10 Health Claims made on Foods
tanggal 20 December 2006 Anonim 2007. Peraturan yang diberlakukan sejak Juli 2007 tersebut memuat persyaratan umum pencantuman klaim gizi dan
kesehatan, antara lain: 1 terbukti secara ilmiah mempunyai manfaat gizi atau fisiologis, 2 zat gizi atau non gizi yang diklaim terdapat dalam produk akhir sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, 3
jika dimungkinkan terdapat dalam bentuk yang dapat digunakan tubuh, 4 jumlah pangan yang wajar dikonsumsi memberikan sejumlah zat gizi atau non gizi sebagaimana klaim yang dicantumkan, 5
secara rata-rata konsumen dapat mengerti manfaat kesehatan yang dimaksudkan klaim dan klaim dikaitkan dengan pangan dalam bentuk yang siap dikonsumsi sesuai petunjuk perusahaan. Dalam
ketentuan tersebut juga ditetapkan bahwa penggunaan klaim gizi dan kesehatan hanya diizinkan jika produk memenuhi profil zat gizi nutrient profile yang akan ditetapkan. Profil zat gizi tersebut
dimaksudkan untuk menjamin bahwa pangan yang memuat klaim tentang kesehatan tidak mengandung sejumlah zat gizi yang terkait dengan penyakit kronis jika dikonsumsi secara berlebihan
Anonim 2007. Jepang merupakan salah satu negara yang memelopori pembuatan peraturan tentang klaim
kesehatan. Di Jepang pangan yang diizinkan memuat klaim tentang manfaat kesehatan dikenal dengan istilah FOSHU Food for Specified Health Use dan pangan dimaksudkan untuk memperbaiki
masalah kesehatan yang serius seperti meningkatkan kondisi pencernaan, menurunkan kadar yang tinggi dari kolesterol, tekanan darah dan glukosa, meningkatkan penyerapan mineral, dan mencegah
kerusakan gigi Hawkes 2004. Banyak negara tidak atau belum mengatur klaim kesehatan dan menurut Hawkes 2004 pengaturan klaim kesehatan tidak mudah dilakukan bahkan telah
menimbulkan kontroversi. Dalam pengaturan klaim kesehatan, pemerintah harus memperhatikan keseimbangan antara potensi pencapaian sasaran kesehatan masyarakat dengan kenyataan bahwa
klaim kesehatan dapat mengelabui atau menyesatkan konsumen jika tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan manfaat tersebut Hawkes 2004.
2.5 Pangan Fungsional
Istilah pangan fungsional pertama kali di gunakan tahun 1980 di Jepang dengan istilah Foods for Spesified of Health Use
FOSHU. Saat ini pangan fungsional masih terus berkembang baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk di Indonesia. Selain fungsinya semakin beragam,
bentuk produknya sendiri juga semakin bervariasi. Di samping itu, produsen untuk satu jenis pangan fungsional pun semakin banyak. Pada tahun-tahun mendatang, pangan fungsional tampaknya masih
akan terus berkembang. Kesadaran masyarakat semakin tinggi akan pentingnya mencegah daripada mengobati. Karena itu, masyarakat akan semakin memilih makanan yang menawarkan fungsi
kesehatan tertentu. Diperkirakan, harapan hidup seseorang juga semakin baik, menandakan perlunya produk untuk mereka yang lanjut usia, yaitu mereka yang umumnya lebih perhatian terhadap manfaat
kesehatan dari suatu pangan. Selain itu, di tahun 2000, Indonesia menduduki tempat ke-empat sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar. Diperkirakan, Indonesia akan tetap
menduduki posisi ke-empat di tahun 2030 dengan 21,3 milyar penderita diabetes. Ada juga studi yang disebutkan oleh World Health Organization, yang menunjukkan bahwa prevalensi orang dengan berat
badan berlebih Indeks Massa Tubuh = IMT = 25 di Indonesia mencapai 38 untuk pria dan 49 untuk wanita. Hal-hal ini akan menjadi penunjang perkembangan pangan fungsional di Indonesia
Susana 2008. Di Indonesia, pada tahun 2005 telah ditetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor:
HK.00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Pada peraturan tersebut
