ekonometrika yaitu uji statistik Durbin-Watson dan Dubin-h. Setelah model dinyatakan valid, selanjutnya dilakukan simulasi kebijakan dengan menggunakan software SAS 9.0 for Windows. Perubahan harga riil minyak sawit domestik, perubahan tingkat suku bunga dan teknologi berpengaruh secara signifikan terhadap produksi fatty acid domestik. Penurunan suku bunga Bank Indonesia sebesar 20 persen menyebabkan peningkatan terhadap produksi fatty acid domestik, permintaan fatty acid domestik, penawaran fatty acid domestik. Penurunan suku bunga Bank Indonesia menyebabkan penurunan terhadap harga riil fatty acid domestik, permintaan minyak sawit domestik dan 35 harga riil minyak sawit domestik, dan harga riil minyak sawit domestik. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan terhadap produksi fatty acid domestik, permintaan fatty acid domestik, penawaran fatty acid domestik, dan permintaan minyak sawit domestik. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik menyebabkan penurunan harga riil minyak sawit domestik dan harga riil fatty acid domestik. Penurunan suku bunga Bank Indonesia sebesar 20 persen dan peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan terhadap produksi fatty acid, permintaan fatty acid domestik, dan penawaran fatty acid domestik. Penurunan suku bunga Bank Indonesia dan peningkatan penawaran minyak sawit domestik menyebabkan penurunan terhadap harga riil fatty acid domestik, permintaan minyak sawit domestik dan harga riil minyak sawit domestik. Saran melalui penelitian ini adalah untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi fatty acid domestik, pemerintah sebaiknya menetapkan kebijakan penurunan suku bunga bagi investor kemudian diikuti dengan kebijakan yang mengusahakan peningkatan penawaran minyak sawit domestik. Dalam jangka panjang instrumen kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi ekspor produk turunan minyak sawit seperti fatty acid untuk meningkatkan devisa negara hendaknya pemerintah memberi perhatian penuh dalam mengatur sistem tata niaga industri kelapa sawit. Widhosari 2013 melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia. Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia yaitu minyak goreng, margarin, dan sabun kemudian menganalisis dampak kebijakan penurunan tingkat suku bunga terhadap produksi minyak goreng, margarin dan sabun di Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat analisis Two Stages Least Square 2SLS. Model yang dibangun dalam penelitian merupakan sistem persamaan simultan, yang terdiri dari 3 blok yaitu blok minyak goreng sawit domestik, blok margarin domestik, dan blok sabun domestik. Model penelitian terdiri dari 13 persamaan atau 13 variabel endogen G, dan 44 predetermined variable terdiri dari 32 variabel eksogen dan 12 lag endogenous 36 variable, sehingga total variabel dalam model K adalah 57 variabel. Pengolahan data dilakukan dengan program computer yaitu : SAS for Windows 9.0. Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa harga minyak goreng sawit domestik, laju pertumbuhan harga minyak sawit domestik, laju pertumbuhan harga minyak sawit domestik, tingkat suku bunga, dan produksi minyak goreng tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap produksi minyak goreng sawit domestik. Produksi margarin tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap produksi margarin domestik. Tingkat suku bunga, laju pertumbuhan upah tenaga kerja industri, dan produksi sabun tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap produksi sabun domestik. Penurunan suku bunga bank Indonesia menyebabkan peningkatan terhadap produksi minyak goreng sawit domestik, permintaan minyak goreng sawit domestik, penawaran minyak goreng sawit domestik, produksi margarin domestik, penawaran margarin domestik, produksi sabun domestik, permintaan sabun domestik, dan penawaran sabun domestik. Penurunan suku bunga bank Indonesia menyebabkan penurunan terhadap harga minyak goreng sawit domestik da harga sabun domestik. Harga minyak sawit domestik, permintaan margarin domestik dan harga margarin domestik tidak mengalami perubahan. Saran berdasarkan penelitian tersebut antara lain : 1 pemberian tingkat suku bunga rendah agar investasi bagi industri hilir meningkat, 2 dalam jangka panjang instrumen kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi ekspor produk turunan minyak sawit minyak goreng, margarin dan sabun dalam meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk turunan minyak sawit dan hendaknya pemerintah memberi perhatian penuh dalam mengatur sistem tata niaga industri kelapa sawit. Yoyo, Daryanto, Sa’id dan Hasan β01γ meneliti mengenai kesenjangan industri fatty acid dan fatty alcohol berbasis minyak kelapa sawit di Indonesia dan proyeksi produksi dan konsumsinya 2013-2022. Tujuan dalam penelitian menganalisa kesenjangan antara kondisi industri fatty acid dan fatty alcohol saat ini dengan kondisi ideal di masa yang akan datang. Dalam penelitian tersebut menganalisa perkembangan model daya saing pengembangan industri minyak sawit sebagai bahan baku fatty acid dan fatty alcohol. Metode yang digunakan 37 adalah IMD Institute for Management Development dan WEF World Economic Forum. Penelitian ini memanfaatkan studi literatur, wawancara, dan kuesioner untuk mengumpulkan opini dari para ahli dan praktisi mengenai kondisi industri saat ini dan yang akan datang. Uji non-parametrik Mann-Whitney digunakan untuk mengestimasi perbedaan diantara kedua kondisi tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa daya saing minyak sawit Indonesia sebagai bahan baku fatty acid dan fatty acohol dipengaruhi oleh enam faktor yaitu faktor kondisi, permintaan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan, industri terkait dan pendukung. Hasil penelitian ini berdasarkan model daya saing industri, ada beberapa sub sektor dengan status yang baik dan sub sektor dengan status yang buruk. Sub sektor dengan status yang buruk merupakan kelemahan dan harus ditingkatkan. Kesenjangan tebesar antara kondisi saat ini dan masa yang akan datang dari perindustrian adalah efisiensi pemerintah sedangkan kensenjangan terkecil adalah efisiensi bisnis. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan total faktor menggunakan kerangka daya saing IMD adalah sekitar 28 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kondisi saat ini secara keseluruhan industri menuju ke kondisi yang sangat kompetitif di kondisi yang ideal hanya 72 persen. Selain itu, hasil uji Mann-Whitney non- parametrik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara saat ini dan ideal masa depan kondisi industri pada α = 5 persen untuk semua faktor dan total daya saing IMD. Untuk sub-faktor, hanya dua sub-faktor tidak memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu pekerjaan dan harga. Peningkatan daya saing industri harus melibatkan semua pemangku kepentingan melalui penyelesaian yang sudah ada masalah dalam pendekatan sistemik dan sistematis. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memberi solusi agar mampu meningkatkan status industri dan meminimalkan kesenjangan antara masa depan kondisi saat ini dan ideal minyak sawit Indonesia sebagai bahan baku fatty acid dan industri fatty alcohol. 38 Tabel 20. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian Penulis dan Penelitian Terdahulu No. Penulis Persamaan Perbedaan 1. Senteri 1988 Teori derived demand. Objek penelitian minyak sawit sebagai bahan baku industri di Amerika Serikat. Metode penelitian menggunakan 2SLS persamaan simultan 2 Harfa 1996 Teori derived demand, metode OLS. Tujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Persamaan Objek penelitian tepung terigu 3. Söderholm dan Ejdemo 2008 Teori derived demand. Metode penelitian OLS. Objek penelitian baja. Metode penelitian LCA Life Cycle Assessment. 4. Santoso 2011 Teori derived demand. Objek penelitian kayu bulat sebagai bahan baku industri kayu primer. 5. Novindra 2011 Objek penelitian minyak sawit dan teori derived demand. Metode penelitan 2SLS persamaan simultan 6. Supriyadi 2012 Teori derived demand dan objek penelitian minyak sawit Metode 2SLS dengan persamaan simultan 7. Yoyo, Daryanto,Sa’id dan Hasan 2013 Objek penelitian minyak sawit sebagai bahan baku industri fatty acid Metode IMD 8 Widhosari 2013 Objek penelitian industri hilir minyak sawit yaitu minyak goreng, margarin dan sabun Metode 2SLS dengan persamaan simultan 9. Kurniadi 2013 Objek penelitian industri hilir minyak sawit fatty acid Metode 2SLS dengan persamaan simultan Sumber: Penulis 2013 39

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah teori-teori yang digunakan pada penelitian sebagai landasan atau argumentasi yang mendukung untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri atas konsep teori fungsi derived demand dan model regresi berganda.

