24 Produk hilir minyak sawit menjadi fokus pengembangan pemerintah
Indonesia. Produk fatty acid hanya salah satu dari banyak jenis oleokimia yang dikembangkan di Indonesia. Pemanfaatan fatty acid banyak digunakan sebagai
bahan baku pada industri sabun dan deterjen.
b. Perkembangan Produksi Oleokima Berdasarkan Jenis Produk
Produk fatty acid merupakan salah satu intermediate product produk antara yang dimanfaatkan sebagai bahan baku dari berbagai industri yaitu
industri sabun, karet, dan paralon PVC. Perkembangan produksi fatty acid secara signifikan mengalami peningkatan Tabel 18. Hal ini terjadi dikarenakan
peningkatan pada produksi industri non pangan seperti sabun, kosmetik, dan lainnya sehingga bahan baku yang dibutuhkan pun mengalami peningkatan.
Tabel 18. Perkembangan Produksi Oleokimia Berdasarkan Jenis Tahun 2007-2011 ton
Tahun Fatty Acid
Glycerin Fatty Alcohol
Total
2007 567 050
57 680 380 110
1 004 840 2008
605 060 69 040
331 780 1 005 880
2009 722 540
70 960 344 840
1 138 340 2010
632 870 35 810
336 410 1 005 100
2011 763 910
61 230 351 840
1 176 990 Sumber: CIC 2012c
Berdasarkan Tabel 18, didapatkan informasi produksi fatty acid dalam jangka waktu lima tahun cenderung meningkat. Komoditas fatty acid, glycerin,
dan fatty alcohol merupakan jenis oleokimia yang telah diproduksi di Indonesia dalam jumlah besar. Hal ini akan terus terjadi dengan syarat kontinuitas suplai
bahan baku minyak sawit untuk industri dapat dipertahankan.
c. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Fatty Acid
Jumlah konsumsi didapatkan dengan menjumlahkan produksi dengan impor kemudian dikurangi dengan ekspor dengan demikian nilai konsumsi industri sama
dengan jumlah suplai minyak sawit domestik. Suplai dianggap sebagai konsumsi dengan asumsi stok nasional sama dengan nol dan seluruh bahan baku habis
dikonsumsi dalam tahun tersebut. Dalam menduga konsumsi minyak sawit oleh industri oleokimia digunakan asumsi bahwa untuk menghasilkan 1 ton fatty acid
dibutuhkan 1.1-1.3 ton minyak sawit.
25
Tabel 19. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Fatty Acid Tahun 2007-2011
ton
Tahun Bahan Baku
Fatty Acid Produksi
Fatty Acid
2007 820.978
567 050 2008
936.974 605 060
2009 975.052
722 540 2010
1 155.103 632 871
2011 1 376.991
763 912 Sumber: CIC 2012c
2.4. Kebijakan Pemerintah Mengenai Minyak Sawit
Pemerintah bersama industri terkait selalu mengupayakan kemajuan industri hilir dari produk turunan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dengan tujuan
untuk meningkatkan devisa negara dan menciptaan lapangan kerja baru. Pemerintah memiliki alternatif kebijakan untuk mengurangi ekspor minyak
sawit dan memastikan terpenuhinya kebutuhan minyak sawit domestik, yaitu Domestic Market Obligation DMO. Sesuai dengan Undang-Undang No.18
tentang perkebunan yang mengamanatkan keamanan penawaran minyak sawit dalam negeri Novindra 2011. Sejalan dengan alternatif kebijakan pemerintah,
dimana minyak sawit sebagai salah satu hasil perkebunan kelapa sawit perlu dibatasi ekspornya dalam bentuk mentah untuk menciptakan daya saing yang
lebih tinggi, untuk itu selanjutnya diperlukan pengembangan industri hilirnya dan keamanan pasokan minyak sawit dalam negeri.
Intervensi pemerintah dengan instrumen pajak fiskal merupakan komponen penting untuk pengembangan industri hilir. Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor memberikan dasar hukum yang kuat bagi upaya pembatasan ekspor untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Peraturan ini memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menetapkan besaran tarif bea keluar untuk barang
ekspor setelah mendapatkan masukan dari kementerianinstansi terkait. Pengenaan bea keluar bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
dalam negeri, melindungi kelestarian sumberdaya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional
dan menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri Permenkeu 2008. Berdasarkan Permenkeu tersebut, Kementerian Perdagangan pada tanggal 13
September 2011 mengeluarkan Permendag Nomor 25M-DAGPER92011