58 mengorbankan industri hilir domestik. Hal ini sesuai dengan penelitian Hansen
2008 bahwa ekspor minyak sawit mengakibatkan kelangkaan bahan baku bagi industri hilir.
Produksi minyak sawit Indonesia di tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 2 persen begitu pun dengan konsumsi domestik yang
mengalami peningkatan sebesar 36 persen sehingga total produksi industri hilir mengalami peningkatan. Implikasi dari meningkatnya penyerapan minyak sawit
oleh industri hilir adalah turunnya laju ekspor minyak sawit sebesar 3 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa turunnya ekspor minyak sawit domestik dikarenakan
meningkatnya total konsumsi domestik oleh industri hilir. Begitu pula pada tahun 2011 laju konsumsi minyak sawit domestik meningkat ± 2 kali lipat dari tahun
2010. Hal tersebut menyebabkan laju ekspor turun 4 kali lipat yaitu sebesar 12 persen.
5.2. Konsumsi Minyak Sawit oleh Industri Hilir Minyak Sawit
Analisis terhadap konsumsi minyak sawit oleh industri hilir minyak sawit dimulai dengan membandingkan produksi total industri hilir minyak sawit dengan
produksi produk masing-masing industri hilir minyak sawit. Dalam penelitian ini produksi total industri hilir dilihat dari industri yang kontribusi penyerapan
minyak sawitnya paling besar yaitu minyak goreng, margarin, sabun, dan fatty acid. Jika terjadi penurunan konsumsi minyak sawit oleh industri hilir domestik
maka akan terjadi penurunan produksi oleh industri hilir.
Tabel 23. Perubahan Produksi Industri Hilir Kelapa Sawit
Tahun Minyak
goreng ton
Laju Margarin
ton Laju
Sabun ton
Laju Fatty
Acid ton
Laju 2007
8 808 060 353 110
455 720 567 050
2008 8 228 000
-6.59 458 480
29.84 567 090
24.44 605 060
6.70 2009
6 545 000 -20.45
420 450 -8.29
500 000 -11.83
722 540 19.42
2010 8 654 900
32.24 567 300
34.93 754 050
50.81 632 870
-12.41 2011
10 459 690 20.85
610 460 7.61
873 210 15.80
763 910 20.71
Sumber: CIC 2012b
Pada tahun 2008 pertumbuhan produksi industri margarin, sabun, dan fatty acid bernilai positif sedangkan pertumbuhan produksi industri minyak goreng
bernilai negatif Tabel 23. Hal tersebut menyebabkan pada tahun 2008 nilai total produksi industri hilir bernilai negatif.
59 Pada tahun 2009 tidak hanya produksi minyak goreng yang mengalami
penurunan namun diikuti oleh industri margarin dan sabun sehingga nilai total produksi industri hilir mengalami penurunan yang lebih besar daripada tahun
2008. Adapun pada tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan laju produksi minyak goreng sehingga nilai total produksi industri hilir mengalami peningkatan.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa peranan produksi minyak goreng sangat besar memengaruhi perubahan nilai total produksi industri hilir. Hal
ini dikarenakan proporsi pemakaian minyak sawit oleh industri minyak goreng paling besar yaitu 56 persen Gambar 5.
Sumber: penulis 2013
Gambar 5. Pemakaian Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng, Margarin, Sabun,
Fatty Acid, Biodiesel, dan Lainnya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa selain industri minyak goreng terdapat industri-industri lain yang mampu menyerap
minyak sawit Indonesia yaitu industri fatty acid, margarin, dan sabun. Namun penyerapan minyak sawit oleh industri-industri tersebut kurang optimal, antara
lain dikarenakan, kinerja industri fatty acid nasional antara lain dipengaruhi oleh infrastruktur pelabuhan di luar Jawa yang tidak memadai bila dibiarkan terus
berlanjut maka akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengenaan demurrage biaya kelebihan waktu dalam pemakaian
kontainer yang dibebankan pemilik kapal kepada produsen kemudian
Minyak Goreng, 56.82
Margarin, 5.16 Sabun, 9.86
Fatty Acid, 14.57
Biodiesel, 12.69
Lainnya, 0.9