11 diuraikan mengenai definisi pangan fungsional yaitu pangan olahan yang mengandung satu atau lebih
komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa komponen
fungsional yang telah diizinkan antara lain vitamin, mineral, gula alkohol, serat pangan, fitosterol dan fitostanol, prebiotik serta probiotik. Komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi
yang tidak diinginkan dengan komponen lain Restiani 2008. Pangan fungsional didefinisikan oleh Shaver dan Weinrib 2006 sebagai komponen makanan
atau makanan yang telah terbukti memberikan manfaat kesehatan khusus di luar gizi dasar. Manfaat kesehatan sering berasal dari komponen makanan yang tidak dianggap nutrisi di bawah definisi
tradisional, misalnya, lycopene dari tomat atau β-glukan dari gandum. Komponen-komponen sehat
dapat berasal dari sumber makanan konvensional seperti antioksidan dan serat dalam buah-buahan dan sayuran, serat larut dalam sarapan sereal gandum, atau isoflavon yang berasal dari kedelai. Sumber-
sumber lain dari komponen makanan sehat mungkin dari makanan tidak umum dalam diet Amerika seperti biji rami, sumber asam lemak esensial, atau yogurt, sumber nutrisi yang memberi makan
bakteri menguntungkan dalam perut. Dalam kasus lain, komponen pangan fungsional ditambahkan ke produk makanan tradisional, seperti kalsium untuk jus jeruk atau vitamin untuk tepung terigu.
Bioteknologi pangan akan terus menyediakan sarana baru untuk pengembangan pangan fungsional. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan BPOM, pangan fungsional adalah pangan
yang secara alami maupun melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan hasil kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh
konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Meskipun
mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2001.
Agriculture and Agri-Food Canada 2007 menyebutkan bahwa makanan fungsional
diciptakan melalui berbagai cara, diantaranya: 1 fortifikasi dengan vitamin danatau mineral untuk memberikan manfaat kesehatan tambahan misalnya minuman kedelai fortifikasi dan jus buah dengan
kalsium, 2 penambahan bahan bioaktif misalnya, muffin dengan beta glucan, yogurts dengan probiotik dan minuman dengan ramuan campuran, dan 3 peningkatan komponen bioaktif melalui
pemuliaan tanaman, pengolahan, atau khusus teknik pakan ternak misalnya, telur, susu dan daging dengan omega-3, minyak canola tinggi karotenoid, dan gandum dengan tingkat lutein tinggi.
Pangan fungsional merupakan salah satu jenis pangan yang cenderung untuk mencantumkan klaim kesehatan, karena dianggap mengandung senyawa yang memberikan pengaruh fisiologis pada
tubuh. Fungsi-fungsi fisiologis yang dimaksud diantaranya adalah meningkatkan daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisi fisik, mencegah penuaan, dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan
makanan Fardiaz 2004. Klaim yang diizinkan digunakan pada produk pangan fungsional meliputi klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi dan klaim manfaat terhadap kesehatan. Contoh klaim
kandungan gizi yang diizinkan adalah “diperkaya kalsium”, “mengandung serat pangan’, “tinggi asam folat”. Contoh klaim fungsi gizi yang diizinkan adalah “Kalsium berperan dalam pembentukan tulang
dan mempertahankan kepadatan tulang dan gizi”. Contoh klaim manfaat terhadap kesehatan adalah “Latihan fisik rutin dan diet yang sehat disertai dengan kalsium yang cukup, membantu remaja dan
wanita dewasa memelihara kesehatan dengan baik dan dapat mengurangi risiko terjadinya kerapuhan tulang dikemudian hari.” Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain jumlah kalsium dan kandungan
fosfor Restiani 2008.
12
2.6 Diagram Pohon Keputusan Decision Tree