3.1.1. Fungsi derived demand

Permintaan input merupakan derived demand yang diturunkan secara langsung dari fungsi permintaan output sehingga faktor-faktor yang menggeser permintaan dari output juga merupakan faktor penggeser permintaan input. Menurut Case and Fair 2001 dalam Yugustya permintaan faktor produksi merupakan kelanjutan dari teori perilaku produsen. Faktor produksi diminta oleh dunia usaha karena keberadaan faktor produksi sebagai input, produsen dapat menghasilkan barang dan jasa yang dijual di pasar barang. Oleh karena itu, permintaan akan faktor produksi bersifat turunan derived demand yang berasal dari fungsi produksi di dalam perusahaan. Permintaan industri hilir kelapa sawit terhadap minyak sawit berkaitan erat dengan derived demand. Permintaan industri terhadap minyak sawit dapat diturunkan dari permintaan terhadap produk akhir. Derived demand digunakan untuk menunjukkan daftar permintaan bagi input yang dipakai dalam menghasilkan produk akhir. Dolan 1974 dalam Novindra 2011, mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain sebagai substitusi, biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan keadaan alam. Henderson dan Quandt 1980 dalam Senteri 1988 menyatakan bahwa permintaan input oleh produsen diturunkan dari permintaan yang mendasari jumlah output yang diproduksinya. Dengan menggunakan fungsi produksi: q = A 1 dengan α, 0, α + 1, bentuk fungsi keuntungan 40 – r 1 x 2 – r 2 x 2 2 kemudian persamaan turunan parsial sama dengan nol: = PαA 3 = P A 4 keterangan: r 1 = harga input x 1 r 2 = harga output x 2 P = jumlah output Penyelesaian persamaan untuk X 1 dan X 2 adalah dengan memasukan fungsi permintaan yang sesuai yaitu: X 1 = 5 = g 1 r 1 , r 2 , P 6 X 2 = 7 = g 2 r 1 , r 2 , P. 8 = 1 – α - Persamaan 6 dan 8 menjelaskan bahwa permintaan untuk input terdiri dari harga input, harga output dan jumlah output yang dihasilkan. Berdasarkan persamaan 6 dan 8 dapat disimpulkan bahwa struktur fungsi permintaan minyak sawit adalah sebagai berikut: CPO t = fPI t , PO it , Q t i = 1, 2, . . . , n Keterangan: CPO t = kuantitas minyak sawit yang dikonsumsi PI t = harga minyak sawit PO it = harga produk hilir minyak sawit Q t = jumlah barang yang diproduksi

3.1.2. Model Regresi Linear Berganda

Analisis regresi merupakan teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan antara variabel-variabel yang digunakan. Sasaran utama dalam analisis regresi linier adalah menjelaskan perilaku suatu variabel tak 41 bebas sehubungan dengan perilaku satu atau lebih variabel bebas dengan asumsi bahwa hubungan antara varibel bersifat tidak pasti. Model regresi linear berganda adalah model regresi dengan lebih dari satu variabel penjelas yang mungkin memengaruhi variabel tak bebas Gujarati 2006. Metode yang paling umum untuk memperoleh nilai parameter dalam suatu model regresi adalah metode kuadrat terkecil biasa Ordinary Least SquareOLS. Selain mudah, metode estimasi OLS juga memiliki sifat teoritis yang kokoh, yang dijelaskan dalam teorema Gauss-Markov. Teorema tersebut menyatakan bahwa berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linier klasik, penaksir OLS memiliki varians yang terendah di antara penaksir-penaksir linier lainnya; dalam hal ini penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linier terbaik Best Linier Unbiased EstimatorBLUE. Dalam upaya mencapai kondisi statistika yang baik, metode OLS akan menghasilkan pendugaan yang baik apabila asumsi-asumsi yang mendasarinya terpenuhi, antara lain : 1. Memiliki parameter-parameter yang bersifat linier dan model ini ditentukan secara tepat; 2. Faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol; 3. Tidak adanya autokorelasi dalam setiap variabel dalam model; 4. Asumsi homoskedastisitas atau penyebaran yang sama; 5. Tidak terdapat multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel bebas; serta 6. Untuk pengujian hipotesis, faktor kesalahan mengikuti distribusi normal dengan rata-rata sebesar nol dan homoskedastis. Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu seperti data deret berkala atau ruang seperti data lintas sektoral Kendal et al dalam Gujarati 2006. Adanya gejala autokorelasi pada suatu model akan menyebabkan suatu model memiliki suatu selang kepercayaan yang semakin lebar dan pengujian menjadi kurang akurat, sehingga menyebabkan hasil dari uji-t dan uji-F menjadi tidak sah dan penaksiran regresi akan menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan. Uji yang paling umum untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson. Masalah autokorelasi dapat diatasi dengan menggunakan prosedur generalized differencing, 42 prosedur Cochrane-Orcutt, atau prosedur Hilderth-Lu Juanda 2009. Namun dalam kasus khusus jika persamaan mengandung lag endogen maka prosedur uji statistik Durbin Watson tidak sesuai dilakukan pada persamaan tersebut. Sebagai ganti prosedur uji Durbin Watson dilakukan uji statistik dh Pindyck dan Rubinfeld 1991. Homoskedastisitas adalah kondisi dimana semua observasi dalam suatu model memiliki varians yang sama. Homoskedastisitas terjadi karena fungsi regresi populasi PRF memberikan nilai meanrata-rata variabel tak bebas untuk tingkat variabel-variabel penjelas tertentu. Penyimpangan terhadap asumsi homoskedastisitas disebut dengan heteroskedastisitas Gujarati 2006. Konsekuensi dari heteroskedastisitas adalah estimator OLS masih linier dan tidak bias, namun tidak lagi efisien karena tidak lagi memiliki varians minimum. Jika heteroskedastisitas terjadi, rutinitas pengujian hipoteses yang seperti biasa tidak bisa diandalkan karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang menyesatkan. Pendeteksian ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot antara nilai residual regresi dengan nilai prediksi. Model persamaan regresi yang baik adalah tidak memiliki masalah heteroskedastisitas, yaitu jika titik-titik pada grafik scatterplot tersebar acak tidak membentuk suatu pola tertentu seperti segitiga, segiempat, lengkung yang beraturan, dan sebagainya Mulyanto et al 2010. Pengujian untuk mendeteksi heteroskedastisitas antara lain metode grafik, uji Park, uji Glejser, uji Breusch-Pagan, uji Goldfeld-Quandt, atau white test Juanda 2009. Jika heteroskedastisitas terjadi dalam model, maka dapat diatasi dengan melakukan teknik pendugaan yang tepat, sesuai dengan diketahui atau tidaknya ragam sisaan. Apabila ragam sisaan diketahui, pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Terboboti Weighted Least Square, WLS, sedangkan jika ragam sisaan tidak diketahui maka perlu dipertimbangkan kasus-kasus khusus dimana cukup informasi tersedia untuk memperkirakan ragam sisaan yang sebenarnya. Selain itu, masalah heteroskedastisitas kadangkala dapat diatasi dengan mentransformasi data dengan logaritma. 