22 penduduk dan gaya hidup konsumen sehingga meningkatkan permintaan terhadap
sabun mandi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan diantaranya adalah harga barang yang dimaksud, harga barang lain
atau substitusi tingkat pendapatan, jumlah penduduk, selera, dan estimasi di masa
yang akan datang Putong 2002. Tabel 15. Produksi Sabun Mandi dan Deterjen Berbahan Dasar Minyak
Sawit Tahun 2007-2011
Tahun Produksi Sabun dan Deterjen ton
2007 455 727
2008 567 090
2009 500 000
2010 754 050
2011 873 215
Sumber : CIC 2012a
c. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Sabun Mandi dan Sabun Cuci
Jumlah konsumsi didapatkan dengan menjumlahkan produksi dengan impor kemudian dikurangi dengan ekspor dengan demikian nilai konsumsi industri sama
dengan jumlah suplai minyak sawit domestik. Suplai dianggap sebagai konsumsi dengan asumsi stok nasional sama dengan nol dan seluruh bahan baku habis
dikonsumsi dalam tahun tersebut. Dalam menduga konsumsi minyak sawit oleh industri deterjen digunakan asumsi untuk menghasilkan 1 ton deterjen
membutuhkan 1.82-2 ton minyak sawit. Konsumsi minyak sawit dalam penelitian ini merupakan total konsumsi oleh
industri sabun mandi dan deterjen yang dihitung dalam satuan ton. Tujuan dalam penelitian ini adalah menghitung total minyak sawit yang digunakan industri
sabun dan deterjen oleh karena itu satuan yang digunakan bukan berupa batang atau kemasan melainkan ton.
Tabel 16. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Sabun Mandi dan Sabun Cuci Tahun 2007-2011
Tahun Konsumsi industri sabun dan deterjen ton
2007 878 675
2008 683 439
2009 665 904
2010 717 101
2011 932 419
Sumber: Kementerian Perindustrian 2012
2.3.4. Industri Oleokimia
Industri oleokimia merupakan industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit CPO dan minyak inti sawit PKO. Dari kedua jenis produk ini dapat
23 dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku
bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan maupun non pangan. Diantara kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah oleokimia dasar
fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol. Produk-produk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi, toiletries, dan
kosmetik Said 2010. Penelitian yang dilakukan oleh Affudin 2010, proporsi produk hilir
minyak sawit dibagi menjadi 90 persen untuk produk pangan seperti minyak goreng, margarin atau shortening dan 10 persen untuk produk non pangan seperti
sabun, deterjen, fatty acid, fatty alcohol, surfaktan, stearin, dan lainnya.
a. Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Produksi Oleokimia
Oleokimia dihasilkan dari lemak nabati minyak sawit. Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan industri domestik akan oleokimia turut
memengaruhi peningkatan jumlah perusahaan dan kapasitas produksi pada setiap perusahaan Tabel 17.
Tabel 17. Perusahaan dan Kapasitas Produksi Oleokimia di Indonesia Tahun 2011
No. Nama Perusahaan
Lokasi Jenis
Produk Kapasitas Produksi
tonthn
1. PT. Sinar Oleochemical
Intl Medan
Fatty Acid 120 000
Glycerin 12 250
2. PT. Prima Inti Perkasa
Medan Fatty
Alcohol 30 000
Fatty Acid 8 000
3. PT. Flora Sawita
Tanjung Morawa
Fatty acid 47 000
Glycerin 5 400
4. PT. Batamas Megah
Batam Fatty
alcohol 90 000
5. PT. Cisadane Raya
Chemical Tangerang
Fatty acid 182 000
Fatty alcohol
20 000 Glycerin
5 500 6.
PT. Asianagro Agungjaya
Jakarta Utara Fatty acid
14 800 7.
PT. Sumi Asih Bekasi
Fatty acid 100 000
Glycerin 3 500
8. PT. Bukit Perak
Semarang Glycerin
1 440 9.
PT. Unilever Indonesia Surabaya
Glycerin 8 950
10. PT. Wings Surya
Surabaya Glycerin
3 000 11.
PT. Musim Mas Deli
Fatty acid 90 000
Sumber : Kementerian Perindustrian 2012
24 Produk hilir minyak sawit menjadi fokus pengembangan pemerintah
Indonesia. Produk fatty acid hanya salah satu dari banyak jenis oleokimia yang dikembangkan di Indonesia. Pemanfaatan fatty acid banyak digunakan sebagai
bahan baku pada industri sabun dan deterjen.
b. Perkembangan Produksi Oleokima Berdasarkan Jenis Produk
Produk fatty acid merupakan salah satu intermediate product produk antara yang dimanfaatkan sebagai bahan baku dari berbagai industri yaitu
industri sabun, karet, dan paralon PVC. Perkembangan produksi fatty acid secara signifikan mengalami peningkatan Tabel 18. Hal ini terjadi dikarenakan
peningkatan pada produksi industri non pangan seperti sabun, kosmetik, dan lainnya sehingga bahan baku yang dibutuhkan pun mengalami peningkatan.
Tabel 18. Perkembangan Produksi Oleokimia Berdasarkan Jenis Tahun 2007-2011 ton
Tahun Fatty Acid
Glycerin Fatty Alcohol
Total
2007 567 050
57 680 380 110
1 004 840 2008
605 060 69 040
331 780 1 005 880
2009 722 540
70 960 344 840
1 138 340 2010
632 870 35 810
336 410 1 005 100
2011 763 910
61 230 351 840
1 176 990 Sumber: CIC 2012c
Berdasarkan Tabel 18, didapatkan informasi produksi fatty acid dalam jangka waktu lima tahun cenderung meningkat. Komoditas fatty acid, glycerin,
dan fatty alcohol merupakan jenis oleokimia yang telah diproduksi di Indonesia dalam jumlah besar. Hal ini akan terus terjadi dengan syarat kontinuitas suplai
bahan baku minyak sawit untuk industri dapat dipertahankan.
c. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Fatty Acid
Jumlah konsumsi didapatkan dengan menjumlahkan produksi dengan impor kemudian dikurangi dengan ekspor dengan demikian nilai konsumsi industri sama
dengan jumlah suplai minyak sawit domestik. Suplai dianggap sebagai konsumsi dengan asumsi stok nasional sama dengan nol dan seluruh bahan baku habis
dikonsumsi dalam tahun tersebut. Dalam menduga konsumsi minyak sawit oleh industri oleokimia digunakan asumsi bahwa untuk menghasilkan 1 ton fatty acid
dibutuhkan 1.1-1.3 ton minyak sawit.