25 sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah minuman berkadar etanol C
2
H
5
OH lebih dari atau sama dengan 1 satu perseratus. Peraturan tersebut menjadi dasar subkategori 1 untuk kategori
pelanggaran khusus tersebut. Peraturan selanjutnya yaitu Petunjuk Teknis Khusus poin ke-3 Peraturan Menteri Kesehatan
No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang mengandung
beberapa poin, diantaranya: a
Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai minum minuman keras. b
Iklan minuman keras tidak boleh menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan- kegiatan yang memerlukan konsentrasi
perlu informasi bahwa penggunaannya dapat membahayakan keselamatan.
c Iklan minuman keras tidak boleh ditujukan terhadap anak dibawah usia 16 tahun dan atau wanita
hamil, atau menampilkan mereka dalam iklan. d
Minuman keras golongan C dengar kadar alkohol 20 sampai dengan 55 dilarang diiklankan. Keempat poin tersebut menjadi dasar empat subkategori pelanggaran kategori khusus makanan diet.
Iklan dapat melanggar satu atau lebih ketentuan untuk subkategori pelanggaran tersebut. Iklan yang MK untuk semua subkategori pada kategori pelanggaran khusus F berarti memiliki compliance 100
terhadap peraturan mengenai pangan kategori khusus minuman keras minuman beralkohol.
2.8 Etika Pariwara Indonesia
Etika Pariwara adalah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaaati dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan
lembaga pengembannya. Etika Pariwara merupakan sistem nilai dan pedoman terpadu tata krama code of conduct dan tata cara code of practices. Etika Pariwara Indonesia tidak bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan perundangan. Jika untuk sesuatu hal ditemui penafsiran ganda, maka makna undang-undang dan peraturan perundangan yang dianggap sahih.
Tata krama yang berhubungan iklan pangan diatur dalam pengggunaan bahasa, yaitu iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya dan tidak menggunakan
persandian yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksud oleh perancang pesan iklan tersebut. Dalam ketentuan tersebut juga iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti
”paling”, ”nomor satu”, ”top” atau kata-kata berawalan ”ter”, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
otoritas terkait atau sumber yang otentik. Penggunaan kata ”satu-satunya” atau yang bermakna sama juga dilarang digunakan dalam iklan tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut
menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Demikian juga penggunaan kata ”100”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan kadar,
bobot, tingkat mutu, dan sebagainya harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber otentik.
Penerapan Etika Pariwara Indonesia diberlakukan kepada setiap pelaku periklanan nasional, baik sebagai individu atau profesional, maupun sebagai entitas, atau usaha. Pengawasan pelaksanaan
Etika Pariwara Indonesia dilakukan oleh lembaga pemantau, pengamat, atau pengawas periklanan serta masyarakat luas dan pamong. Penegakan dilakukan oleh Dewan Periklanan Indonesia DPI
dengan membentuk organisasi internal yang bertugas khusus untuk itu. Disamping hal tersebut diatas, peran Dewan Periklanan Indonesia adalah menjalankan kemitraan dengan pamong dalam membina
26 industri periklanan nasional. Sebagai bentuk komitmen dalam melindungi konsumen, industri
periklanan mempunyai prinsip yang dinamakan swakarma self-regulation atau pengaturan diri sendiri. Rumusan tentang prinsip tersebut adalah jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan
dengan hukum negara; sejalan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat serta mendorong persaingan, namun dengan cara-cara yang adil dan sehat.
Etika Pariwara tahun 2005 menyatakan bahwa periklanan harus memenuhi tiga 3 asas, yaitu: 1 jujur dan bertanggung jawab, dimana iklan tidak boleh menyesatkan, seperti memberikan
keterangan yang tidak benar, mengelabui, memberikan janji yang berlebihan, dan menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat, 2 bersaing secara sehat, dimana penggunaan kata-kata yang
berlebihan, perbandingan langsung, merendahkan produk lain baik langsung maupun tidak langsung dan peniruan harus dihindarkan, 3 melindungi dan menghargari khalayak, tidak merendahkan
agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku Dewan Periklanan Indonesia 2007.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat Penelitian