43 Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier di antara variabel-variabel penjelas dalam suatu regresi berganda. Hubungan linier yang sempurna antara variabel penjelas disebut sebagai multikolinearitas sempurna, apabila terjadi akan menyebabkan estimasi dan pengujian hipotesis koefisien regresi individual dalam regresi berganda menjadi tidak dapat dilakukan. Adapun hubungan kolinieritas yang tinggi namun tidak sempurna disebut sebagai multikolinearitas tidak sempurna. Multikolinearitas bersifat spesifik-sampel, merupakan fitur dari sampel, sehingga multikolinearitas tidak dapat diuji keberadaannya, melainkan diukur derajatnya dalam sampel tertentu Gujarati 2006. Konsekuensi dari adanya multikolinearitas tidak sempurna antara lain varians besar dan kesalahan standar estimator OLS, interval keyakinan yang lebih lebar, rasio t tidak signifikan, nilai R 2 yang tinggi tapi sedikit rasio t signifikan, serta estimator OLS dan kesalahan standarnya cenderung tidak stabil. Indikator yang dapat menunjukkan adanya multikolinearitas antara lain pengujian korelasi parsial, regresi subsidertambahan, dan faktor inflasi varians variance inflation factor, VIF. Beberapa cara yang digunakan untuk mengatasi multikolinearitas Juanda 2009, antara lain : 1. Memanfaatkan informasi sebelumnya a prior information; 2. Mengeluarkan peubah dengan kolinearitas tinggi, namun dapat menimbulkan kesalahan spesifikasi; 3. Melakukan transformasi terhadap peubah-peubah dalam model dengan first difference form untuk data deret waktu; 4. Menggunakan regresi komponen utama principal component; 5. Menggabungkan data cross section dengan data time series; 6. Cek kembali asumsi waktu pembuat model; serta 7. Penambahan data baru. Selain itu, diperlukan uji normalitas yang bertujuan untuk memastikan bahwa data yang digunakan untuk analisis berasal dari data variabel yang terdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji histogram secara grafis, normal probability test, uji Skewnes-Kurtosis, dan uji Kolmogorov Smirnov Mulyanto et al 2010. Prosedur pengujian yang termasuk 44 sederhana antara lain dengan menggunakan histogram residu, gambar probabilitas normal, dan uji Jarque-Bera Gujarati 2006. Dalam pembuatan model regresi linier berganda diperlukan pengujian secara statistik untuk mengetahui seberapa bagus model yang telah dibuat. Pengujian tersebut antara lain uji-F, uji-t, dan uji koefisien determinasi. Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas, sedangkan uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas. Adapun koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar keragaman variabel tidak bebas dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalam model Gujarati 2006. Besaran nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1. R 2 sering secara informal digunakan sebagai statistika untuk kebaikan dari kesesuaian model goodness of fit, dan membandingkan validitas hasil analisis model regresi Juanda 2009, namun terdapat beberapa masalah dengan penggunaan R 2 , yaitu: 1. Semua hasil analisis statistika berdasarkan asumsi awal bahwa model tersebut benar, kita tidak memiliki prosedur untuk membandingkan spesifikasi alternatif; 2. R 2 sensitif terhadap jumlah peubah bebas dalam model; 3. Interpretasi dan penggunaan R 2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan mempunyai intersep = 0. Dalam kasus ini, nilai R 2 dapat diluar selang 0 sampai dengan 1. Nilai R 2 terkoreksi 2 mempunyai karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit daripada R 2 . Jika peubah baru ditambahkan, R 2 selalu naik, namun 2 dapat naik atau turun. Penggunaan 2 menghindari dorongan peneliti untuk memasukkan sebanyak mungkin peubah bebas tanpa pertimbangan yang logis Juanda 2009.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Minyak yang dihasilkan dari buah kelapa sawit yaitu minyak sawit CPO dan minyak inti sawit PKO merupakan komoditas ekspor dengan nilai ekonomi yang tinggi. Indonesia sebagai negara dengan jumlah ekspor